Analisis sumber pertumbuhan, keterkaitan dan distribusi pendapatan dalam proses perubahan struktural ekonomi Provinsi Jawa Barat
ANALISIS SUMBER PERTUMBUHAN, KETERKAITAN
DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DALAM PROSES
PERUBAHAN STRUKTURAL EKONOMI
PROVINSI JAWA BARAT
D
D
I
I
S
S
E
E
R
R
T
T
A
A
S
S
I
I
EKO WAHYU NUGRAHADI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
(2)
ABSTRACT
EKO WAHYU NUGRAHADI. Analysis Sources of Growth, Linkage and Income Distribution in the process of economic structural transformation in Province of West Java (MANGARA TAMBUNAN as Chairman, HERMANTO SIREGAR and ARIEF DARYANTO as Members of the Advisory Committee).
The main objectives of this research are to analyze sources of growth, linkage and income distribution in the process of economic structural transformation in Province of West Java during 1993-2003. The analysis is using econometrics approach, IO (Input-Output) and SAM (Social Accounting Matrix).
The result shows that in the process of economic growth that following economic structural transformation in Province of West Java, there are some evidences : First, sectors that included in processing industries (such as : base metal and the products; textile, ready made clothes, leather; and food base; food, beverages and tobacco) and services (including trading, hotel and restaurant and services), rapidly growing, while agriculture sector (crops; plantation; and livestock) is slowly growing. Domestic and export demand are growth sources that has positive influence on the rapid growing of processing industries and services, and negative on slow growing on agriculture sector. This indicated that there is consistency between economic structural changing in Province of West Java with supporting theories and studies. The Second, there is income gap changing among households that widening. Third, there is a strong backward and forward linkage in sectors : base metal and the products; textile, ready made clothes, leather and food base; food, beverages and tobacco; and services. Fourth, major economic sectors which have strong roles in the economy are : food base; food, beverages and tobacco; plantation; livestock, trading, hotel and restaurant; and services. Fifth, on output growth, labor absorption and households income distribution of the five sectors has better roles.
Major implications of this study are : (1) in pursuing industrialization, the agroindustrial development (ADLI) should be putting in the highest priority, and (2) export promotion strategy should be considered as importance strategy to support the first recommendation.
Keywords : source of growth, linkages, income distribution and economic structural transformation.
(3)
RINGKASAN
EKO WAHYU NUGRAHADI. Analisis Sumber Pertumbuhan, Keterkaitan dan Distribusi Pendapatan dalam Proses Perubahan Struktural Ekonomi Provinsi Jawa Barat (di bawah bimbingan MANGARA TAMBUNAN sebagai ketua,
HERMANTO SIREGAR dan ARIEF DARYANTO masing-masing sebagai anggota komisi pembimbing).
Selama masa pembangunan ekonomi di provinsi Jawa Barat (periode 1983-2003) telah memperlihatkan perubahan struktural (structural transformation) ekonomi, yaitu bergesernya peranan relatif dari sektor primer ke sektor sekunder dan tersier. Sudah barang tentu perubahan struktural ekonomi tersebut akan membawa perubahan mendasar baik bagi pertumbuhan, kesempatan kerja dan pemerataan ekonomi lainnya. Tujuan utama dalam studi ini menganalisis sumber pertumbuhan, keterkaitan dan distribusi pendapatan dalam perubahan struktural ekonomi provinsi Jawa Barat periode tahun 1993-2003. Secara spesifik bertujuan : (1) menganalisis pola perubahan struktural ekonomi berdasarkan perubahan struktur output, tenaga kerja dan distribusi pendapatan antara golongan rumahtangga, (2) menganalisis sumber-sumber pertumbuhan output ekonomi dan tenaga kerja yang menyertai pertumbuhan ekonomi tersebut, (3) menganalisis keterkaitan ke belakang (backward linkage) dan ke depan (forwad linkage) antar sektor-sektor produksi, (4) mengidentifikasi sektor-sektor ekonomi yang potensial, dan (5) menganalisis dampak stimulus ekonomi terhadap output, kesempatan kerja dan distribusi pendapatan dari sektor-sektor ekonomi yang potensial.
Analisis menggunakan pendekatan ekonometrik, IO (Input-Output) dan SAM (Social Accounting Matrix). Data yang digunakan untuk penelitian ini adalah data sekunder yang sebagian besar bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS) provinsi Jawa Barat. Adapun secara spesifik data yang digunakan tersebut mencakup, Pertama, data time series berupa PDRB, jumlah tenaga kerja, jumlah penduduk, ekspor dan impor provinsi Jawa Barat yang dipublikasikan oleh BPS provinsi Jawa Barat tahun 1993-2003, yang terkait dengan analisis ekonometrika untuk menjawab tujuan penelitian pertama. Kedua, data IO tahun 1993 dan 2003, yang terkait analisis IO untuk menjawab tujuan penelitian kedua. Ketiga, data SAM atau data Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) tahun 1993 dan 2003, yang
(4)
terkait analisis SAM untuk menjawab tujuan penelitian pertama, ketiga, keempat dan kelima.
Hasil analisis menunjukkan bahwa dalam proses pertumbuhan ekonomi yang menyertakan perubahan struktural ekonomi di Provinsi Jawa Barat ditemukan bukti, Pertama, sektor-sektor yang termasuk dalam sektor Industri Pengolahan (seperti Industri : Logam Dasar dan Barang Jadi Logam; Tekstil, Pakaian Jadi, Kulit dan Alas Kaki; dan Makanan, Minuman dan Tembakau) dan Jasa (seperti : Perdagangan, Hotel & Restoran; dan Jasa-Jasa) tumbuh secara cepat, sedangkan sektor Pertanian (seperti : Tanaman Bahan Makanan; Perkebunan; dan Peternakan) tumbuh secara lambat. Permintaan domestik dan ekspor merupakan sumber pertumbuhan yang mempengaruhi secara positip terhadap pertumbuhan cepat sektor Industri Pengolahan dan Jasa, dan secara negatif terhadap pertumbuhan lambat sektor Pertanian tersebut. Hal ini menunjukkan terdapat konsistensi antara pola perubahan struktural ekonomi di Provinsi Jawa Barat dengan teori dan studi-studi yang mendukungnya. Kedua, terjadi perubahan kesenjangan pendapatan antar golongan rumahtangga yang semakin melebar. Ketiga, terdapat keterkaitan baik ke belakang maupun ke depan yang kuat dalam sektor : Industri Logam Dasar dan Barang Jadi Logam; Industri Tekstil, Pakaian Jadi, Kulit dan Alas Kaki; Industri Makanan, Minuman dan Tembakau dan Jasa-Jasa. Keempat, sektor-sektor ekonomi utama yang potensial untuk dikembangkan meliputi sektor : Industri Makanan, Minuman dan Tembakau; Perkebunan; Peternakan; Perdagangan, Hotel dan Restoran; dan Jasa-Jasa. Kelima, terhadap pertumbuhan output, penyerapan tenaga kerja dan pemerataan pendapatan rumahtangga kelima sektor ini memiliki peran relatif lebih baik.
Implikasi utama dalam studi ini adalah : (1) meletakkan agroindustri (ADLI) sebagai prioritas yang utama dalam mengejar industrialisasi, dan (2) strategi promosi ekspor dipandang suatu strategi penting untuk mendukung rekomendasi pertama. Dalam merencanakan kebijakan pembangunan ekonomi provinsi Jawa Barat yang didasarkan pada ADLI tersebut membutuhkan upaya,
terutama pada perbaikan di sektor Pertanian itu sendiri, yang meliputi : (1) penghapusan hambatan suplai, (2) meningkatkan struktur regulasi ekonomi
dan insentif, (3) menciptakan lingkungan pedesaan yang lebih baik, dan (4) mengintegrasikan dengan kebiasaan yang terbaik pada tingkat internasional.
(5)
S
S
U
U
R
R
A
A
T
T
P
P
E
E
R
R
N
N
Y
Y
A
A
T
T
A
A
A
A
N
N
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam disertasi saya yang berjudul :
ANALISIS SUMBER PERTUMBUHAN, KETERKAITAN DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DALAM PROSES PERUBAHAN
STRUKTURAL EKONOMI PROVINSI JAWA BARAT
merupakan gagasan atau hasil penelitian saya sendiri dengan bimbingan Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas rujukannya. Disertasi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain. Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, Januari 2008
EKO WAHYU NUGRAHADI NRP. A546010031
(6)
@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2008 Hak Cipta dilindungi Undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
(7)
ANALISIS SUMBER PERTUMBUHAN, KETERKAITAN
DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DALAM PROSES
PERUBAHAN STRUKTURAL EKONOMI
PROVINSI JAWA BARAT
EKO WAHYU NUGRAHADI
Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor
pada
Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
(8)
Judul Disertasi : Analisis Sumber Pertumbuhan, Keterkaitan dan Distribusi Pendapatan dalam Proses Perubahan Struktural Ekonomi Provinsi Jawa Barat
Nama Mahasiswa : Eko Wahyu Nugrahadi Nomor Pokok : A546010031
Program Studi : Ilmu Ekonomi Pertanian
Menyetujui,
1. Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Mangara Tambunan, M.Sc Ketua
Dr. Ir. Hermanto Siregar, M.Ec Dr. Ir. Arief Daryanto, M.Ec
Anggota Anggota
Mengetahui,
2. Ketua Program Studi 3. Dekan Sekolah Pascasarjana, Ilmu Ekonomi Pertanian,
Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS Tanggal Ujian : 7 September 2007 Tanggal Lulus : 25 Januari 2008
(9)
RIWAYAT HIDUP
Penulis merupakan anak pertama dari sembilan bersaudara dari orang tua tercinta Bapak Soeroso (almarhum) dan Ibu Enny S. Penulis dilahirkan pada tanggal 3 Juli 1964 di Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta.
Pada tahun 1976, penulis menamatkan pendidikan dasar di SD Negeri Kesunean Cirebon. Pada tahun 1980 menamatkan pendidikan menengah di SMP Cenderawasih Cirebon dan pada tahun 1983 di SMA Muhammadiyah Cirebon. Melalui Sistem Penerimaan Mahasiswa Baru (SIPENMARU) penulis diterima untuk melanjutkan pendidikan di Fakultas Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan Sosial (FPIPS) Institut Keguruan dan Ilmu Kependidikan (IKIP) Jakarta yang dapat diselesaikan pada tahun 1990. Pada tahun 1997 penulis menerima Beasiswa Program Pascasarjana (BPPS) untuk melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian, dan dapat menyelesaikannya pada tahun 2001. Syukur Alhamdulillah penulis masih diberikan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan Program Doktor sejak September 2001 dengan biaya yang bersumber dari BPPS.
Setelah lulus dari Institut Keguruan dan Ilmu Kependidikan (IKIP) Jakarta, sejak tahun 1991 sampai sekarang penulis bekerja sebagai staf pengajar pada Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Medan.
Penulis menikah dengan Dr. Evi Eviyanti, M.Pd. pada tanggal 16 Juni 1991.
(10)
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, penulis panjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Yang Maha Pengasih lagi Penyayang, karena atas izin-Nya disertasi ini akhirnya dapat penulis selesaikan. Disertasi ini disusun guna memenuhi salah satu persyaratan penyelesaian pendidikan Program Doktor di Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Perubahan struktural ekonomi yang telah terjadi selama masa pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Barat menjadi gagasan dasar dari penyusunan disertasi ini. Dari beberapa studi terdahulu tentang perubahan struktural ekonomi yang telah penulis pelajari hasilnya lebih terfokus pada pola perubahan struktural ekonomi, belum mengkaitkan dengan sumber-sumber pertumbuhan, keterkaitan dan distribusi pendapatan yang terjadi dalam perubahan struktural tersebut. Sehubungan dengan itu dalam disertasi ini dianalisis sumber pertumbuhan, keterkaitan dan distribusi pendapatan dalam proses perubahan struktural ekonomi provinsi Jawa Barat.
Disertasi ini diselesaikan secara layak atas bimbingan dari Bapak Prof.Dr.Ir. Mangara Tambunan, M.Sc selaku Ketua Komisi Pembimbing, Bapak Dr.Ir. Hermanto Siregar, M.Ec dan Bapak Dr.Ir. Arief Daryanto, M.Ec selaku Anggota Komisi Pembimbing. Oleh karena itu sudah sepantasnya penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada beliau atas kesungguhan, ketekunan, dan kesabaran dalam memberikan bimbingan.
Menghaturkan terima kasih kepada isteri tercinta, Evi Eviyanti, atas keiklasan, pengertian, dan doanya serta dorongan moril yang tiada henti-hentinya sehingga penulis dapat menyelesaikan disertasi ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada :
(11)
1. Ibu, Ayah-Ibu mertua, dan adik-adikku yang selalu mendoakan dan memberikan dorongan moril.
2. Bapak Rektor, Direktur Sekolah Pascasarjana, dan Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada penulis selama mengikuti pendidikan Program Doktor di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
3. Bapak Rektor dan Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Medan yang telah memberikan izin belajar.
4. Bapak Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional yang memberikan beasiswa BPPS.
5. Bapak dan Ibu Dosen di lingkungan Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian yang telah membimbing penulis selama mengikuti pendidikan Program Doktor.
6. Bapak dan Ibu Pegawai Administrasi PPS IPB atas kemudahan urusan administrasi yang mendukung penulis dalam masa pendidikan Program Doktor.
7. Bapak Kepala Badan Pusat Statistik Pusat dan Provinsi Jawa Barat yang telah membantu penulis mendapatkan izin dan kemudahan dalam memperoleh data. 8. Dan kepada pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu
atas bantuannya dalam penyusunan disertasi ini.
Penulis telah berusaha mengerjakan disertasi ini sebaik mungkin sesuai kemampuan, akan tetapi keterbatasan sebagai manusia biasa memungkinkan terjadinya kesalahan dan kekhilafan penulis dalam menyelesaikannya. Oleh karena itu saran dan kritik penulis tetap perlukan demi kesempurnaanya. Akhirnya, semoga disertasi ini dapat bermanfaat bagi pihak yang memerlukannya.
Bogor, Januari 2008
(12)
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ……….……….……. xii
DAFTAR GAMBAR ……….……….. xiv
DAFTAR LAMPIRAN ……..……….. xv
I. PENDAHULUAN ……….………..… 1
1.1. Latar Belakang ………. 1
1.2. Perumusan Masalah ……….………. 6
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ……….… 10
1.4. Ruang Lingkup Penelitian ……….………..………. 11
II. TINJAUAN PUSTAKA ………..………… 13
2.1. Perspektif Pembangunan Ekonomi ……….. 13
2.2. Teori Perubahan Struktural ………. 17
2.2.1. Model Surplus Tenaga Kerja Dua Sektor ………. 18
2.2.2. Model Pola-Pola Pembangunan ……… 27
2.3. Model Pertumbuhan Tak Seimbang ... 30
2.4. Distribusi Pendapatan ... 33
2.5. Strategi Pembangunan Ekonomi ... 38
2.5.1. Strategi Promosi Ekspor Produk Primper (PEP) ... 38
2.5.2. Strategi Industri Substitusi Impor (ISI) ... 40
2.5.3. Strategi Industri Promosi Ekspor (IPE) ... 42
2.5.4. Strategi Industri Berbasis Pertanian (ADLI) ... 44
2.6. Model Ekonomi Keseimbangan Umum ... 48
2.6.1 Model Input-Ouput (IO) ... 49
2.6.2 Model Social Accouting Matrix (SAM) ... 56
2.6.3. Model Computable General Equilibrium (CGE) ... 60
2.7. Studi Terdahulu ………. 63
2.7.1. Perubahan Struktural dan Sumber Pertumbuhan ... 63
2.7.2. Peranan dan Keterkaitan antar Sektor Produksi Serta Distribusi Pendapatan Rumahtangga ……….. 67
2.7.3. Peranan Sektoral dan Kaitannya Terhadap Tenaga Kerja …. 78 III. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS ……….. 81
3.1. Kerangka Pemikiran ………….………..……….. 81
3.1.1. Model Ekonometrik ………..……… 83
(13)
x
3.1.3. Model SAM ……….. 87
3.2. Hipotesis ………..………...………. 105
IV. METODE PENELITIAN ………. 107
4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian ………..……….……… 107
4.2. Jenis dan Sumber Data ……… 107
4.3. Tahapan Penyusunan SAM Provinsi Jawa Barat ………. 108
4.3.1. Penetapan Tahun Dasar ………. 110
4.3.2. Pendefinisian Klasifikasi ……….. 110
4.3.3. Konsep dan Definisi ……….. 111
4.3.4. Tabulasi Data dan Identifikasi Sumber Data ……… 116
4.3.5. Koreksi Kesalahan Estimasi Data dan Pembentukan Keseimbangan ……….. 118
4.3.6. Rekonsiliasi Akhir ……… 118
4.4. Metode Analisis ……….………. 119
4.4.1. Analisis Ekonometrika ……….…………..….…….. 119
4.4.2. Analisis IO ………. 120
4.4.3. Analisis SAM ... 125
4.4.3.1. Analisis Keterkaitan ... 125
4.4.3.2 Analisis Pengganda, Dekomposisi Pengganda dan SPA ...… 126
4.4.3.3. Analisis Simulasi ……….…...………. 130
V POLA PERUBAHAN STRUKTURAL DAN SUMBER PERTUMBUHAN …...………….. 132
5.1. Pola Perubahan Struktural ……….……….. 132
5.1.1. Analisis dari Sisi Output dan Tenaga Kerja ………. 132
5.1.2. Analisis dari Sisi Distribusi Pendapatan Rumahtangga …… 137
5.2. Sumber Pertumbuhan ……….……….. 142
5.3. Ringkasan ………..………..……… 150
VI KETERKAITAN DAN PENGGANDA SEKTOR PRODUKSI ... 153
6.1. Keterkaitan Sektor Produksi ... 153
6.2. Pengganda Sektor Produksi ... 161
6.2.1. Pengganda Output Bruto dan Tenaga Kerja ... 162
6.2.2. Pengganda Pendapatan Rumahtangga ... 164
6.3. Dekomposisi Pengganda ... 170
6.4. Structural Path Analysis (SPA) ... 177
(14)
xi
VII DAMPAK STIMULUS EKONOMI TERHADAP OUTPUT, PENYERAPAN TENAGA KERJA DAN DISTRIBUSI
PENDAPATAN RUMAHTANGGA ... 202
7.1. Dampak Stimulus Ekonomi Terhadap Output ... 202
7.2. Dampak Stimulus Ekonomi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja …. 207 7.3. Dampak Stimulus Ekonomi Terhadap Distribusi Pendapatan Rumahtangga ... 212
7.4. Ringkasan ... 218
VIII SIMPULAN DAN SARAN ... 221
8.1. Simpulan ... 221
8.2. Implikasi Kebijakan ... 222
8.3. Keterbatasan Penelitian dan Saran Penelitian Lanjutan ... 227
DAFTAR PUSTAKA ………..………. 228
(15)
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Tabel Input-Ouput Sederhana (2 Sektor) …….………. 52
2. Struktur SAM ………..………. 58
3. Skema Sederhana SAM ... 88
4. Klasifikasi SAM Provinsi Jawa Barat (38 sektor) …….……….. 109
5. Kerangka Dasar SAM ………...…..……… 117
6. Sumber dan Distribusi Pendapatan per Rumahtangga .…...……..….. 138
7. Pertumbuhan dan Sumber-Sumber Pertumbuhan Output Menurut Sektor (%) ….………..…………..……... 143
8. Pertumbuhan dan Sumber-Sumber Pertumbuhan Output Menurut Sektor yang Dirinci Berdasarkan Permintaan Domestik (%) …..….... 148
9. Pertumbuhan dan Sumber-Sumber Pertumbuhan Tenaga Kerja Menurut Sektor ….…... 149
10. Indeks Dampak Penyebaran dan Efek Keluasan Sektor Produksi ... 155
11. Klasifikasi Indeks Dampak Penyebaran Sektor Produksi Menurut Empat Kelompok …...….. 159
12. Koefisien Pengganda Output Bruto dan Tenaga Kerja …..……..…… 163
13. Koefisien Pengganda Pendapatan Rumahtangga Menurut Golongan Rumahtangga ……….……..…. 165
14. Rangking Sektoral ... 168
15. Dekomposisi Pengganda Industri Makanan, Minuman dan Tembakau 171 16. Dekomposisi Pengganda Kedua Subsektor Pertanian ... 173
17. Dekomposisi Pengganda Subsektor Lainnya ... 176
18. Pengaruh Global, Pengaruh Langsung dan Pengaruh Total pada Sektor Industri Makanan, Minuman dan Tembakau ………....……… 179
19. Pengaruh Global, Pengaruh Langsung dan Pengaruh Total pada Sektor Perkebunan ... 184
20. Pengaruh Global, Pengaruh Langsung dan Pengaruh Total pada Sektor Peternakan ... 188
21. Pengaruh Global, Pengaruh Langsung dan Pengaruh Total pada Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran ... 192
22. Pengaruh Global, Pengaruh Langsung dan Pengaruh Total pada Sektor Jasa-Jasa ... 196
(16)
xiii
23. Dampak Stimulus Ekonomi Terhadap Output ... 203 24. Dampak Stimulus Ekonomi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja ….... 208 25. Dampak Stimulus Ekonomi Terhadap Pendapatan Rumahtangga ... 213
(17)
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Kontribusi Sektor Primer, Sekunder dan Tersier Terhadap Total PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Harga Konstan 1993 Periode
Tahun 1983-2003 ……….……….. 4
2. Pertumbuhan Ekonomi Model W. Artur Lewis ………. 20
3. Modifikasi Model Lewis yang Menunjukkan Tambahan Stok Modal yang Bersifat Capital Intensive ……….. 26
4. Distribusi Pendapatan Dengan Pendekatan Fungsional ………..…... 36
5. Simplifikasi Hubungan Peubah Makroekonomi dalam Model CGE ... 62
6. Kerangka Pemikiran ……….………….………. 82
7. Aliran Pendapatan dalam Perekonomian ……...………….……… 89
8. Proses Pengganda antara Neraca Endogen SAM …...…… 94
9. Jalur Dasar ………..……….. 97
10. Jalur Sirkuit ………..………. 97
11. Jalur Dasar Termasuk Jalur Sirkuit ………..………. 99
12. Jalur Dasar Termasuk Jalur Sirkuit yang Menghubungkan Simpul i dan j ………. 102
13. Structural Path Sektor Industri Makanan, Minuman dan Tembakau .... 179
14. Structural Path Sektor Perkebunan ………..………. 184
15. Structural Path Sektor Peternakan ... 188
16. Structural Path Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran ... 192
(18)
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Data untuk Pendugaan Model Struktur Output dan Tenaga Kerja ...… 234
2. Klasifikasi Sektor dalam Tabel Input-Output Tahun 1993 ……...… 235
3. Tabel IO Tahun 1993 Berdasarkan Transaksi Domestik Atas Harga Produsen (21x21 Sektor, Juta Rupiah) …………..……….………….. 236
4. Klasifikasi Sektor dalam Tabel Input-Output Tahun 2003 ….…...… 241
5. Tabel IO Tahun 2003 Berdasarkan Transaksi Domestik Atas Harga Produsen (21x21 Sektor, Juta Rupiah) ………..…….….. 242
6. Tabel SAM SAM Provinsi Jawa Barat Tahun 1993 (38x38 Sektor, Juta Rupiah) ……….……..………….………….. 247
7. Nilai Pengganda SAM Tahun 1993 (Juta Rupiah) ... 250
8. Nilai Pengganda Transfer SAM Tahun 1993 (Juta Rupiah) ... 253
9. Nilai Pengganda Open Loop SAM Tahun 1993 (Juta Rupiah) ... 256
10. Nilai Pengganda Closed Loop SAM Tahun 1993 (Juta Rupiah) ... 259
11. Tabel SAM SAM Tahun 2003 (Juta Rupiah) …... 262
12. Nilai Pengganda SAM Tahun 2003 (Juta Rupiah) ... 265
13. Nilai Pengganda Transfer SAM Tahun 2003 (Juta Rupiah) ... 268
14. Nilai Pengganda Open Loop SAM Tahun 2003 (Juta Rupiah) ... 271
15. Nilai Pengganda Closed Loop SAM Tahun 2003 (Juta Rupiah) ... 274 16. Koefisien Keterkaitan Menurut Sektoral Tahun 1993 dan 2003 ….… 277
(19)
1.1. Latar Belakang
Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki peran penting bagi perekonomian nasional. Berdasarkan sisi perekonomian secara makro, Jawa Barat memiliki kontribusi terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) nasional yang relatif besar. Berdasarkan harga konstan 1993, Jawa Barat memiliki kontribusi terhadap PDRB nasional rata-rata sebesar 16.35 persen sebelum masa krisis ekonomi, yaitu selama periode tahun 1997 (BPS, 1993-2003). Kontribusi tersebut cukup besar mengingat letak strategis wilayah Jawa Barat dibandingkan dengan total luas wilayah Indonesia. Berdasarkan kontribusi tersebut, Jawa Barat menempati posisi terbesar pertama. Kondisi ini mengindikasikan bahwa Jawa Barat secara ekonomi merupakan wilayah yang potensial menggerakkan ekonomi di Indonesia. Selain itu Jawa Barat memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi rata-rata sebesar 7.33 persen (berdasarkan harga konstan 1993) dalam periode yang sama, lebih besar dari tingkat pertumbuhan nasional rata-rata sebesar 7.00 persen, namun lebih rendah dari tingkat pertumbuhan DKI Jakarta rata-rata sebesar 8.02 persen. Kinerja ini dapat dicapai karena jumlah investasi yang besar dari proses industrialisasi yang berjalan dengan cepat sehingga terjadi perubahan struktural ekonomi Jawa Barat.
Pada tahun 1998, kontribusi Jawa Barat terhadap PDRB nasional menurun dan memiliki tingkat pertumbuhan mencapai -17.77 persen, lebih rendah dari pertumbuhan nasional sebesar -13.20 persen serta provinsi DKI Jakarta (-17.63 persen) dan Jawa Timur (-16.22 persen) sebagai pemberi kontribusi kedua dan
(20)
menunjukkan dampak yang lebih parah akibat kontraksi ekonomi tersebut. Dampak krisis yang besar di Jawa Barat menarik untuk diteliti karena daerah lain lebih rendah. Ini mungkin terjadi karena ekonomi Jawa Barat melompat ke industri lebih cepat sehingga ketika krisis ekonomi terjadi penurunnya sangat dramatik.
Mulai tahun 1999, secara berangsur-angsur pertumbuhan ekonomi Jawa Barat naik, namun kontribusinya terhadap PDRB nasional mengalami penurunan, yaitu berada di urutan ketiga setelah provinsi DKI dan Jawa Timur. Pertumbuhan Jawa Barat tahun 1999 masih bernilai negatif, akan tetapi tahun 2001-2003 menjadi positip berturut-turut sebesar 3.98, 3.93 dan 4.54 persen, lebih besar dari pertumbuhan nasional maupun dari kedua provinsi yang memberikan kontribusi terbesar pertama dan kedua terhadap PDRB nasional, yaitu DKI Jakarta dan Jawa Timur. Hal ini menggambarkan bahwa dengan kecenderungan membaik kembali perekonomian nasional pasca krisis ekonomi memberikan dampak peningkatan kembali perekonomian Jawa Barat.
Gambaran mengenai kontribusi terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) nasional dan tingkat pertumbuhan yang relatif besar sebagaimana telah diuraikan di atas menunjukkan peran Jawa Barat sebagai salah satu provinsi di Indonesia di satu sisi yang memiliki posisi cukup strategis dalam membangun perekonomian nasional. Di sisi lain, Jawa Barat memiliki letak geografis yang berbatasan langsung dengan DKI Jakarta yang memiliki fungsi sebagai daerah hinterland DKI. Sebagai hinterland Jawa Barat terkena eksternalitas positif dari berbagai aktivitas yang berkembang di DKI. Oleh karena itu ditinjau dari sudut
(21)
letak geografis dan “economies spillover effects positive” tersebut membuat posisi perekonomian Jawa Barat menjadi sangat penting bagi nasional. Dengan demikian atas beberapa alasan mendasar di atas, dalam studi ini mengambil Jawa Barat sebagai lokasi penelitian.
Kalau Jawa Barat dapat diambil menjadi lokasi penelitian, maka tidaklah mustahil bahwa studi ekonomi mengenai perubahan struktural ekonomi dan implikasinya dapat tercermin dalam ekonomi Jawa Barat. Dalam konteks ini sangat menarik untuk meneliti implikasi mendasar bagaimana sesungguhnya perubahan pertumbuhan ekonomi dan distribusi pendapatan yang terjadi sebagai hasil dari suatu proses industrialisasi. Secara normatif tujuan-tujuan ideal pembangunan ekonomi suatu daerah apabila pertumbuhan ekonomi diikuti oleh penciptaan lapangan kerja dan distribusi pendapatan yang lebih baik.
Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat yang tinggi selama periode Prakrisis diawali oleh besarnya kontribusi sektor primer (meliputi sektor : Pertanian dan Pertambangan dan Penggalian), kemudian secara perlahan berubah kepada sektor tersier (meliputi sektor : Listrik, Gas dan Air Bersih; Perdagangan, Hotel dan Restoran; Pengangkutan dan Komunikasi; Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan; dan Jasa-Jasa) dan sekunder (meliputi sektor : Industri Pengolahan dan Bangunan/Kontruksi). Perkembangan kontribusi ketiga sektor tersebut secara rinci dapat dilihat pada Gambar 1.
Berdasarkan Gambar 1 dapat dikemukakan bahwa tahun 1983, sektor primer memiliki kontribusi terbesar dalam perekonomian provinsi Jawa Barat, yaitu sebesar 44.36 persen dari total nilai PDRB provinsi Jawa Barat. Sedangkan
(22)
0 10 20 30 40 50
1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003
Primer Sekunder Tersier
Gambar 1. Kontribusi Sektor Primer, Sekunder dan Tersier Terhadap Total PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Harga Konstan 1993 Periode Tahun 1983-2003 (%)
Sumber : BPS, 1983-2003 (diolah kembali)
sektor sekunder dan tersier hanya menyumbang sebesar 20.24 dan 35.40 persen. Selanjutnya tahun 1986, sektor tersier merupakan sektor yang dominan karena memberikan kontribusi yang cukup besar, yaitu sebesar 43.41 persen, lebih tinggi dari sektor primer dan sekunder, yaitu masing-masing sebesar 31.09 dan 25.50 persen. Pemberi kontribusi terbesar sektor tersier adalah sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran, yaitu sebesar 20.88 persen. Kemudian, pada tahun 1996, sektor sekunder merupakan sektor yang dominan karena memberikan kontribusi yang cukup besar, yaitu sebesar 41.63 persen, lebih tinggi dari sektor primer dan tersier, yaitu masing-masing sebesar 18.95 dan 39.42 persen. Pemberi kontribusi terbesar sektor sekunder adalah sektor Industri Pengolahan, yaitu sebesar 35.33 persen.
Perkembangan ekonomi provinsi Jawa Barat yang didominasi oleh sektor Industri Pengolahan tidak terlepas dari “proximity”-nya terhadap ibukota, DKI Jakarta, yang memiliki jumlah investasi domestik dan asing yang
(23)
melimpah. Berkembangnya ekonomi provinsi Jawa Barat yang didorong sektor Industri tersebut selain dapat menciptakan pertumbuhan sudah barang tentu akan memberikan dampak pergeseran dalam memperoleh manfaat pembangunan antar kelompok masyarakat melalui lapangan kerja, pendapatan dan kekayaan.
Berdasarkan uraian di atas terlihat bahwa selama masa pembangunan ekonomi di provinsi Jawa Barat, yang ditunjukkan oleh perkembangan kontribusi sektoral terhadap PDRB total Jawa Barat, periode 1983-2003 telah memperlihatkan perubahan struktural atau transformasi struktural (structural transformation) ekonomi, yaitu bergesernya peranan relatif dari sektor primer ke sektor sekunder dan tersier. Sudah barang tentu perubahan struktural ekonomi tersebut akan membawa perubahan mendasar baik bagi pertumbuhan, kesempatan kerja dan pemerataan ekonomi lainnya. Nasoetion (1991) menyatakan bahwa transformasi struktural adalah gejala alamiah yang harus dialami oleh setiap perekonomian yang sedang tumbuh. Dengan demikian kebijaksanaan rekayasa perubahan struktural ditujukan untuk memaksimumkan dampak positip dari perubahan struktural tersebut.
Adanya perubahan struktural ekonomi tersebut akan memberikan dampak terhadap perubahan struktur perekonomian lainnya yang meliputi struktur permintaan barang dan jasa, struktur ekspor dan impor, struktur ketenagakerjaan, baik menurut sektor dan lapangan usaha maupun status dan jenis usaha, dan distribusi pendapatan (Chenery dan Syrquin, 1975 dalam Budiharsono, 1996 dan Djodjohadikusumo, 1994). Peningkatan pendapatan dan meningkatnya pemerataan pendapatan dapat merubah pola permintaan domestik dalam mengkonsumsi barang-barang Pertanian. Peningkatan pendapatan masyarakat
(24)
akan menggeser permintaan dari barang-barang Pertanian ke barang-barang non Pertanian (Industri Pengolahan dan Jasa). Perubahan pola permintaan akan mendorong terjadinya perubahan struktur produksi. Perubahan struktur produksi ditandai dengan terjadinya penurunan pangsa relatif sektor Pertanian terhadap PDRB. Penurunan pangsa ini mencerminkan relatif lambatnya peningkatan laju pertumbuhan produksi dan nilai PDRB sektor Pertanian terhadap sektor non Pertanian (Anwar, 1983). Perubahan struktur produksi akan mendorong terjadinya perubahan struktur tenaga kerja. Mobilisasi tenaga kerja melalui changing of occupations dari sektor Pertanian ke sektor Industri dan Jasa adalah sangat diperlukan untuk terjadinya perubahan struktural.
Perubahan struktural tidak akan mendorong permintaan jika hanya karena adanya peningkatan pendapatan tanpa disertai dengan perubahan distribusi pendapatan. Perubahan distribusi pendapatan menurut Kuznet cenderung akan mengikuti kurva U yang terbalik (Kuznet, 1945 dalam Todaro, 2000). Artinya dalam awal pembangunan, sejalan dengan pertumbuhan ekonomi distribusi pendapatan akan cenderung memburuk, kemudian terjadi perbaikan distribusi pendapatan dalam sistem perekonomian yang jauh lebih merata.
1.2. Perumusan Masalah
Kondisi perekonomian provinsi Jawa Barat sebagaimana dikemukan di atas menunjukkan telah terjadi pergeseran peran sektor primer ke sektor non primer, dalam hal ini adalah sektor sekunder dan tersier. Peran sektor sekunder tersebut dihasilkan dari besarnya kontribusi sektor Industri Pengolahan. Sebagaimana diketahui bahwa rata-rata kontribusi sektor Industri Pengolahan terhadap PDRB meningkat dari 22.52 persen (saat sebelum krisis ekonomi, tahun 1983-1996)
(25)
menjadi 39.07 persen (saat dan pasca krisis ekonomi, tahun 1997-2003). Sedangkan sektor Jasa rata-rata kontribusinya sedikit menurun dari 45.75 persen menjadi 41.99 persen pada rentang waktu yang sama. Berdasarkan gambaran tersebut dapat dinyatakan bahwa pergeseran peran sektor primer tersebut lebih banyak bergerak ke sektor Industri Pengolahan.
Besarnya kontribusi sektor Industri Pengolahan yang terjadi selama Prakrisis ekonomi ditunjang terbesar oleh kontribusi subsektor Industri Besar dan Menengah, yaitu sebesar rata-rata 85.90 persen. Subsektor Industri Besar dan Menengah tersebut lebih padat modal (capital intensive) dan menyerap bahan baku impor (Amir, 1999). Hal ini juga didukung hasil studi yang dilakukan oleh Siswanto, dkk. (2003) yang menyatakan bahwa berdasarkan perbandingan antara transaksi total dan domestik hampir sebagian komoditi-komoditi yang tergolong dalam subsektor Industri Besar dan Menengah memiliki indeks daya penyerapan (α) menjadi kurang dari 1, yang berarti subsektor tersebut kurang menyerap komoditi yang dihasilkan dari pasar domestik seperti penyediaan bahan baku. Hal ini menunjukkan ketergantungan provinsi Jawa Barat terhadap input bahan baku impor cukup besar.
Pesatnya jumlah Industri Pengolahan di Jawa Barat dari tahun 1970-an, sangat mungkin didominasi industri berbahan baku impor (bukan dari Jawa Barat dan daerah lain di Indonesia), sehingga industri ini bersifat “foot loose” industries. Keterkaitan Industri Pengolahan ke belakang (backward linkage) cukup lemah, sehingga secara umum dapat dikatakan sektor Pertanian kurang terkait dengan sektor Industri Pengolahan. Padahal sektor Industri Pengolahan yang berada pada daerah dimana ekonominya berbasis Pertanian, pada awal
(26)
industrialisasi, sejauh mungkin memanfaatkan bahan baku yang disediakan oleh sektor Pertanian, dengan demikian wacana penyerapan tenaga kerja yang lebih besar semakin dapat nyata. Sehubungan dengan itu perlu dipertanyakan seberapa besar keterkaitan antar sektor-sektor produksi?
Hasil studi Kartiwi (2003) mengungkapkan bahwa jumlah penyerapan tenaga kerja sektor Pertanian relatif jauh lebih besar jika dibandingkan dengan sektor Industri Pengolahan dan Jasa. Namun di sisi lain kontribusi sektor Pertanian terhadap PDRB relatif lebih kecil dibandingkan dengan sektor Industri Pengolahan dan Jasa. Berdasarkan gambaran tersebut menunjukkan bahwa perekonomian di proponsi Jawa Barat masih bersifat belum selaras. Artinya peningkatan output sektor Industri Pengolahan tidak diikuti oleh peningkatan penyerapan tenaga kerja yang lebih besar sekaligus, sebaliknya penurunan output sektor Pertanian tidak diikuti oleh penurunan penyerapan tenaga kerja yang lebih besar sekaligus. Seperti telah lama digambarkan oleh Lewis dalam Todaro (2000), perubahan struktural yang berhasil adalah kalau dapat mencerminkan keselarasan perubahan output dengan kesempatan kerja dan distribusi pendapatan yang lebih merata.
Kelihatannya pembangunan ekonomi Jawa Barat meningkatkan output di sektor Industri Pengolahan, namun tidak dapat menjadi patokan terhadap penyerapan tenaga kerja dan distribusi pendapatan. Oleh sebab itu penelitian akan fokus membahas perubahan struktural ekonomi tetapi sebagai faktor ”given” secara kritis dalam dua kerangka yaitu perubahan struktural itu sendiri dan kontribusi sektor ekonomi dalam kerangka perubahan struktural tersebut perlu dilakukan. Ditemukan secara teori dan beberapa studi yang mendukungnya bahwa dalam perubahan struktural ekonomi terdapat suatu pola yang menunjukkan
(27)
pendapatan per kapita, populasi, dan tingkat perdagangan luar negeri berpengaruh secara negatif terhadap penurunan sektor primer, dan positip terhadap sektor sekunder dan tersier, baik di sisi output maupun tenaga kerja.
Berdasarkan uraian di atas, titik pusat masalah pertanyaan penelitian selanjutnya ditujukan, Pertama, apakah perubahan struktural propinsi Jawa Barat, terutama ditinjau dari sisi output dan tenaga kerja, sesuai dengan pola normal, yaitu konsisten dengan teori dan studi-studi yang mendukungnya? Dan, Kedua, terkait dengan pertumbuhan yang menyebabkan perubahan struktural tersebut, faktor-faktor apa saja yang menjadi sumber pertumbuhan output dan tenaga kerja?
Dari segi kontribusi terhadap PDRB, sektor Industri pengolahan dan Jasa memang telah melampaui sektor Pertanian, akan tetapi dari segi penyerapan tenaga kerja sektor Pertanian masih berada di urutan kedua terbanyak. Idealnya, sejalan dengan pertumbuhan industri, absorbsi tenaga kerja meningkat agar dapat mengurangi beban padat penduduk dan tenaga kerja di sektor Pertanian. Sampai saat ini observasi tenaga kerja tidak sebagaimana diharapkan. Hal ini berimplikasi pada upah dan pendapatan sektor Pertanian relatif rendah dibandingkan dengan upah dan pendapatan sektor Industri pengolahan dan lainnya. Pada gilirannya, kondisi ini akan berdampak terhadap kesenjangan atau ketidakmerataan pendapatan rumahtangga antara golongan rumahtangga. Dengan demikian pertanyaan penelitian berikutnya yang tidak kalah penting diuji secara empiris adalah dengan adanya perubahan struktural ekonomi provinsi Jawa Barat, bagaimana distribusi pendapatan rumahtangga antara golongan rumahtangga?
(28)
Perubahan struktural ekonomi yang terjadi ditunjukkan secara alamiah oleh relatif lebih besar share kontribusi sektor Industri Pengolahan dan Jasa terhadap perekonomian, baik dari sisi output maupun tenaga kerja. Namun demikian keadaan itu belum menjamin adanya kemerataan distribusi pendapatan antar golongan rumahtangga. Padahal tujuan ideal pembangunan ekonomi apabila terjadi pertumbuhan ekonomi, yang menyertakan perubahan struktural ekonomi, diikuti juga oleh tingkat distribusi pendapatan yang lebih merata antar golongan rumahtangga. Dengan demikian sektor-sektor yang memiliki kontribusi relatif lebih besar setelah adanya perubahan struktural ekonomi dapat dikatakan sebagai sektor-sektor potensial apabila turut pula memberi kontribusi adanya kemerataan distribusi pendapatan antar golongan rumahtangga. Oleh karena itu sangat relevan pemberikan stimulus ekonomi, seperti peningkatan investasi, pengembangan ekspor dan stimulus lainnya, terhadap sektor-sektor potensial sebagai arah kebijakan dalam pengembangan ekonomi di masa mendatang. Dari uraian ini yang menjadi pertanyaan selanjutnya yang perlu dianalisis adalah : sektor-sektor apa yang potensial secara ekonomi di provinsi Jawa Barat? Sejauhmana dampak stimulus ekonomi terhadap output, kesempatan kerja dan pemerataan pendapatan rumahtangga dari masing-masing sektor tersebut? Dan sektor ekonomi manakah yang paling potensial mewujudkan output dan kesempatan kerja yang tinggi sekaligus distribusi pendapatan yang merata?
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Berangkat dari permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya, maka secara umum penelitian ini bertujuan menganalisis sumber pertumbuhan, keterkaitan dan
(29)
distribusi pendapatan dalam proses perubahan struktural provinsi Jawa Barat periode tahun 1993-2003. Secara spesifik bertujuan :
1. Menganalisis pola perubahan struktural ekonomi berdasarkan perubahan struktur output, tenaga kerja dan distribusi pendapatan antara golongan rumahtangga.
2. Menganalisis sumber-sumber pertumbuhan output ekonomi dan tenaga kerja yang menyertai pertumbuhan ekonomi tersebut.
3. Menganalisis keterkaitan ke belakang (backward linkage) dan ke depan (forwad linkage) antar sektor-sektor produksi.
4. Mengidentifikasi sektor-sektor ekonomi yang potensial.
5. Menganalisis dampak stimulus ekonomi terhadap output, kesempatan kerja dan distribusi pendapatan dari sektor-sektor ekonomi yang potensial.
Diharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi beragam stakeholders, terutama bagi pengambil keputusan dan kebijakan dalam pelaksanaan pembangunan ekonomi daerah provinsi Jawa Barat. Disamping itu juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan pembanding dan stimulus penelitian yang berhubungan dengan studi ini bagi pihak peneliti dan akademis.
1.4. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian adalah mencakup analisis sumber pertumbuhan, keterkaitan dan distribusi pendapatan dalam perubahan struktural provinsi Jawa Barat periode tahun 1993-2003. Dengan demikian cakupan dalam penelitian ini hanya melihat aspek makroekonomi regional. Dengan kata lain penelitian ini tidak melakukan analisis dari aspek mikroekonomi.
(30)
Analisis sumber pertumbuhan dalam studi ini lebih difokuskan pada pembahasan dari sisi permintaan baik domestik maupun luar negeri. Dalam studi ini permintaan domestik tersebut mencakup permintaan antara, konsumsi rumahtangga, pemerintah dan investasi, sedangkan permintaan luar negeri terdiri dari ekspor dan impor. Selanjutnya, distribusi pendapatan rumahtangga yang dikaji meliputi delapan golongan rumahtangga : buruh tani, pengusaha Pertanian, rendah di desa, peneriman pendapatan di desa, atas di desa, rendah di kota, penerima pendapatan di kota, dan atas di kota.
(31)
2.1. Perspektif Pembangunan Ekonomi
Sebagaimana diketahui semua negara di dunia kerap bekerja keras untuk melaksanakan pembangunan. Secara umum kemajuan ekonomi merupakan komponen utama pembangunan, namun bukan satu-satunya komponen. Todaro (2000) menyatakan bahwa pembangunan itu bukan hanya fenomena ekonomi, karena pada akhirnya proses pembangunan harus mampu membawa umat manusia melampaui pengutamaan materi dan aspek-aspek keuangan dari kehidupannya sehari-hari. Berdasarkan pengertian tersebut, proses pembangunan selain meningkatkan pendapatan dan output, juga berkenaan dengan serangkaian perubahan yang bersifat mendasar atas struktur-struktur kelembagaan, sosial, adminstrasi, sikap-sikap masyarakat dan bahkan seringkali juga menjangkau adat-istiadat, kebiasaan dan sistem kepercayaan yang hidup dalam masyarakat yang bersangkutan.
Pembahasan tentang pembangunan sebagai suatu disiplin ilmu tercakup dalam ilmu ekonomi pembangunan (development economics). Tujuannya mengacu pada masalah-masalah perkembangan ekonomi di negara-negara berkembang (Arndt, 1992; Arief, 1998; Todaro, 2000; dan Jhingan, 2003). Menurut Arief (1998) disiplin ekonomi pembangunan mulai berkembang di belahan dunia barat sejak PD II (Perang Dunia Kedua) berakhir. Namun menurut Arsyad (1999) Studi tentang pembangunan ekonomi sebenarnya bukanlah suatu perkembangan baru dalam disiplin ilmu ekonomi. Akan lebih tepat jika dikatakan bahwa analisis tentang pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh para ekonom
(32)
sekarang ini merupakan suatu “kebangkitan kembali” untuk memperhatikan masalah-masalah yang dianalisis para ekonom pada masa lalu.
Berdasarkan ilmu ekonomi pembangunan, telah diketahui bahwa dalam sejarah perekonomian terdapat berbagai mazhab yang memiliki pandangan yang berbeda terhadap konsep pembangunan ekonomi (Gillis et.al., 1992; Kasliwal, 1995; Hess and Ross, 1997; Todaro, 2000; dan Jhingan, 2003). Todaro (2000) menyatakan bahwa konsep pembangunan ekonomi pasca PD II didominasi oleh aliran pemikiran (yang bersaing satu sama lain) yang dikategorikan dalam empat pendekatan sebagai berikut :
1. Model-model pertumbuhan-bertahap-linier (linier-stage-of-growth model) 2. Kelompok teori dan pola-pola perubahan struktural (the structural change
theories and patterns)
3. Revolusi ketergantungan internasional (international dependence revolution) 4. Kontrarevolusi pasar bebas neoklasik (neoclassical free-market
counterrevolution)
Tahap-tahap pertumbuhan Rostow dan model pertumbuhan Harrod-Domar merupakan aliran pemikiran yang termasuk dalam pendekatan pertama. Menurut Todaro (2000) pendekatan tersebut, yang mengemuka pada dekade 1950 dan 1960-an, cenderung memandang proses pembangunan sebagai serangkaian tahapan pertumbuhan ekonomi yang berurutan, yang sudah barang tentu akan dialami oleh setiap negara yang menjalankan pembangunan. Pada dasarnya, pandangan ini merupakan suatu bentuk teori ekonomi yang menyoroti pembangunan sebagai paduan dan kuantitas tabungan nasional, penanaman modal dan bantuan asing dalam jumlah yang tepat. Faktor-faktor itu sedapat mungkin
(33)
harus diupayakan serta diadakan oleh negara-negara dunia ketiga agar dapat menapaki jalur-jalur pertumbuhan ekonomi modern yang menurut sejarahnya telah dilalui dengan sukses oleh negara-negara yang sekarang terlihat maju.
Aliran pemikiran yang dikategorikan dalam pendekatan kedua (yang berlaku pada dekade 1970-an) didukung oleh ekonom-ekonom yang sangat terkemuka seperti W. Arthur Lewis, yang terkenal dengan model teoretisnya tentang “surplus tenaga kerja dua sektor (two sector surplus labor)”, dan H.B. Chenery, yang sangat terkenal dengan analisis empirisnya tentang “pola-pola pembangunan (patterns of development)”. Aliran pemikiran ini menitikberatkan pada teori dan pola perubahan struktural. Kemudian mereka menggunakan teori-teori ekonomi modern dan analisis statistik guna melukiskan proses struktural internal yang harus dialami oleh negara-negara berkembang agar mampu dan berhasil menciptakan serta sekaligus memperlihatkan pertumbuhan ekonominya yang cepat.
Aliran pemikiran yang dikategorikan dalam pendekatan ketiga sebenarnya terpecah menjadi sejumlah besar aliran, namun demikian menurut Todaro (2000) hal itu dapat dikelompokkan ke dalam tiga aliran pemikiran, yaitu : (1) model ketergantungan neokolonial (neocolonial dependence model), (2) model paradigma palsu (false-paradigm model), dan (3) tesis pembangunan-dualistik (dualistic-development thesis). Aliran tersebut bersifat radikal dan lebih berorientasi politik. Revolusi pendekatan ini memandang keterbelakangan negara-negara berkembang sebagai akibat pola hubungan kekuasaan internasional yang tidak adil, dimana dalam menjalankan operasinya juga dibantu oleh segmen-segmen domestik tertentu. Aspek-aspek kelembagaan dan ekonomi dari pola hubungan itu dianggap sangat ketat sehingga sulit diubah. Sebagai akibatnya,
(34)
perekonomian dan masyarakat, baik dalam skala domestik maupun internasional, yang bersifat dualistik (saling bertentangan) semakin banyak bermunculan. Teori-teori ketergantungan cenderung untuk menekankan keberadaan dan bahaya kendala-kendala institusional, baik itu yang bersifat internal maupun eksternal yang kesemuanya berdimensikan politik terhadap keseluruhan pelaksanaan proses pembangunan ekononomi. Disadari atau tidak, batasan atau kendala-kendala institusional itu senantiasa menghalangi upaya sebagian besar negara-negara berkembang dalam meraih kemajuan ekonomi. Teori ini menaruh perhatian utama terhadap pentingnya menyusun kebijakan baru untuk menghapuskan kemiskinan secara total, menyediakan kesempatan kerja yang lebih bervariasi dan mengurangi ketimpangan distribusi pendapatan. Menurut pendekatan ini, tujuan tersebut dan tujuan-tujuan lainnya yang bersifat egalitarian hanya akan berhasil dicapai dalam suatu konteks lingkup perekonomian yang sehat dan berkembang pesat. Akan tetapi teori ini cenderung menyangsikan bahwasanya pertumbuhan ekonomi akan dapat diraih melalui cara-cara yang dianjurkan secara gencar oleh model-model pertumbuhan bertahap linier maupun teori-teori perubahan struktural.
Sepanjang dekade 1980-an nyaris yang paling menonjol adalah pendekatan yang keempat. Kontrarevolusi neoklasik (seringkali disebut neoliberal) dalam pemikiran ekonomi ini menekankan pada peranan menguntungkan yang dimainkan oleh pasar-pasar bebas, perekonomian terbuka dan swastanisasi perusahaan- perusahaan milik pemerintah atau negara yang kebanyakan memang tidak efisien dan boros. Menurut teori ini, kegagalan pembangunan tidak disebabkan oleh kekuatan-kekuatan eksternal maupun internal sebagaimana diyakini oleh para tokoh teoretis ketergantungan, melainkan
(35)
diakibatkan oleh terlalu banyaknya campur tangan dan regulasi pemerintah dalam kehidupan perekonomian nasional.
Akhimya, pada penghujung dekade 1980-an dan awal dekade 1990-an, sejumlah kecil ekonom neoklasik dan institusional mulai mengembangkan apa yang kemudian menjadi pendekatan kelima, yakni yang disebut-sebut sebagai teori baru pertumbuhan ekonomi. Teori ini mencoba memodifikasikan dan mengembangkan teori pertumbuhan tradisional sedemikian rupa sehingga ia dapat menjelaskan mengapa ada sebagian negara yang mampu berkembang begitu cepat sedangkan yang lain begitu sulit atau bahkan mengalami stagnasi (kemacetan). Teori baru ini juga bermaksud menjelaskan mengapa meskipun konsep-konsep neoklasik seperti pasar bebas dan otonomi sektor swasta begitu gencar didengungkan, tetapi peranan pemerintah dalam keseluruhan proses pembangunan masih tetap sangat besar.
2.2. Teori Perubahan Struktural
Pada bagian ini akan dipaparkan secara mendalam teori perubahan struktural ekonomi. Hal tersebut dilakukan mengingat teori perubahan strukural akan menjadi pegangan atau pijakan utama dalam penelitian ini. Sebagaimana telah dikemukakan di atas, aliran pendekatan perubahan struktural ini didukung teoritis W. Arthur Lewis yang dikenal dengan model tentang “surplus tenaga kerja dua sektor (two sector surplus labor)”, dan H.B. Chenery, yang sangat terkenal dengan analisis empirisnya tentang “pola-pola pembangunan (patterns of development)”.
(36)
Salah satu model teoritis tentang pembangunan yang paling terkenal, yang memusatkan perhatian pada transformasi struktural (structural transformation) suatu perekonomian subsisten, mula-mula dirumuskan oleh W. Arthur Lewis, salah satu ekonom besar dan penerima Hadiah Nobel, pada pertengahan dekade 1950-an, dan kemudian diubah, diformalkan dan dikembangkan lebih lanjut oleh John Fei dan Gustav Ranis. Pada dasarnya, teori tersebut membahas proses pembangunan di negara-negara Dunia Ketiga yang mengalami kelebihan penawaran tenaga kerja selama akhir dekade 1960-an dan dekade 1970-an.
Menurut model pembangunan Lewis, perekonomian terdiri dari dua sektor, yaitu : (1) sektor tradisional, yaitu sektor pedesaan subsisten yang kelebihan penduduk dan ditandai dengan produktivitas marjinal tenaga kerja sama dengan nol, dimana situasi yang memungkinkan Lewis untuk mendefinisikan kondisi surplus tenaga kerja (surplus labor) sebagai suatu fakta bahwa sebagian tenaga kerja tersebut ditarik dari sektor pertanian dan sektor itu tidak akan kehilangan outputnya sedikit pun, dan (2) sektor industri perkotaan modern yang tingkat produktivitasnya tinggi dan menjadi tempat penampungan tenaga kerja yang ditransfer sedikit demi sedikit dari sektor subsisten.
Perhatian utama dari model tersebut diarahkan pada terjadinya proses pengalihan tenaga kerja, serta pertumbuhan output dan peningkatan penyerapan tenaga kerja di sektor yang modern. Pengalihan tenaga kerja dan pertumbuhan kesempatan kerja tersebut dimungkinkan oleh adanya perluasan output pada sektor modern tersebut. Adapun laju atau kecepatan terjadinya perluasan tersebut ditentukan oleh tingkat investasi di bidang industri dan akumulasi modal secara keseluruhan di sektor modern. Peningkatan investasi itu sendiri dimungkinkan
(37)
oleh adanya kelebihan keuntungan sektor modern dari selisih upah, dengan asumsi bahwa para kapitalis yang berkecimpung dalam sektor modern tersebut bersedia menanamkan kembali seluruh keuntungannya. Yang terakhir, tingkat upah di sektor industri perkotaan (sektor modern) diasumsikan konstan dan, berdasarkan suatu premis tertentu, jumlahnya ditetapkan melebihi tingkat rata-rata upah di sektor pertanian subsisten tradisional. (Lewis berasumsi bahwasanya tingkat upah di daerah perkotaan sekurang-kurangnya harus 30 persen lebih tinggi daripada rata-rata pendapatan di daerah-daerah pedesaan untuk memaksa para pekeja pindah dari desa-desa asalnya ke kota-kota). Pada tingkat upah di daerah perkotaan yang konstan, maka kurva penawaran tenaga kerja pedesaan dianggap elastis sempurna.
Gambar 2 mengilustrasikan pertumbuhan sektor modern dari model perekonomian dua sektor rumusan Lewis. Sektor pertama, yakni sektor pertanian subsisten tradisional digambarkan pada dua gambar sebelah kanan. Kurva sebelah kanan atas memperlihatkan bagaimana produksi pangan subsisten semakin sulit mengimbangi kenaikan input tenaga kerja. Ini khas fungsi produksi (production function) sektor pertanian, di mana total output atau produk (TPA) berupa bahan pangan ditentukan oleh perubahan satu-satunya variabel input, yakni input tenaga kerja (LA), sedangkan input modal, KA, dan teknologi, tA diasumsikan tidak mengalami perubahan apa pun. Pada kurva kanan bawah menunjukkan kurva produktivitas tenaga kerja marjinal atau MPLA dan kurva produktivitas tenaga kerja rata-rataatau APLA yang merupakan turunan dari kurva produksi total yang ditunjukkan tepat di atasnya. Kuantitas tenaga kerja pertanian (QLA) yang tersedia pada kedua sumbu horisontal dan dinyatakan dalam "jutaan" tenaga kerja.
(38)
Lewis mengemukakan bahwa dalam suatu perekonomian terbelakang, 80 persen hingga 90 persen angkatan kerjanya terkumpul di daerah-daerah pedesaan serta menggeluti pekerjaan di sektor pertanian.
Gambar 2. Pertumbuhan Ekonomi Model W. Arthur Lewis Sumber : Todaro, 2000.
Lewis mengemukakan dua asumsi perihal sektor tradisional. Yang pertama adalah adanya surplus tenaga kerja, atau MPLA, sama dengan nol. Kedua, bahwasanya semua pekerja di daerah pedesaan menghasilkan output yang sama sehingga tingkat upah riil di daerah pedesaan ditentukan oleh produktivitas tenaga
(39)
kerja rata-rata, bukannya produktivitas tenaga kerja marjinal (seperti pada sektor modern). Menurutnya diasumsikan bahwa ada sejumlah LA tenaga kerja pertanian yang menghasilkan produk pangan hingga sebanyak TPA, dan masing-masing tenaga kerja menghasilkan output pangan dalam jumlah yang persis sama, yakni sebanyak WA (ini sama dengan hasil hitungan TPA/LA). Produktivitas marjinal tenaga kerja sebanyak LA tersebut sama dengan nol, sebagaimana terlihat pada kurva di sebelah kiri bawah, dan oleh karenanya, asumsi surplus tenaga kerja berlaku pada seluruh pekerja yang melebihi LA(perhatikan kurva TPAberbentuk horisontal setelah melewati jumlah pekerja LA pada diagram kanan atas). Inilah sumber atau pijakan asumsi surplus tenaga kerja itu.
Kemudian kurva di sebelah kiri atas menunjukkan kurva-kurva produksi total (fungsi produksi) untuk sektor industri modern. Berdasarkan hal itu tingkat output, dari barang-barang manufaktur atau (TPM), merupakan fungsi dari variabel input tenaga kerja, LM, dengan catatan stok modal (K ) dan teknologi (M tM) sama sekali tidak berubah. Pada sumbu horisontal, kuantitas tenaga kerja yang dikerahkan untuk menghasilkan sejumlah output, misalnya TPM1, dengan stok modal KM1, dinyatakan dalam ribuan dari pekerja perkotaan L1. Kemudian dalam model Lewis, stok modal di sektor modern dimungkinkan untuk bertambah dari KM1 ke KM2, dan ke KM3, sehubungan dengan adanya kegiatan reinvestasi dan pertumbuhan sektor industri modern. Seperti digambarkan pada diagram sebelah kiri atas, hal tersebut akan menggeser kurva total produk ke atas, dari ke TPM (KM1) berubah ke TPM (KM2) dan akhimya ke TPM (KM3). Hal itu menunjukkan proses yang akan menghasilkan keuntungan para kapitalis ini dari investasi ulang dan pertumbuhan. Berdasarkan hal tersebut didapati kurva-kurva produksi tenaga
(40)
kerja marjinal dari sektor modern yang merupakan turunan dari kurva-kurva TPM pada kurva tepat di atasnya. Dengan asumsi bahwa pasar tenaga kerja sektor modern itu kompetitif sempurna, maka kurva-kurva produksi marjinal itulah yang menentukan besar-kecilnya tingkat permintaan yang aktual akan tenaga kerja. Sebagaimana terlihat pada kurva-kurva sebelah bawah Gambar 2a dan Gambar 2b, WA memperlihatkan tingkat rata-rata pendapatan riil dari sektor ekonomi subsisten tradisional di daerah-daerah pedesaan. Dengan demikian, WM pada Gambar 2a memperlihatkan tingkat upah riil pada sektor kapitalis modern. Pada tingkat upah itu, penawaran tenaga kerja pedesaan diasumsikan tidak terbatas atau elastis sempurna yang diperlihatkan oleh kurva penawaran tenaga kerja horisontal WMSL. Dengan kata lain, Lewis mengasumsikan bahwasanya pada tingkat upah di perkotaan sebesar WM yang jauh lebih tinggi daripada tingkat pendapatan pedesaan WM, para penyedia lapangan kerja di sektor modern dapat merekrut tenaga kerja pedesaan sebanyak yang mereka perlukan tanpa harus merasa khawatir bahwa tingkat upah akan meningkat. (Perhatikan bahwa kuantitas tenaga kerja di sektor pedesaan pada Gamar 2b dinyatakan dalam jutaan, sedangkan di sektor modern perkotaan pada Gambar 2a dinyatakan dalam ribuan).
Pada tahap awal pertumbuhan sektor modern dengan penawaran modal KM1, yang jumlahnya tetap dan sudah tertentu, kurva permintaan terhadap tenaga kerja semata-mata ditentukan oleh penurunan produk marjinal para tenaga kerja, seperti ditunjukkan oleh kurva D1(KM1) yang mempunyai kemiringan negatif (lihat kurva sebelah kiri bawah). Karena para produsen di sektor modern selalu berusaha memaksimumkan keuntungan dan mereka diasumsikan akan terus merekrut tenaga kerja sampai ke titik di mana produk fisik marjinal (marginal
(41)
physical product) sama persis dengan upah riil (yaitu, titik F yang merupakan perpotongan antara kurva permintaan dan penawaran tenaga kerja), kesempatan kerja di sektor modern akan sama dengan L1. Total output sektor modern (TPMl), ditunjukkan oleh bidang yang dibatasi oleh titik-titik 0D1FL1, dengan total tenaga kerja L1. Dari bidang itu, keuntungan total yang diterima oleh para pengusaha (kapitalis) di sektor modern ditunjukkan dengan WMD1F. Menurut Lewis diasumsikan bahwa semua keuntungan tersebut akan ditanamkan kembali sehingga memperbesar stok modal (dari KM1 menjadi KM2) menyebabkan kurva produk secara keseluruhan pada sektor modern meningkat menjadi TPM (KM2) yang pada gilirannya akan mengakibatkan terus meningkatnya kurva permintaan tenaga kerja karena pergeseran produk marjinal tenaga kerja. Pergeseran kurva permintaan tenaga kerja ke arah luar dalam gambar ditunjukkan oleh garis D2 (KM2) pada Gambar 2a sebelah bawah. Dari hasil ini diperoleh suatu titik keseimbangan baru tentang tingkat penyerapan tenaga kerja di sektor modern yang ditunjukkan oleh G dengan jumlah tenaga kerja yang dikerahkan pada L2. Jumlah output meningkat menjadi TPM2 atau ditunjukkan oleh bidang 0D2GL2, dengan jumlah upah para pekerja dan keuntungan para pengusaha meningkat menjadi masing-masing 0WMGL2 dan WMD2G. Sekali lagi, keuntungan (WMD2G) yang lebih besar ini akan ditanamkan kembali, dan akan meningkatkan jumlah stok kapital ke KM3, yang akan menggeser kurva produk dan permintaan tenaga kerja masing-masing ke TPM (KM3) dan ke D3 (KM3), serta menaikkan tingkat penyerapan tenaga kerja sektor modern ke L3.
Rangkaian proses pertumbuhan berkesinambungan (self-sustaininggrowth) atas sektor modern dan perluasan kesempatan kerja tersebut di atas, diasumsikan akan terus berlangsung sampai semua surplus tenaga kerja pedesaan diserap habis
(42)
oleh sektor industri. Selanjutnya, tenaga kerja tambahan yang berikutnya hanya dapat ditarik dari sektor pertanian dengan biaya yang lebih tinggi karena hal tersebut pasti akan mengakibatkan merosotnya produksi pangan. Hanya penurunan rasio tenaga kerja terhadap tanah secara drastis sajalah yang akan mampu membuat produk marjinal tenaga kerja desa menjadi tidak sama dengan nol lagi. Dengan demikian, ketika tingkat upah serta kesempatan kerja di sektor modern terus mengalami pertumbuhan, maka kemiringan kurva penawaran tenaga kerja bernilai positif. Transforrnasi struktural perekonomian dengan sendirinya akan menjadi suatu kenyataan dan perekonomian pun pada akhimya pasti beralih dari perekonomian pertanian tradisional yang berpusat di daerah pedesaan menjadi sebuah perekonomian industri modern yang berorientasikan kepada pola kehidupan perkotaan.
Meskipun model dua sektor Lewis ini cukup lugas dan jelas, serta secara umum sudah sesuai dengan pengalaman sejarah pertumbuhan ekonomi modern negara-negara Barat, namun menurut Todaro (2000) tiga dari asumsi-asumsi utamanya ternyata sama sekali tidak cocok dengan kenyataan institusional dan ekonomis di sebagian besar negara-negara Dunia Ketiga sekarang ini.
Pertama, model ini secara implisit mengasumsikan bahwa tingkat pengalihan tenaga kerja dan penciptaan kesempatan kerja di sektor modern pasti sebanding dengan tingkat akumulasi modal sektor modern. Semakin cepat tingkat akumulasi modalnya, maka akan semakin tinggi tingkat pertumbuhan sektor modern dan semakin cepat pula penciptaan lapangan kerja baru. Akan tetapi, apa yang akan terjadi seandainya keuntungan para kapitalis tersebut justru diinvestasikan kembali dalam bentuk barang-barang modal yang lebih canggih
(43)
dan lebih hemat tenaga kerja (capital intensive)? Gambar 3 mengembangkan Gambar 2a di sebelah bawah, dan terlihat bahwa kurva permintaan tanaga kerja tidak lagi bergeser ke luar, akan tetapi bersilang. Kurva permintaan D2 (KM2) miring lebih negatif daripada D2 (WMI) untuk menunjukkan fakta bahwa tambahan stok modal, yang dimanfaatkan kemajuan teknologi hemat tenaga kerja, yaitu teknologi KM2 yang hanya memerlukan lebih sedikit tenaga kerja bagi setiap unit output daripada teknologi yang sebelumnya, yakni KM1.
Terlihat jelas bahwa, meskipun jumlah output telah meningkat sangat besar (yaitu, 0D2EL1 yang jau lebih besar daripada 0D1EL1) akan tetapi upah keseluruhan (0WMEL1) dan kesempatan kerja (L1) tetap saja tidak berubah. Semua output tambahan diterima oleh para pengusaha (kapitalis) itu dalam bentuk peningkatan keuntungan. Dengan demikian Gambar 3 menujukkan apa yang oleh sementara pengamat disebut sebagai pertumbuhan ekonomi yang antipembangunan (antidevelopmental etonomic growth), yaitu semua tambahan pendapatan dan pertumbuhan output hanya akan dibagikan kepada sekelompok kecil pemilik modal, sedangkan tingkat pendapatan dan kesempatan kerja dari sebagian besar tenaga kela justru tidak akan mengalami peningkatan yang berarti.
Kedua, asumsi yang sering dan patut dipersoalkan dari model tersebut adalah adanya dugaan bahwa di pedesaan terjadi kelebihan tenaga kerja, sedangkan di daerah perkotaan terjadi penyerapan faktor-faktor produksi secara optimal (full employment). Namun sebagian besar penelitian ternyata menunjukkan bahwa keadaan yang sebaliknyalah yang lebih mungkin terjadi di negara-negara Dunia Ketiga (yaitu, jumlah pengangguran di perkotaan cukup besar tetapi hanya sedikit surplus tenaga kerja di pedesaan). Dugaan tersebut
(44)
sampai batas tertentu memang masih bisa diterima semata-mata karena adanya dua pengecualian terhadap kenyataan yang baru saja disebutkan, yaitu adanya arus pekerja musiman dan perpindahan permanen penduduk secara geografis (misalnya saja, di beberapa tempat di anak benua Asia dan di berbagai daerah yang terisolasi di Amerika Latin, di mana kepemilikan tanahnya sangat tidak merata). Akan tetapi, para ahli ekonomi pembangunan pada saat ini, pada umumnya kelihatan telah sepakat bahwa asumsi surplus tenaga kerja di perkotaan secara empiris lebih sahih daripada asumsi sebaliknya yang dikemukakan oleh Lewis.
Gambar 3. Modifikasi Model Lewis yang Menunjukkan Tambahan Stok Modal yang Bersifat Capital Intensive
Sumber : Todaro, 2000.
Ketiga, asumsi dugaan tentang pasar tenaga kerja yang kompetitif di sektor modern akan menjamin keberadaan upah riil di perkotaan yang konstan sampai pada suatu titik dimana surplus penawaran tenaga kerja habis terpakai adalah tidak dapat diterima. Berdasarkan bukti empiris ditunjukkan bahwa sebelum tahun
(45)
1980-an tingkat upah pasar tenaga kerja perkotaan di hampir semua negara sedang berkembang adalah cenderung meningkat sangat besar dari waktu ke waktu, baik secara absolut maupun secara relatif, apabila dibandingkan dengan rata-rata pendapatan di daerah pedesaan. Kecenderungan tetap terjadi sekalipun ada kenaikan tingkat pengangguran di sektor modern dan produktivitas marjinal yang rendah atau nol di sektor pertanian. Faktor-faktor kelembagaan cenderung untuk menghapuskan atau meniadakan kekuatan-kekuatan kompetitif yang terjadi di pasar tenaga kerja sektor modern di negara-negara Dunia Ketiga.
2.2.2. Model Pola-Pola Pembangunan
Sama halnya, dengan model yang disusun oleh Lewis, analisis pola pembangunan (patterns-of-development analysis) juga memusatkan perhatiannya pada proses yang mengubah struktur ekonomi, industri dan kelembagaan secara bertahap pada suatu perekonomian yang terbelakang, sehingga memungkinkan tampilnya industri-industri baru untuk menggantikan kedudukan sektor pertanian sebagai penggerak roda pembangunan. Namun, berlainan dengan model Lewis, pola atau teori ini menyatakan bahwa peningkatan tabungan dan investasi merupakan syarat yang harus dipenuhi, akan tetapi tidak akan memadai jika harus berdiri sendiri (necessary but not sufficient conditions) dalam memacu pertumbuhan ekonomi. Pola ini juga mensyaratkan bahwa selain akumulasi modal untuk pengadaan sumber daya fisik maupun sumber daya manusia, diperlukan juga suatu rangkaian perubahan yang saling berkaitan dalam struktur perekonomian negara yang bersangkutan demi terselenggaranya transisi yang bersifat mendasar dari sistem ekonomi tradisional ke sistem ekonomi modern. Perubahan-perubahan yang bersifat struktural ini melibatkan seluruh fungsi
(46)
ekonomi termasuk transformasi produksi dan perubahan komposisi permintaan konsumen, perdagangan intemasional dan sumber daya, serta perubahan dalam faktor-faktor sosioekonomi seperti proses urbanisasi, pertumbuhan dan sebaran/distribusi penduduk di negara yang bersangkutan.
Model perubahan struktural yang paling terkenal dalam hal ini adalah model yang disusun oleh Hollis B. Chenery, seorang ekonom terkemuka dari Universitas Harvard. Chenery sendiri mendasarkan perumusan model perubahan strukturalnya pada serangkaian penelitian empiris, dimana dia secara khusus mengadakan penelitian untuk menyelidiki pola-pola pembangunan di sejumlah negara-negara dunia ketiga selama kurun waktu pasca perang dunia kedua.
Rangkaian penelitian empiris yang dilakukan oleh pakar ekonomi tersebut dilakukan secara cross sectional (antarnegara pada periode tertentu) maupun antarwaktu (secara khusus, meliputi sejumlah negara tertentu sepanjang kurun waktu yang cukup panjang). Dia mengambil negara-negara berkembang dengan berbagai tingkat pendapatan sebagai bahan studi guna mengidentifikasi karakteristik-karakteristik yang sekiranya berpengaruh besar terhadap keberhasilan proses pembangunan mereka. Faktor-faktor yang didapatinya penting antara lain adalah kelancaran transisi dari pola perekonomian agraris ke perekonomian industri, kesinambungan akumulasi modal fisik dan manusia, perubahan jenis permintaan konsumen dari produk kebutuhan pokok ke berbagai macam barang dan jasa, perkembangan daerah perkotaan terutama pusat-pusat industri berkat migrasi para pencari kerja dari daerah-daerah pertanian di pedesaan dan kota-kota kecil, serta pengurangan jumlah anggota dalam setiap keluarga dan kenaikan populasi pada umumnya karena anak sudah tidak lagi
(1)
Lampiran 14. Lanjutan
Sektor Produksu Industri Lstrk, Gas
& Air
Bersih Bangunan Prdgngn
Hotel & Restoran
Pngngktn & Kmnks
Keuangan, Prswn &
J. Prshaan Jasa-Jasa Brng Mrl
Bkn Lgm
Lgm Dsr & B.Lgm
Pengolahan Lainnya
27 28 29 30 31 32 33 34 35 1 0.0129 0.0201 0.0315 0.0096 0.0042 0.0042 0.0015 0.0075 0.0041
2 0.2053 0.2239 0.0683 0.0956 0.0174 0.0382 0.0096 0.0349 0.0368
3 0.0343 0.0306 0.1063 0.2149 0.2234 0.1720 0.1729 0.4808 0.0411
4 0.5100 0.4586 0.4970 0.3793 0.6075 0.5007 0.6502 0.3002 0.1699
5 0.0116 0.0120 0.0075 0.0085 0.0072 0.0067 0.0067 0.0085 0.0030
6 0.0166 0.0173 0.0155 0.0267 0.0235 0.0197 0.0185 0.0477 0.0065
7 0.0441 0.0481 0.0289 0.0415 0.0277 0.0261 0.0208 0.0570 0.0119
8 0.0078 0.0078 0.0066 0.0084 0.0084 0.0072 0.0075 0.0120 0.0026
9 0.0298 0.0322 0.0144 0.0222 0.0122 0.0128 0.0091 0.0248 0.0069
10 0.0397 0.0446 0.0285 0.0338 0.0204 0.0200 0.0148 0.0423 0.0102
11 0.0291 0.0312 0.0155 0.0211 0.0128 0.0130 0.0102 0.0223 0.0068
12 0.0679 0.0751 0.0335 0.0413 0.0165 0.0206 0.0113 0.0339 0.0142
13 0.0204 0.0182 0.0631 0.1276 0.1327 0.1022 0.1027 0.2855 0.0244
14 0.0035 0.0031 0.0068 0.0114 0.0126 0.0098 0.0104 0.0235 0.0025
15 0.0738 0.0663 0.0723 0.0560 0.0890 0.0733 0.0948 0.0462 0.0248
16 0.0047 0.0043 0.0047 0.0036 0.0057 0.0047 0.0061 0.0030 0.0016
17 0.0345 0.0310 0.0337 0.0259 0.0413 0.0340 0.0441 0.0209 0.0115
18 0.0033 0.0030 0.0033 0.0025 0.0040 0.0033 0.0043 0.0020 0.0011
19 0.0128 0.0115 0.0125 0.0096 0.0153 0.0126 0.0164 0.0078 0.0043
20 0.0404 0.0363 0.0398 0.0312 0.0492 0.0405 0.0523 0.0265 0.0136
21 0.1050 0.0944 0.1027 0.0791 0.1260 0.1038 0.1345 0.0642 0.0351
22 0.0854 0.0767 0.0835 0.0644 0.1026 0.0845 0.1095 0.0526 0.0286
23 0.0161 0.0145 0.0158 0.0123 0.0195 0.0160 0.0208 0.0103 0.0054
24 0.0099 0.0089 0.0098 0.0079 0.0123 0.0101 0.0130 0.0070 0.0034
25 0.0473 0.0425 0.0465 0.0362 0.0574 0.0472 0.0610 0.0304 0.0159
26 0.0207 0.0186 0.0204 0.0158 0.0251 0.0206 0.0267 0.0131 0.0070
27 0.0056 0.0051 0.0056 0.0045 0.0070 0.0058 0.0074 0.0041 0.0019
28 0.0684 0.0615 0.0710 0.0622 0.0924 0.0755 0.0950 0.0679 0.0246
29 0.0053 0.0047 0.0053 0.0044 0.0067 0.0055 0.0070 0.0042 0.0018
30 0.0281 0.0252 0.0276 0.0215 0.0340 0.0280 0.0362 0.0181 0.0094
31 0.0116 0.0105 0.0154 0.0191 0.0240 0.0191 0.0220 0.0323 0.0055
32 0.1302 0.1171 0.1281 0.0998 0.1580 0.1300 0.1681 0.0840 0.0439
33 0.0278 0.0250 0.0274 0.0215 0.0339 0.0279 0.0360 0.0185 0.0094
34 0.0201 0.0181 0.0200 0.0161 0.0251 0.0206 0.0264 0.0147 0.0069
(2)
Lampiran 15. Nilai Pengganda
Closed Loop
SAM Tahun 2003 (35 x 35 sektor)
F.Produksi Tenaga Kerja
Modal
Rumah
Pertanian Industri Lainnya
Buruh Tani
Pengusaha Pertanian
G.Rendah Di Desa
P.Pndptn. Di Desa
G. Atas Di Desa
G.Rendah Di Kota
P.Pndptn. Di Kota
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Faktor
Produksi
Tenaga
Kerja
Pertanian 1 0.0528 0.0759 0.0620 0.0840 0.0731 0.0805 0.0751 0.0723 0.0770 0.0565 0.0445
Industri 2 0.0960 0.1384 0.1118 0.1453 0.1261 0.1390 0.1296 0.1248 0.1329 0.0976 0.0769
Lainnya 3 0.0738 0.1072 0.0859 0.1103 0.0956 0.1054 0.0983 0.0947 0.1009 0.0740 0.0583
Modal 4 0.4578 0.6631 0.5369 0.7056 0.6126 0.6753 0.6295 0.6067 0.6460 0.4741 0.3737
Institusi
R.
Tangga
B. Tani 5 0.0091 0.0131 0.0123 0.0229 0.0201 0.0223 0.0208 0.0200 0.0216 0.0159 0.0125
Peng. Pertanian 6 0.0150 0.0217 0.0202 0.0373 0.0331 0.0368 0.0341 0.0334 0.0360 0.0265 0.0212
G. Rendah di Desa 7 0.0339 0.0490 0.0456 0.0862 0.0752 0.0835 0.0779 0.0744 0.0809 0.0597 0.0466
P.Pendapatan di Desa 8 0.0067 0.0097 0.0092 0.0170 0.0150 0.0166 0.0154 0.0150 0.0161 0.0118 0.0094
G. Atas Desa 9 0.0173 0.0250 0.0230 0.0435 0.0380 0.0427 0.0395 0.0382 0.0418 0.0308 0.0242
G. Rendah di Kota 10 0.0373 0.0538 0.0503 0.0960 0.0832 0.0916 0.0860 0.0809 0.0877 0.0649 0.0500
P.Pendapatan di Kota 11 0.0187 0.0270 0.0250 0.0473 0.0413 0.0461 0.0428 0.0411 0.0448 0.0330 0.0258
G. Atas Kota 12 0.0458 0.0661 0.0611 0.1171 0.1013 0.1128 0.1053 0.0997 0.1088 0.0805 0.0621
Perusahaan 13 0.0442 0.0642 0.0609 0.1089 0.0989 0.1086 0.1007 0.1007 0.1072 0.0784 0.0647
Pemerintah 14 0.0072 0.0105 0.0103 0.0182 0.0162 0.0178 0.0166 0.0162 0.0173 0.0127 0.0102
Sektor
Produksi
Tanaman Bahan Makanan 15 0.0796 0.1153 0.1142 0.2036 0.1790 0.1973 0.1839 0.1771 0.1885 0.1383 0.1089
Perkebunan 16 0.0052 0.0075 0.0074 0.0132 0.0116 0.0128 0.0120 0.0115 0.0123 0.0090 0.0071
Peternakan 17 0.0369 0.0534 0.0529 0.0944 0.0830 0.0914 0.0852 0.0821 0.0873 0.0641 0.0505
Kehutanan 18 0.0037 0.0053 0.0053 0.0094 0.0083 0.0092 0.0085 0.0082 0.0087 0.0064 0.0051
Perikanan 19 0.0137 0.0198 0.0197 0.0350 0.0308 0.0340 0.0317 0.0305 0.0324 0.0238 0.0187
Pertambangan & Penggalian 20 0.0453 0.0656 0.0653 0.1158 0.1018 0.1122 0.1046 0.1008 0.1073 0.0788 0.0620
Ind. Makanan, Minuman & Tbkau 21 0.1178 0.1705 0.1698 0.3009 0.2645 0.2916 0.2719 0.2618 0.2788 0.2046 0.1611
Ind. Tekstil, P. Jadi, Kulit & A. Kaki 22 0.0958 0.1387 0.1381 0.2449 0.2152 0.2373 0.2212 0.2130 0.2268 0.1665 0.1311
Ind. Kayu, Bambu, Rtn & Furnitur 23 0.0182 0.0263 0.0262 0.0464 0.0408 0.0449 0.0419 0.0403 0.0430 0.0315 0.0248
Ind. Kertas, Prctkan & Penerbitan 24 0.0113 0.0163 0.0162 0.0287 0.0253 0.0279 0.0260 0.0250 0.0267 0.0196 0.0154
Ind. Kimia, B.Kimia, Krt & Plastik 25 0.0531 0.0769 0.0766 0.1357 0.1193 0.1316 0.1226 0.1181 0.1258 0.0923 0.0727
Ind. Pengilangan Minyak Bumi 26 0.0231 0.0335 0.0333 0.0592 0.0520 0.0573 0.0534 0.0515 0.0548 0.0402 0.0317
Ind. Barang Mineral Bukan Logam 27 0.0065 0.0095 0.0094 0.0167 0.0147 0.0162 0.0151 0.0146 0.0155 0.0114 0.0090
Ind. Logam Dasar & B.Jadi Logam 28 0.0793 0.1149 0.1141 0.2023 0.1781 0.1964 0.1830 0.1766 0.1880 0.1380 0.1089
Ind. Pengolahan Lainnya 29 0.0060 0.0087 0.0086 0.0153 0.0135 0.0149 0.0138 0.0133 0.0142 0.0104 0.0082
Listrik, Gas & Air Bersih 30 0.0326 0.0471 0.0470 0.0832 0.0731 0.0806 0.0752 0.0724 0.0771 0.0566 0.0446
Bangunan/Kontruksi 31 0.0155 0.0224 0.0221 0.0391 0.0347 0.0382 0.0356 0.0346 0.0368 0.0270 0.0215
Perdagangan, Hotel & Restoran 32 0.1435 0.2077 0.2063 0.3667 0.3224 0.3554 0.3313 0.3191 0.3397 0.2493 0.1963
Pengangkutan & Komunikasi 33 0.0330 0.0477 0.0484 0.0841 0.0740 0.0816 0.0760 0.0733 0.0781 0.0573 0.0452
Keuangan, Persewaan & J. Prshaan 34 0.0241 0.0349 0.0350 0.0616 0.0542 0.0597 0.0557 0.0536 0.0572 0.0420 0.0331
(3)
Lampiran
15.
Lanjutan
Institusi Tangga
Perusahaan Pemerintah
Tanaman Bahan
Makanan Perkebunan Peternakan Kehutanan Perikanan
Prtmbngn & Pnggln G. Atas Di
Kota
Mkn,Mnn & Tmbkau
Tekstil, Klt & A. Kaki
Kayu, Bmb, Rtn & Frntr
Krts, Prtkn & Pnrbtn
Kimia, Krt & Plastik
Pnglngn Mnyk Bumi 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 1 0.0035 0.0351 0.1182 0.0956 0.0878 0.1146 0.1072 0.1195 0.0901 0.0819 0.0700 0.0889 0.0861 0.1005 0.0730
2 0.0061 0.0612 0.2034 0.1655 0.1523 0.1970 0.1845 0.2050 0.1560 0.1419 0.1211 0.1543 0.1493 0.1740 0.1268
3 0.0046 0.0467 0.1533 0.1250 0.1153 0.1485 0.1392 0.1549 0.1181 0.1076 0.0918 0.1171 0.1131 0.1316 0.0963
4 0.0294 0.2972 0.9859 0.8007 0.7372 0.9555 0.8946 0.9969 0.7555 0.6880 0.5873 0.7477 0.7233 0.8425 0.6148
5 0.0008 0.0061 0.0194 0.0158 0.0147 0.0189 0.0177 0.0205 0.0151 0.0139 0.0119 0.0152 0.0145 0.0167 0.0126
6 0.0011 0.0098 0.0315 0.0257 0.0238 0.0306 0.0287 0.0327 0.0244 0.0224 0.0191 0.0244 0.0234 0.0271 0.0202
7 0.0031 0.0219 0.0725 0.0590 0.0543 0.0703 0.0659 0.0735 0.0556 0.0507 0.0433 0.0551 0.0533 0.0620 0.0453
8 0.0006 0.0044 0.0143 0.0117 0.0108 0.0139 0.0131 0.0149 0.0111 0.0102 0.0087 0.0111 0.0106 0.0123 0.0092
9 0.0012 0.0112 0.0367 0.0299 0.0276 0.0356 0.0333 0.0374 0.0282 0.0258 0.0220 0.0280 0.0270 0.0314 0.0231
10 0.0042 0.0243 0.0807 0.0655 0.0603 0.0782 0.0732 0.0817 0.0618 0.0563 0.0480 0.0611 0.0591 0.0689 0.0503
11 0.0016 0.0121 0.0398 0.0324 0.0299 0.0386 0.0362 0.0405 0.0306 0.0279 0.0238 0.0304 0.0293 0.0341 0.0250
12 0.0044 0.0296 0.0985 0.0800 0.0736 0.0954 0.0893 0.0996 0.0754 0.0687 0.0586 0.0747 0.0722 0.0841 0.0614
13 0.0030 0.0281 0.0923 0.0756 0.0699 0.0894 0.0839 0.0931 0.0714 0.0650 0.0554 0.0709 0.0684 0.0796 0.0583
14 0.0006 0.0052 0.0174 0.0157 0.0150 0.0166 0.0160 0.0166 0.0149 0.0135 0.0114 0.0151 0.0144 0.0164 0.0126
15 0.0087 0.0555 0.1827 0.1564 0.1469 0.1759 0.1674 0.1819 0.1484 0.1353 0.1148 0.1494 0.1429 0.1647 0.1239
16 0.0006 0.0036 0.0119 0.0102 0.0096 0.0115 0.0109 0.0119 0.0097 0.0089 0.0075 0.0098 0.0094 0.0108 0.0081
17 0.0040 0.0257 0.0845 0.0722 0.0678 0.0814 0.0774 0.0842 0.0685 0.0625 0.0530 0.0690 0.0660 0.0761 0.0572
18 0.0004 0.0026 0.0086 0.0074 0.0069 0.0082 0.0078 0.0085 0.0070 0.0064 0.0054 0.0071 0.0067 0.0078 0.0059
19 0.0015 0.0095 0.0314 0.0268 0.0252 0.0302 0.0287 0.0313 0.0254 0.0232 0.0197 0.0256 0.0245 0.0282 0.0212
20 0.0049 0.0319 0.1051 0.0907 0.0855 0.1010 0.0964 0.1043 0.0862 0.0786 0.0666 0.0870 0.0831 0.0956 0.0722
21 0.0128 0.0831 0.2734 0.2362 0.2228 0.2629 0.2509 0.2715 0.2246 0.2048 0.1735 0.2268 0.2165 0.2490 0.1883
22 0.0104 0.0676 0.2225 0.1922 0.1813 0.2139 0.2042 0.2209 0.1827 0.1667 0.1412 0.1846 0.1762 0.2026 0.1533
23 0.0020 0.0128 0.0422 0.0365 0.0344 0.0405 0.0387 0.0419 0.0347 0.0316 0.0268 0.0350 0.0334 0.0384 0.0291
24 0.0012 0.0079 0.0261 0.0226 0.0213 0.0251 0.0240 0.0260 0.0215 0.0196 0.0166 0.0217 0.0207 0.0238 0.0180
25 0.0058 0.0375 0.1233 0.1064 0.1004 0.1185 0.1131 0.1224 0.1012 0.0923 0.0782 0.1022 0.0975 0.1122 0.0848
26 0.0025 0.0163 0.0536 0.0463 0.0436 0.0516 0.0492 0.0533 0.0440 0.0401 0.0340 0.0444 0.0424 0.0488 0.0368
27 0.0007 0.0047 0.0153 0.0133 0.0126 0.0147 0.0141 0.0152 0.0127 0.0115 0.0098 0.0128 0.0122 0.0140 0.0106
28 0.0084 0.0558 0.1836 0.1586 0.1495 0.1766 0.1685 0.1823 0.1507 0.1374 0.1164 0.1521 0.1452 0.1671 0.1263
29 0.0006 0.0042 0.0139 0.0120 0.0113 0.0134 0.0128 0.0138 0.0114 0.0104 0.0088 0.0115 0.0110 0.0127 0.0096
30 0.0035 0.0232 0.0765 0.0667 0.0631 0.0734 0.0703 0.0755 0.0633 0.0576 0.0487 0.0639 0.0610 0.0701 0.0531
31 0.0015 0.0107 0.0352 0.0303 0.0285 0.0339 0.0323 0.0350 0.0287 0.0262 0.0222 0.0290 0.0277 0.0319 0.0240
32 0.0156 0.1006 0.3309 0.2845 0.2678 0.3185 0.3035 0.3292 0.2703 0.2466 0.2090 0.2726 0.2605 0.2999 0.2262
33 0.0035 0.0237 0.0770 0.0666 0.0631 0.0741 0.0709 0.0771 0.0642 0.0590 0.0499 0.0655 0.0623 0.0713 0.0545
34 0.0026 0.0173 0.0569 0.0497 0.0471 0.0546 0.0523 0.0563 0.0474 0.0433 0.0366 0.0481 0.0458 0.0525 0.0400
(4)
Lampiran 15. Lanjutan
Sektor Produksu Industri Lstrk, Gas
& Air
Bersih Bangunan Prdgngn
Hotel & Restoran
Pngngktn & Kmnks
Keuangan, Prswn &
J. Prshaan Jasa-Jasa Brng Mrl
Bkn Lgm
Lgm Dsr & B.Lgm
Pengolahan Lainnya
27 28 29 30 31 32 33 34 35 1 0.0908 0.0850 0.0847 0.0769 0.1035 0.0863 0.1052 0.0804 0.0300
2 0.1572 0.1476 0.1459 0.1328 0.1777 0.1483 0.1803 0.1386 0.0517
3 0.1191 0.1119 0.1107 0.1017 0.1352 0.1128 0.1368 0.1077 0.0393
4 0.7620 0.7149 0.7102 0.6493 0.8680 0.7239 0.8796 0.6848 0.2517
5 0.0153 0.0144 0.0151 0.0152 0.0195 0.0161 0.0192 0.0189 0.0054
6 0.0247 0.0232 0.0238 0.0230 0.0300 0.0249 0.0298 0.0269 0.0085
7 0.0561 0.0527 0.0524 0.0482 0.0642 0.0535 0.0650 0.0512 0.0186
8 0.0112 0.0105 0.0108 0.0104 0.0136 0.0113 0.0135 0.0120 0.0038
9 0.0285 0.0268 0.0268 0.0250 0.0331 0.0275 0.0333 0.0273 0.0095
10 0.0623 0.0585 0.0582 0.0533 0.0712 0.0594 0.0722 0.0564 0.0206
11 0.0309 0.0290 0.0290 0.0268 0.0356 0.0297 0.0360 0.0289 0.0103
12 0.0761 0.0714 0.0710 0.0650 0.0868 0.0724 0.0880 0.0687 0.0252
13 0.0720 0.0677 0.0667 0.0613 0.0812 0.0678 0.0821 0.0649 0.0237
14 0.0149 0.0144 0.0127 0.0124 0.0148 0.0126 0.0146 0.0132 0.0046
15 0.1494 0.1426 0.1349 0.1294 0.1627 0.1367 0.1620 0.1421 0.0485
16 0.0098 0.0093 0.0088 0.0085 0.0106 0.0089 0.0106 0.0093 0.0032
17 0.0690 0.0658 0.0624 0.0597 0.0753 0.0632 0.0750 0.0656 0.0224
18 0.0070 0.0067 0.0063 0.0061 0.0076 0.0064 0.0076 0.0067 0.0023
19 0.0256 0.0244 0.0232 0.0222 0.0279 0.0235 0.0279 0.0243 0.0083
20 0.0867 0.0830 0.0779 0.0752 0.0936 0.0788 0.0930 0.0830 0.0280
21 0.2261 0.2164 0.2029 0.1960 0.2438 0.2052 0.2421 0.2165 0.0731
22 0.1840 0.1761 0.1651 0.1595 0.1984 0.1670 0.1970 0.1762 0.0594
23 0.0349 0.0334 0.0313 0.0302 0.0376 0.0316 0.0373 0.0334 0.0113
24 0.0216 0.0207 0.0194 0.0188 0.0233 0.0196 0.0231 0.0207 0.0070
25 0.1019 0.0975 0.0914 0.0883 0.1099 0.0925 0.1091 0.0974 0.0329
26 0.0443 0.0423 0.0398 0.0384 0.0478 0.0402 0.0475 0.0423 0.0143
27 0.0127 0.0122 0.0114 0.0110 0.0136 0.0115 0.0135 0.0122 0.0041
28 0.1516 0.1451 0.1361 0.1314 0.1635 0.1377 0.1625 0.1449 0.0490
29 0.0115 0.0110 0.0103 0.0100 0.0124 0.0104 0.0123 0.0110 0.0037
30 0.0636 0.0610 0.0567 0.0550 0.0679 0.0572 0.0673 0.0608 0.0205
31 0.0289 0.0277 0.0261 0.0250 0.0313 0.0264 0.0312 0.0274 0.0094
32 0.2722 0.2601 0.2450 0.2358 0.2949 0.2481 0.2934 0.2596 0.0881
33 0.0651 0.0624 0.0581 0.0568 0.0699 0.0589 0.0691 0.0635 0.0210
34 0.0477 0.0458 0.0424 0.0414 0.0508 0.0428 0.0502 0.0459 0.0153
(5)
2003.
Sektor
Ke Belakang
Ke Depan
1993
2003
1993 2003
Tanaman bahan makanan
0.5898
1.1240
2.2427
2.9313
Perkebunan 0.8661
1.4760
0.3500
0.2264
Peternakan 0.8628
1.8750
0.8481
0.8974
Kehutanan 0.7100
1.2697
0.0450
0.0616
Perikanan 1.1075
1.4061
0.2624
0.3302
Pertambangan dan Penggalian
0.8260
1.0157
0.1991
3.0695
Ind.Makanan, Minuman dan Tembakau
1.3977
1.5156
1.6336
3.7045
Ind.Tekstil, Pkian Jadi, Kulit dan A.Kaki
1.0168
1.3445 1.8904 2.1160
Ind.Kayu, Bambu, Rotan dan Furnitur
0.9625
1.0318
0.3150
0.1428
Ind.Kertas, Percetakan dan Penerbitan
1.0684
1.4765
0.5291
0.4502
Ind.Kimia, B.Kimia, Karet dan Plastik
1.0333
1.2866
1.7110
2.0459
Ind.Pengilangan Minyak Bumi
1.2976
1.8798
0.0259
0.8896
Ind.Barang Mineral Bukan Logam
1.2397
1.3310
0.2574
0.2283
Ind.Logam Dasar dan B.Jadi Logam
0.8373
1.3051
1.2241
2.6129
Ind.Pengolahan Lainnya
1.6375
1.4865
0.1147
0.1464
Listrik, Gas dan Air Bersih
0.7316
1.5146
1.0955
1.3711
Bangunan/Kontruksi 1.2907
1.8808
0.6932
0.2375
Perdagangan, Hotel dan Restoran
0.8425
1.2349
4.1733
4.2052
Pengangkutan dan Komunikasi
0.9179
1.4951
1.8416
1.3614
Keuangan, Persewaan dan J.Perusahaan 1.1738
1.2336 1.0658 1.1921
Jasa-Jasa 1.3977
1.7928
1.2893
1.7555
(6)