Perumusan Masalah Analisis Faktor Penentu Integrasi Pasar Beras di Indonesia
4 Akumulasi panen padi terdapat pada subround Januari-April mengikuti
ketersediaan air pada siklus musim hujan. Sebaran produksi padi antar waktu selama setahun di Indonesia dapat dilihat pada Gambar 1.
Sumber : BPS 2013 Gambar 1.
Pola Panen Padi, Tahun 2009-2012
Produksi padi pada periode panen rendengan yaitu selama bulan Februari- April adalah lebih dari 40 persen dari total produksi setahun, sedangkan pada
periode panen gadu yaitu pada bulan Juli-September hanya sekitar 20-30 persen dari total produksi setahun. Walaupun secara kuantitas, hasil panen gadu lebih
sedikit dibandingkan dengan panen rendengan, namun secara kualitas hasil panen gadu relatif lebih baik karena kondisi curah hujan yang tidak setinggi musim
penghujan sehingga pengeringan gabah menjadi lebih baik yang berimbas pula pada harga beras yang lebih tinggi. Selain itu biasanya, petani akan lebih banyak
menyimpan hasil produksi dari periode panen gadu untuk menghadapi masa paceklik dan berakibat pada suplai beras ke pasar yang lebih kecil. Petani juga
biasanya menyimpan sebagian hasil panennya sebagai modal untuk musim tanam berikutnya. Hal-hal ini yang mengakibatkan harga beras relatif lebih tinggi.
Adapun ketersediaan beras antar wilayah juga tidak merata. Tidak seluruh provinsi memproduksi beras yang cukup, bila dibandingkan dengan konsumsi
yang tersebar di seluruh wilayah. Produksi beras masih berpusat di pulau Jawa
500,000 1,000,000
1,500,000 2,000,000
2,500,000 3,000,000
Jan Peb
Mar Apr
Mei Jun
Jul Agu
Sep Okt
Nov Des
L ua
s P
ane n
H a
Periode 2009
2010 2011
2012
5 sebesar 52.90 persen dan Sulawesi Selatan sebesar 7.25 persen dari seluruh
Sulawesi yang sebesar 11.33 persen. Sebaran produksi padi antar wilayah dapat dilihat pada Gambar 2 berikut ini.
Sumber : BPS 2013 Gambar 2.
Sebaran Produksi Padi di Indonesia Tahun 2012
Ketimpangan ketersediaan antar waktu dan antar wilayah tempat ini, membuka peluang bagi pelaku usaha untuk melakukan aktivitas pemasaran gabah
dan beras. Hal ini menyebabkan pula perbedaan harga yang terjadi antar waktu maupun antar tempat.
Menurut Juanda dan Junaedi 2012, perbedaan harga yang terjadi antar waktu umumnya mengikuti suatu model deret waktu klasik yang dapat berupa
pola dengan empat komponen, yaitu tren T, dari trend, siklus C, dari cyclic, variasi musim S, dari seasonal, dan faktor acak I, dari irregular. Perbedaan
harga yang berubah sesuai pola musiman akan timbul dari pola musiman yang terjadi pada permintaan, pola musiman yang terjadi pada pasokan dan pemasaran,
atau kombinasi pola musiman dari keduanya Tomek dan Robinson 1990. Untuk tanaman padi, pola harga musiman pada pasokan terjadi pada
produksi yang timbul akibat faktor cuaca atau iklim dan masa tanam tanaman padi sebelum dapat dipanen. Untuk pola harga musiman pada permintaan juga dapat
diakibatkan oleh iklim atau musim dan pada hari raya atau libur nasional. Misalnya permintaan daging sapi akan meningkat pada Hari Raya Kurban.
Sumatera 23.18
Bali Nusa Tenggara
5.33 Kalimantan
6.80 Sulawesi
11.33 Maluku
Papua 0.46
Jawa 52.90
6 Perbedaan harga yang terjadi antar tempatwilayah, selain terjadi akibat dari
perubahan atau perbedaan pada pasokan atau permintaan, juga dapat terjadi akibat karena faktor intervensi pemerintah. Perbedaan harga antar tempatwilayah yang
diakibatkan perubahan pasokan karena faktor perbedaan produksi, dimana terdapat perbedaan areal tanam maupun areal panen, tingkat produktivitas atau
curah hujan di suatu wilayah dengan wilayah lainnya. Perbedaan pasokan juga dapat diakibatkan oleh intervensi pemerintah, seperti kegiatan Operasi Pasar OP
yang akan menambah pasokan pada suatu wilayah atau pasar yang mengalami kenaikan harga akibat jumlah pasokan yang rendah atau kebijakan Harga
Pembelian Pemerintah HPP yang menjaga suatu tingkat harga pembelian tertentu sebagai jaminan pasar bagi hasil produksi petani. Intervensi pemerintah
yang mengakibatkan perbedaan pasokan atau permintaan, selain OP diantaranya adalah program penyaluran beras bersubsidi bagi masyarakat miskin atau Raskin.
Hal ini akan menyebabkan berkurangnya permintaan beras di pasaran umum akibat pemenuhan sebagian kebutuhan pangan masyarakat miskin berupa beras.
Tabel 1. Penyaluran Beras Raskin Tahun 2007-2013
Tahun 2007
2008 2009
2010 2011
2012 2013
Jumlah RT Miskin 19,100,905 19,100,905 18,497,302 17,488,007 17,488,007 17,488,007 15,530,897
Rumah Tangga Sasaran 15,781,884 19,100,000 18,497,302 17,488,007 17,488,007 17,488,007 15,530,897
Durasi Bulan 11
12 12
12 13
13 15
Pagu Alokasi setahun Ton 1,736,007
3,342,500 3,329,514
3,235,281 3,410,161
3,410,161 3,494,452
Realisasi setahun Ton 1,731,805
3,236,644 3,254,121
3,074,003 3,364,635
3,372,819 3,431,615
Sumber : BULOG 2013 Perbedaan harga antar tempatwilayah yang diakibatkan oleh perubahan
permintaan diantaranya adalah perbedaan jumlah penduduk antar wilayah yang berdampak pada jumlah konsumsi, atau akibat intervensi pemerintah seperti
adanya program beras untuk rumah tangga miskin Raskin. Secara nasional, produksi beras dan kebutuhan konsumsi di Indonesia selama periode tahun 2007-
2012 dapat dilihat pada Tabel 2 berikut.
7
Tabel 2. Produksi dan Konsumsi Beras serta Jumlah Penduduk Indonesia
Tahun 2007-2012
Padi Beras
Ton GKG Ton
2007 57,157,435 36,123,499
4.96 228,763,881
139.15 33,055,968
3,067,531 2008 60,325,925
38,125,985 5.54
232,172,463 139.15
31,799,235 2,116,000
2009 64,398,890 40,403,864
6.75 235,631,833
139.15 32,195,056
4,010,000 2010 66,469,394
41,702,898 3.22
237,641,326 139.15
33,055,968 4,166,893
2011 65,756,904 41,255,882
1.07 241,182,182
137.06 33,045,274
3,914,286 2012 69,056,126
43,325,813 5.02
244,775,796 135.01
33,034,584 5,529,000
Surplus Ton
Produksi Tahun
Konsumsi Kenaikan
Jumlah Penduduk jiwa
Konsumsi Perkapita Tahun
Kg Kebutuhan
Beras Ton
Sumber : BPS 2012 Dari Tabel 2 diatas, dapat dilihat bahwa produksi beras di Indonesia masih
lebih tinggi daripada konsumsi beras, namun terkadang pemerintah masih melakukan impor beras. Impor beras dan pembelian beras petani dari dalam
negeri melalui kegiatan poengadaan yang dilakukan Indonesia selama periode tahun 2007-2013 dapat dilihat pada Tabel 3 berikut.
Tabel 3. Pengadaan Beras Dalam Negeri dan Impor Beras oleh Indonesia
Tahun 2007-2013
Tahun Pengadaan DN Ton
Impor Ton 2007
1,765,987 1,293,980
2008 3,211,257
- 2009
3,625,227 -
2010 1,896,252
527,772 2011
1,730,153 2,201,564
2012 3,645,054
1,416,226 2013
3,489,702 -
Sumber : BULOG 2013 Pemerintah Indonesia masih melakukan impor beras untuk stok pangan
nasional sehingga ketahanan pangan nasional dan rumah tangga tetap terjaga. Tahun 2008-2009 dengan jumlah pengadaan dalam negeri yang cukup besar maka
pemerintah tidak perlu melakukan impor beras. Kondisi tersebut berbeda dengan kondisi harga beras dalam negeri yang mulai tinggi sejak tahun 2010.
Perkembangan harga beras jenis kualitas medium tingkat eceran pada periode tahun 2000 hingga tahun 2011 mengalami peningkatan, yaitu dengan laju
pertumbuhan rata-rata sebesar 12 persen per tahun sebagaimana pada Gambar 3 berikut.
8
Sumber : BPS dalam BULOG 2012
Gambar 3. Perkembangan Harga Beras Medium Tingkat Eceran di Beberapa Kota, Tahun 2000-2011
Pola pergerakan harga beras retail tingkat konsumen menunjukkan pola pergerakan harga yang mirip di beberapa daerah seperti ditunjukkan dalam
Gambar 3. Harga beras secara nasional sangat dipengaruhi oleh fluktuasi harga antar wilayah. Sebagai negara kepulauan, permasalahan distribusi bahan pangan
juga menjadi salah satu tantangan dalam mewujudkan stabilitas harga di seluruh wilayah nusantara. Mengingat beras merupakan komoditi yang bulky, efisiensi
dalam pemasaran antar wilayah akan dapat menekan biaya transportasi. Pemasaran beras dari wilayah produsen ke wilayah lain merupakan salah
satu faktor terciptanya integrasi pasar beras antar wilayah di Indonesia. Integrasi pasar diindikasikan dengan adanya keterkaitan harga di satu pasar dengan pasar
lainnya. Jika pasar beras antar wilayah di Indonesia terintegrasi secara spasial, maka disparitas harga antar wilayah hanya akan dipengaruhi oleh biaya
transportasi dari wilayah produsen ke wilayah konsumen. Integrasi pasar merupakan salah satu indikasi bahwa pasar beras berjalan efisien.
Adanya integrasi pasar artinya terdapat hubungan dalam jangka pendek maupun jangka panjang antar harga pada pasar yang berbeda. Integrasi pasar
memberikan informasi mengenai gejolak harga di suatu wilayah dan dampaknya terhadap wilayah lain sehingga dapat digunakan sebagai langkah antisipasi untuk
mencegah meluasnya fluktuasi harga. Selain itu, perlu diketahui pula faktor penentu integrasi pasar tersebut. Dengan mengetahui faktor penentunya maka
1,000 2,000
3,000 4,000
5,000 6,000
7,000 8,000
9,000
2000 2001
2002 2003
2004 2005
2006 2007
2008 2009
2010 2011
H a
rg a
B e
ra s E
ce ra
n R
p K
g
Periode
JAKARTA BANDUNG
SEMARANG SURABAYA
MAKASSAR Rata-rata
9 kebijakan yang akan diterapkan, diharapkan akan dapat dilaksanakan dengan lebih
efektif dan mencapai tujuan yang diinginkan. Untuk itu menjadi penting untuk diteliti, integrasi pasar beras dan faktor penentu integrasi pasar beras di Indonesia.
Penelitian tentang integrasi pasar beras di Indonesia yang telah ada sebelumnya masih terbatas pada jumlah provinsi yang diteliti atau antara regional
provinsi dan masih menggunakan data harga bulanan seperti yang dilakukan oleh Istiqomah et. al. 2005 dan Arifin et al. 2006. Adapun penelitian ini
menggunakan data harga beras mingguan pada 26 provinsi di Indonesia dan menganalisis integrasi pasar beras antar 26 provinsi tersebut.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut :
1. Bagaimana integrasi pasar spasial yang terjadi pada harga beras tingkat retail antar pasar provinsi di Indonesia, antara harga beras tingkat retail di pasar
provinsi dengan harga beras tingkat grosir di Pasar Induk Beras Cipinang PIBC dan antara harga beras tingkat grosir di PIBC dengan pasar beras
internasional. 2. Bagaimana dampak guncangan shock yang terjadi pada suatu pasar beras
terhadap pasar lainnya yang terintegrasi, pada harga beras tingkat retail antar pasar provinsi di Indonesia, antara harga beras tingkat retail di pasar provinsi
dengan harga beras tingkat grosir di PIBC dan antara harga beras tingkat grosir di PIBC dengan pasar beras internasional.
3. Faktor-faktor apa yang menjadi penentu integrasi pasar beras di Indonesia.