Pengujian Kointegrasi Johansen Integrasi Pasar Beras Spasial

38 menunjukkan tingkat kointegrasinya. Semakin besar nilai trace statistik dan maximum eigenvalue maka semakin tinggi tingkat kointegrasinya. 1 Kointegrasi Pasar Beras Antar Provinsi Dari 325 pengujian kointegrasi Johansen yang dilakukan terhadap pasangan harga beras tingkat retail pada 26 provinsi di Indonesia, berdasarkan hasil nilai trace statistic dari masing-masing pengujian pasangan tersebut menunjukkan bahwa terdapat 125 kointegrasi yang signifikan pada taraf nyata α=5. Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat integrasi pasar spasial antar provinsi sebesar 38.46 persen. Adapun hasil nilai statistik uji menggunakan maximum eigenvalue dari masing-masing pengujian pasangan tersebut menunjukkan bahwa terdapat 118 kointegrasi yang signifikan pada taraf nyata α=5 dan memperlihatkan bahwa terdapat integrasi pasar spasial antar provinsi sebesar 36.31 persen. Perbedaan hasil pengujian kointegrasi Johansen tersebut adalah apabila menggunakan statistik uji trace, maka terdapat 125 kointegrasi, kecuali di Aceh- Sulteng, Sumut-Sumbar, Sumut-Sulteng, Jambi-NTB, Jambi-NTT, Sumsel-NTB, Bengkulu-Jatim, Bengkulu-NTB, Lampung-DKI, Lampung-Kalsel, DIY-Kalteng, Kaltim-Sulut, Kalsel-Sulut, Kalteng-Sulteng, Kalteng-Sulsel, Kalteng-Bali, Kalteng-NTT, dan Bali-Papua yang menurut statistik uji maximum eigenvalue tidak memiliki kointegrasi. Sebaliknya, dari 118 kointegrasi yang diperoleh bila menggunakan statistik uji maximum eigenvalue, kecuali di Sumut-Riau, Sumbar- Jambi, Sumbar-Lampung, Sumbar-NTT, Sumbar-Maluku, Bengkulu-Maluku, Jateng-Sulteng, DIY-Sulut, Sulteng-NTT, Sulteng-Papua, dan Sulsel-NTB yang menurut statistik uji trace tidak memiliki kointegrasi. Berdasarkan hasil nilai trace statistic dan maximum eigenvalue yang menunjukkan bahwa terdapat integrasi pasar spasial antar provinsi sebesar 38.46 persen dan sebesar 36.31 persen, maka dapat dikatakan bahwa harga beras tingkat retail pada pasar 26 provinsi di Indonesia tidak terintegrasi secara penuh. Hanya terdapat beberapa kointegrasi yang terjadi antar pasangan provinsi, yaitu kointegrasi antar harga beras tingkat retail di pulau Jawa, antara provinsi penghasil beras lainnya dengan pasar di pulau Jawa, dan antara harga beras 39 tingkat retail di pulau Jawa dengan harga beras provinsi di luar Jawa yang tingkat konsumsi berasnya tinggi. Kointegrasi yang terdapat antar harga beras tingkat retail di pulau Jawa, hanya terjadi antara DKI-DIY, DKI-Jatim, Jabar-DIY dan Jateng-DIY seperti dapat dilihat pada Gambar 8. Antara DKI-Jabar yang berbatasan langsung, tidak terdapat integrasi pasar beras. Sementara itu, DIY memiliki kointegrasi dengan hampir seluruh provinsi di Jawa, kecuali dengan Jatim. Harga beras tingkat retail antar provinsi di pulau Jawa yang tidak seluruhnya terintegrasi, diduga karena terpusatnya pemasaran beras pada beberapa pedagang besar. Beberapa provinsi menentukan sendiri harga beras yang terbentuk dan saling bebas dengan provinsi lainnya, walaupun terdapat aliran perdagangan beras diantara mereka, seperti yang terjadi antara DKI dengan Jabar. Gambar 8. Kointegrasi Antar Pasar Beras di Pulau Jawa Kointegrasi yang terdapat antara provinsi penghasil beras lainnya dengan pasar di pulau Jawa adalah antara Sumbar-DKI, Lampung-DKI, Sulsel-DKI, Lampung-DIY, Sumbar-Jatim, Lampung-Jatim, dan Sulsel-Jatim seperti dapat dilihat pada Gambar 9. Terlihat bahwa terdapat integrasi pasar antara DKI dan Jatim yang memiliki pelabuhan dengan jalur perdagangan melalui transportasi laut dengan beberapa provinsi penghasil beras diluar Jawa. 40 Gambar 9. Kointegrasi Antara Pasar Beras di Pulau Jawa dengan Produsen Beras Lainnya di Luar Pulau Jawa Kointegrasi yang terdapat antara harga beras tingkat retail di pulau Jawa dengan harga beras provinsi di luar Jawa yang tingkat konsumsi berasnya tinggi adalah di Sumut-DKI, Sumut-DIY, Sumsel-Jabar, Sumsel- DIY, NTT- Jabar, NTT- DIY, NTT- Jatim, Maluku-DKI, Maluku-DIY, Papua-DKI, dan Papua-DIY seperti dapat dilihat pada Gambar 10. Provinsi Sulsel sebagai salah satu penghasil beras yang cukup besar diluar pulau Jawa, terlihat tidak memiliki kointegrasi dengan harga beras provinsi lainnya di Sulawesi, kecuali dengan salah satu provinsi di wilayah timur yaitu Maluku. Gambar 10. Kointegrasi Antara Pasar Beras di Pulau Jawa dengan Provinsi di Luar Pulau Jawa dengan Tingkat Konsumsi Beras Tinggi 41 Nilai trace statistic terbesar yang diperoleh dari pengujian kointegrasi Johansen terhadap pasangan harga beras tingkat retail pada 26 provinsi di Indonesia yaitu sebesar 71.10 persen, terdapat pada integrasi pasar antara Kaltim- Jatim dan menunjukkan tingkat kointegrasi yang tertinggi. Nilai trace statistic terkecil yang menunjukkan tingkat kointegrasi yang terendah yaitu sebesar 4.43 persen, terdapat pada Lampung-Sulsel. Nilai maximum eigenvalue terbesar yang diperoleh dari pengujian kointegrasi Johansen terhadap pasangan harga beras tingkat retail pada 26 provinsi di Indonesia yang menunjukkan tingkat kointegrasi yang tertinggi yaitu sebesar 62.75 persen, terdapat pada integrasi pasar antara Lampung dan DIY. Nilai maximum eigenvalue terkecil yang menunjukkan tingkat kointegrasi yang terendah yaitu sebesar 3.36 persen, terdapat pada DIY-Sulsel. Dari hasil analisis kointegrasi Johansen yang dilakukan, dapat dikatakan bahwa integrasi pasar dapat terjadi antara dua pasar walaupun tidak terdapat hubungan perdagangan atau arus barang beras secara langsung. Kedua pasar tersebut dapat terintegrasi karena faktor lain selain perdagangan, misalnya karena terdapat arus informasi yang baik akibat infrastruktur telekomunikasi yang mendukung atau karena terhubung dalam suatu sistem perdagangan yang sama. Demikian pula terhadap suatu pasar yang terhubung oleh arus perdagangan dengan pasar lain namun tidak terintegrasi maka dimungkinkan karena adanya kekuatan monopolistik yang dapat menentukan harga, atau terdapat asimetrik informasi dimana salah satu pedagang tidak memberikan informasi yang sebenarnya dalam upaya memperoleh keuntungan yang besar. 2 Kointegrasi Pasar Beras di 26 Provinsi dengan PIBC Pengujian kointegrasi Johansen dilakukan antara harga beras tingkat retail pada masing-masing provinsi dengan harga beras tingkat grosir jenis IR-64 kualitas II dan kualitas III di PIBC. Pengujian kointegrasi antara harga beras tingkat retail pada masing-masing provinsi dengan harga beras tingkat grosir jenis IR-64 kualitas II memberikan hasil yang sedikit berbeda bila menggunakan statistik uji trace dan statistik uji maximum eigenvalue. Trace statistik menunjukkan bahwa terdapat 10 kointegrasi yang signifikan pada taraf nyata 42 α=5, atau berarti terdapat integrasi pasar spasial sebesar 38.46 persen antara pasar beras di 26 provinsi dengan harga beras jenis IR-64 kualitas II di PIBC. Kointegrasi yang terjadi tersebut adalah antara harga beras jenis IR-64 kualitas II dengan harga beras tingkat retail pada provinsi Aceh, Bengkulu, Jateng, Jatim, Kaltim, Sulut, Sultra, Sulsel, Bali, dan Papua. Sedangkan statistik uji maximum eigenvalue menunjukkan bahwa terdapat 11 kointegrasi yang signifikan pada taraf nyata α=5 atau menunjukkan bahwa terdapat integrasi pasar spasial sebesar 42.31 persen antara pasar beras di 26 provinsi dengan harga beras jenis IR-64 kualitas II di PIBC. Dari 11 kointegrasi berdasarkan statistik uji maximum eigenvalue, yang tidak terdapat kointegrasi dengan harga beras jenis IR-64 kualitas II di PIBC menurut statistik uji trace adalah di Sulteng, sedangkan 10 kointegrasi lainnya adalah sama. Pada pengujian kointegrasi menggunakan statistik uji trace dan statistik uji maximum eigenvalue antara harga beras tingkat retail pada masing-masing provinsi dengan harga beras tingkat grosir jenis IR-64 kualitas III memberikan hasil yang sama yaitu terdapat 6 kointegrasi yang signifikan pada taraf nyata α=5. Hal ini menunjukkan bahwa hanya terdapat integrasi pasar sebesar 23.08 persen antara pasar beras di 26 provinsi dengan harga beras jenis IR-64 kualitas III di PIBC. Untuk harga beras tingkat retail pada 6 provinsi yang memiliki kointegrasi dengan harga beras tingkat grosir jenis IR-64 kualitas III, ternyata juga memiliki kointegrasi dengan harga beras jenis IR-64 kualitas II. Kointegrasi tersebut adalah dengan harga beras tingkat retail pada provinsi Aceh, Bengkulu, Kaltim, Sultra, Sulteng, dan Bali. Harga beras tingkat retail di provinsi lainnya yang memiliki kointegrasi dengan harga beras tingkat grosir jenis IR-64 kualitas II namun tidak memiliki kointegrasi dengan harga beras jenis IR-64 kualitas III adalah pasar beras pada provinsi Jateng, Jatim, Sulut, Sulsel, dan Papua. Terlihat bahwa kelima provinsi tersebut hanya terintegrasi dengan harga beras jenis IR-64 kualitas II yang memiliki kualitas beras diatas medium. Termasuk juga dengan Papua, yang diduga merupakan cerminan pembentukan harga beras dari permintaan beras kualitas diatas medium dari para pendatang di Papua. 43 Integrasi pasar yang rendah antara harga beras tingkat grosir jenis IR-64 kualitas II dan kualitas III di PIBC dengan harga beras tingkat retail pada masing- masing 26 provinsi menunjukkan bahwa perubahan harga beras di PIBC tidak sepenuhnya ditransmisikan ke harga beras di 26 provinsi dan demikian pula sebaliknya. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya yang memperlihatkan bahwa peran PIBC telah mulai berkurang. PIBC tidak lagi menjadi pasar induk yang berperan sebagai pasar terminal. Beberapa penggilingan padi besar atau pedagang beras antar pulau dari Sumatera mengirimkan beras dagangannya langsung ke pedagang pelanggannya di pulau Jawa. Demikian pula dengan pedagang dari sentra produksi beras di pulau Jawa yang tidak memasarkan beras melalui PIBC. Nilai trace statistic maupun maximum eigenvalue terbesar yang diperoleh dari pengujian kointegrasi Johansen antara harga beras tingkat retail pada masing- masing provinsi dengan harga beras tingkat grosir jenis IR-64 kualitas II dan kualitas III di PIBC, terdapat pada integrasi harga beras IR-64 kualitas II dengan harga beras di provinsi Sultra yaitu masing-masing sebesar 98.74 persen dan 94.15 persen untuk nilai trace statistic dan maximum eigenvalue yang menunjukkan tingkat kointegrasi yang tertinggi. Nilai trace statistic maupun maximum eigenvalue terkecil yang menunjukkan tingkat kointegrasi yang terendah, terdapat pada integrasi harga beras IR-64 kualitas III dengan harga beras di provinsi Papua yaitu masing-masing sebesar 3.76 persen dan 2.85 persen untuk nilai trace statistic dan maximum eigenvalue. 3 Kointegrasi PIBC dengan Pasar Beras Internasional Hasil pengujian kointegrasi Johansen antara harga beras tingkat grosir jenis IR-64 kualitas II dan kualitas III di PIBC dengan harga beras internasional Thailand broken 15 persen dan Vietnam broken 15 persen menggunakan statistik uji trace dan statistik uji maximum eigenvalue memberikan hasil yang sama. Terdapat kointegrasi yang signifikan pada taraf nyata α=5 antara harga beras jenis IR-64 kualitas II di PIBC dengan harga beras internasional Thailand broken 15 persen dan dengan Vietnam broken 15 persen. Adapun harga beras jenis IR-64 kualitas III di PIBC terdapat kointegrasi yang signifikan pada taraf nyata α=5 hanya dengan harga beras internasional Thailand broken 15 persen dan tidak 44 dengan Vietnam broken 15 persen. Terlihat bahwa harga beras internasional jenis Thailand broken 15 persen masih menjadi rujukan harga beras di PIBC dan demikian pula sebaliknya. Hal ini karena pemerintah biasanya melakukan operasi pasar melalui pedagang beras grosir yang berada di PIBC, selain melalui saluran satuan tugas oleh Perum BULOG yang langsung menjual ke konsumen secara retail.

4.1.4 Estimasi VECM

Dari pengujian akar unit untuk melihat kestasioneran series harga beras tingkat retail pada masing-masing pasar provinsi, harga beras tingkat grosir jenis IR-64 kualitas II dan kualitas III di PIBC serta harga beras internasional jenis Thailand broken 15 persen dan jenis Vietnam broken 15 persen terlihat bahwa pada tingkat level, data tidak stasioner. Namun setelah dilakukan diferensiasi, terlihat bahwa data telah stasioner pada first difference FD. Karena data tidak stasioner pada level, namun stasioner pada FD maka selanjutnya harus dilakukan pengujian kointegrasi. Dari hasil pengujian kointegrasi Johansen, terlihat bahwa terdapat kointegrasi pada pasangan antar harga beras tingkat retail masing-masing provinsi; antara harga beras tingkat retail pada masing-masing provinsi dengan harga beras tingkat grosir jenis IR-64 kualitas II dan kualitas III di PIBC; serta antara harga beras tingkat grosir jenis IR-64 kualitas II dan kualitas III di PIBC dengan harga beras internasional Thailand broken 15 persen dan Vietnam broken 15 persen. Karena terdapat kointegrasi maka model yang digunakan adalah VECM.

4.2 Analisis Dampak Guncangan Harga

4.2.1 Analisis Impulse Response Function IRF

Analisis Impulse Response Function IRF digunakan untuk melihat dampak perubahan yang dialami oleh salah satu variabel dalam sistem terhadap variabel lain dalam sistem secara dinamis. Analisis ini dilakukan terhadap hubungan antar harga beras tingkat retail terhadap pasangan masing-masing provinsi; antara harga beras tingkat retail pada masing-masing provinsi dengan harga beras tingkat grosir jenis IR-64 kualitas II dan kualitas III di PIBC; serta antara harga beras tingkat 45 grosir jenis IR-64 kualitas II dan kualitas III di PIBC dengan harga beras internasional Thailand broken 15 persen dan Vietnam broken 15 persen yang memiliki kointegrasi pasar. Hasil analisis IRF dapat dilihat pada Lampiran 6. Analisis IRF pada hubungan antar harga beras tingkat retail terhadap pasangan masing-masing provinsi yang memiliki kointegrasi pasar dilakukan untuk mengetahui dampak apabila terjadi guncangan shock pada harga beras di salah satu dari pasangan pasar provinsi serta respon yang akan timbul pada pasar yang mengalami guncangan itu sendiri maupun pada pasangan pasar provinsi yang memiliki kointegrasi pasar dengannya, beberapa periode setelah terjadinya guncangan. Dari grafik analisis IRF pada Lampiran 6 dapat terlihat bahwa di awal terjadinya guncangan, dampaknya langsung terjadi pada harga beras di pasar provinsi yang mengalami terjadinya guncangan itu sendiri, sementara harga beras di pasar provinsi pasangan yang memiliki kointegrasi dengannya belum terpengaruh. Demikian pula dengan hasil analisis IRF antara harga beras tingkat retail pada masing-masing provinsi dengan harga beras tingkat grosir jenis IR-64 kualitas II dan kualitas III di PIBC serta antara harga beras tingkat grosir jenis IR- 64 kualitas II dan kualitas III di PIBC dengan harga beras internasional Thailand broken 15 persen dan Vietnam broken 15 persen. Sebagai contoh, pada analisis IRF terhadap kointegrasi pasar yang terjadi di pulau Jawa antara DKI dan DIY. Pada awal terjadinya guncangan harga beras di DIY, dampaknya langsung terjadi pada harga di DIY sendiri sementara harga beras di DKI belum terpengaruh. Guncangan sebesar 1 standar deviasi terhadap harga beras di DIY pada periode pertama telah langsung memberikan dampak berupa peningkatan harga beras di DIY sebesar 0.0141 standar deviasi namun belum memberikan dampak pada harga beras di DKI. Pada periode berikutnya baru memberikan dampak negatif berupa penurunan harga beras di DKI sebesar 0.0010 standar deviasi. Hal berbeda terjadi bila diberikan guncangan sebesar 1 standar deviasi terhadap harga beras di DKI, dimana akan langsung memberikan dampak pada harga beras di DKI sendiri sebesar 0.0261 standar deviasi dan juga memberikan dampak pada harga beras di DIY sebesar 0.0026 standar deviasi. Pada analisis IRF antara Jabar-DIY, guncangan harga beras di DIY sebesar 1 standar deviasi baru memberikan dampak di Jabar pada periode kedua, berupa