Integrasi Pasar Vertikal Analisis Faktor Penentu Integrasi Pasar Beras di Indonesia

19 Suatu pasar dikatakan terintegrasi vertikal apabila harga pada suatu lembaga pemasaran ditransformasikan kepada lembaga pemasaran lainnya dalam suatu rantai pemasaran secara selaras. Tingkat integrasi pasar yang tinggi menunjukkan lancarnya arus informasi antar lembaga pemasaran dalam satu rantai pemasaran sehingga harga yang terjadi pada pasar yang dihadapi oleh lembaga pemasaran yang lebih rendah, dipengaruhi oleh lembaga pemasaran yang lebih tinggi. Hal ini dikarenakan, apabila arus informasi berjalan lancar dan seimbang, maka tingkat lembaga pemasaran yang lebih rendah mengetahui informasi harga yang dihadapi oleh lembaga pemasaran diatasnya dan dapat menentukan posisi tawarnya dalam pembentukan harga. Arifin et al. 2006 melakukan analisis integrasi pasar pada sembilan provinsi di Indonesia menggunakan metode VAR dan VECM. Data time series dibedakan atas 3 periode, yaitu 1 Rezim Orde Baru 1978-1997 dengan monopoli impor beras dilakukan oleh BULOG; 2 Rezim Pasar Bebas 1998- 1999 karena impor beras dibiarkan bebas dengan bea masuk nol persen; dan 3 Rezim Pasar Terbuka Terkendali 2000-2004 karena impor beras dilaksanakan dengan tarif bea masuk Rp 430 per kilogram atau sekitar 30 persen dari harga jual. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pasar beras di lima wilayah kepulauan Indonesia Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali-Nusa Tenggara pada masa Orde Baru telah terintegrasi walau tidak penuh, kemudian pasar beras semakin tersegmentasi pada rezim Pasar Bebas dan Pasar Terbuka Terkendali. Pasar beras yang terintegrasi secara vertikal, yaitu antara harga gabah petani dan harga beras tingkat konsumen, hanya terjadi pada Rezim Orde Baru dengan transmisi harga dari gabah ke beras lebih cepat terjadi atau perubahan harga gabah yang terjadi di tingkat petani sangat cepat mempengaruhi harga beras di tingkat konsumen. Akan tetapi, perubahan harga beras di tingkat konsumen tidak direspon secara cepat oleh harga gabah di tingkat petani.

2.4 Faktor Penentu Integrasi Pasar

Beberapa penelitian yang spesifik bertujuan untuk mengetahui faktor penentu integrasi pasar, diantaranya adalah yang dilakukan oleh Goodwin dan 20 Schroeder 1991, Goletti et al. 1995 serta oleh Ismet et al. 1998, dimana dalam metodologinya umumnya dilakukan dalam dua tahap. Pertama, mengukur tingkat integrasi pasar secara spasial, kemudian selanjutnya melakukan analisis regresi terhadap beberapa explanatory variable hasil pengukuran integrasi pasar tersebut. Penelitian oleh Goodwin dan Schroeder 1991menunjukkan bahwa terdapat empat faktor yang mempengaruhi integrasi pasar ternak secara spasial di Amerika Serikat pada empat periode berbeda selama kurun waktu tahun 1980 hingga 1987, yaitu 1 resiko dan biaya terkait dengan perdagangan antara pasar tersebut jarak antar pasar; 2 ukuran informasi pasar yang ditunjukkan oleh harga yang terbentuk pada suatu pasar tertentu apakah merupakan pasar rujukan atau tidak; 3 ukuran pasar; dan 4 tingkat konsentrasi dari pasar pengemasan. Hasil penelitian Goletti et al.1995 menunjukkan bahwa jarak antar pasar, rasio infrastruktur telefon perkapita dan faktor tenaga kerja berpengaruh negatif terhadap integrasi pasar beras di Bangladesh secara spasial, sedangkan faktor yang berpengaruh positif terhadap integrasi pasar adalah ketidaksamaan produksi dan infrastruktur transportasi jalan, karena mendorong terjadinya perdagangan. Hasil penelitian Ismet et al. 1998 untuk seluruh periode waktu selama periode tahun 1982-1993, menunjukkan bahwa hanya pembelianpengadaan beras oleh BULOG yang memiliki dampak signifikan terhadap integrasi pasar beras secara spasial di Indonesia. Adapun variabel lainnya seperti infrastruktur jalan raya, pertumbuhan pasar pendapatan perkapita di setiap wilayah, penjualanpenyaluran oleh BULOG, dan dummy variable swasembada produksi beras, tidak berdampak signifikan. Pada periode swasembada, pendapatan perkapita juga signifikan memiliki dampak positif. Varela et al. 2012 menemukan bahwa integrasi pasar dipengaruhi oleh variabel remoteness, yaitu pembobotan jarak antara kota di suatu provinsi dengan kota utama central terdekat di provinsi lain berbanding dengan jumlah penduduk kota utama tersebut dan variabel infrastruktur berupa proporsi jalan beraspal dengan total jalanan. Adapun variabel Output Per Capita OutputPC, yaitu produksi per tahun dibagi jumlah penduduk, yang berhubungan dengan hipotesis kemampuan memenuhi kebutuhannya sendiri self-sufficiency menunjukkan