Faktor Penentu Integrasi Pasar

20 Schroeder 1991, Goletti et al. 1995 serta oleh Ismet et al. 1998, dimana dalam metodologinya umumnya dilakukan dalam dua tahap. Pertama, mengukur tingkat integrasi pasar secara spasial, kemudian selanjutnya melakukan analisis regresi terhadap beberapa explanatory variable hasil pengukuran integrasi pasar tersebut. Penelitian oleh Goodwin dan Schroeder 1991menunjukkan bahwa terdapat empat faktor yang mempengaruhi integrasi pasar ternak secara spasial di Amerika Serikat pada empat periode berbeda selama kurun waktu tahun 1980 hingga 1987, yaitu 1 resiko dan biaya terkait dengan perdagangan antara pasar tersebut jarak antar pasar; 2 ukuran informasi pasar yang ditunjukkan oleh harga yang terbentuk pada suatu pasar tertentu apakah merupakan pasar rujukan atau tidak; 3 ukuran pasar; dan 4 tingkat konsentrasi dari pasar pengemasan. Hasil penelitian Goletti et al.1995 menunjukkan bahwa jarak antar pasar, rasio infrastruktur telefon perkapita dan faktor tenaga kerja berpengaruh negatif terhadap integrasi pasar beras di Bangladesh secara spasial, sedangkan faktor yang berpengaruh positif terhadap integrasi pasar adalah ketidaksamaan produksi dan infrastruktur transportasi jalan, karena mendorong terjadinya perdagangan. Hasil penelitian Ismet et al. 1998 untuk seluruh periode waktu selama periode tahun 1982-1993, menunjukkan bahwa hanya pembelianpengadaan beras oleh BULOG yang memiliki dampak signifikan terhadap integrasi pasar beras secara spasial di Indonesia. Adapun variabel lainnya seperti infrastruktur jalan raya, pertumbuhan pasar pendapatan perkapita di setiap wilayah, penjualanpenyaluran oleh BULOG, dan dummy variable swasembada produksi beras, tidak berdampak signifikan. Pada periode swasembada, pendapatan perkapita juga signifikan memiliki dampak positif. Varela et al. 2012 menemukan bahwa integrasi pasar dipengaruhi oleh variabel remoteness, yaitu pembobotan jarak antara kota di suatu provinsi dengan kota utama central terdekat di provinsi lain berbanding dengan jumlah penduduk kota utama tersebut dan variabel infrastruktur berupa proporsi jalan beraspal dengan total jalanan. Adapun variabel Output Per Capita OutputPC, yaitu produksi per tahun dibagi jumlah penduduk, yang berhubungan dengan hipotesis kemampuan memenuhi kebutuhannya sendiri self-sufficiency menunjukkan 21 hubungan non-linear. Semakin besar OutputPC maka integrasi pasar semakin rendah.

2.5 Tinjauan Penelitian Empiris

Konsep transmisi sinyal harga berhubungan dengan perilaku harga kompetitif. Secara spasial, ketentuan the Law of One Price LOP dan integrasi pasar menghasilkan model penentuan harga secara spasial dimana diasumsikan transmisi harga akan terus berlangsung hingga harga keseimbangan terhadap komoditi yang dijual di kedua pasar tersebut perbedaannya akan sebesar biaya transfernya transfer cost. Perubahan yang terjadi pada pasokan dan permintaan di suatu pasar akan mempengaruhi perdagangan dan harga di pasar lainnya hingga kembali terjadi keseimbangan. Penerapan kebijakan harga pertanian juga tidak akan dapat berjalan efektif bila seluruh pasar tidak terintegrasi secara nasional. Suatu kebijakan harga secara nasional akan lebih tepat diterapkan terhadap pasar- pasar yang telah terintegrasi. Transfer cost dan marjin pemasaran yang tinggi akibat buruknya sarana infrastruktur, transportasi dan layanan komunikasi dapat menyebabkan suatu pasar terisolir dan menghambat terjadinya integrasi pasar dan transmisi harga. Selain itu, faktor lain yang juga ikut mempengaruhi dapat berupa kebijakan perdagangan internasional seperti kuota impor, tarif bea masuk, hambatan non tarif dan subsidi ekspor; atau kebijakan lokal seperti harga minimum dan intervensi harga Sexton et al. 1991. Selain infrastruktur pasar seperti transportasi, komunikasi, kredit dan fasilitas penyimpanan yang akan melancarkan fungsi pasar, jarak antar pasar juga mempengaruhi kecepatan dari integrasi pasar. Transmisi harga merupakan faktor penting karena memberikan informasi pada harga pertanian bagi produsen dalam rangka alokasi sumberdaya mereka. Selain itu, karena berbagai kebijakan diimplementasikan melalui instrumen harga maka dampak implementasi kebijakan tidak akan sampai ke seluruh rantai pemasaran pada suatu sistem pemasaran yang tidak terintegrasi. Transmisi harga yang tidak lengkap memberikan informasi insentif yang bias bagi produsen sehingga produktifitas dapat menurun. 22 Ghafoor dan Aslam 2012 melakukan penelitian integrasi pasar dan transmisi harga terhadap lima pasar beras utama di Pakistan menggunakan harga grosir rata-rata bulanan periode Januari 2000-Desember 2009. Analisis menggunakan kointegrasi Johansen dan Error Correction Mechanism, integrasi pasar mulanya diuji untuk kelima pasar tersebut, lalu menganalisis integrasi antar pasangan pasar. Integrasi diuji terhadap pasar beras dan harga FOB, serta antara harga FOB dan harga internasional. Guncangan jangka pendek dan penyesuaiannya dalam jangka panjang diestimasi dan dilakukan uji Granger- Causality untuk melihat arah penyesuaian harga dan menentukan pasar mana yang menjadi acuan harga bagi pasar lain. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelima pasar saling terintegrasi. Hasil ECM dari pasangan pasar menunjukkan 9 hingga 19 persen ketidakseimbangan disequilibrium berkurang setiap periodenya atau dalam satu bulan. Hal tersebut berimplikasi bahwa bila terdapat guncangan shock harga di suatu pasar maka dengan ekonomi yang berlaku akan membutuhkan 4 hingga 5 bulan penyesuaian hingga kembali ke keadaan keseimbangan jangka panjang. Temuan tersebut didukung oleh hasil analisis Granger-Causality yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan kointegrasi antar variabel dan kointegrasi antara harga FOB dan harga domestik, sedangkan antara harga FOB dan harga internasional tidak terdapat kointegrasi. Hal ini berarti bahwa pasar beras di Pakistan tidak terintegrasi baik dengan pasar internasional. Aryani 2009 telah melakukan penelitian mengenai integasi spasial dalam pasar beras dan gula menggunakan pendekatan dengan model Vector Autoregression VAR untuk melihat bagaimana integrasi pasar beras dan gula antara Indonesia, Thailand dan Filipina. Penelitian tersebut mengemukakan bahwa pasar beras dan gula di Thailand, Filipina dan Indonesia telah terintegrasi dengan tingkat integrasi yang sangat lemah. Artinya pengaruh perubahan dalam pasar beras dan gula suatu negara dalam mempengaruhi pergerakan pasar beras dan gula negara lainnya sangat kecil. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa kondisi tersebut disebabkan masih adanya kebijakan pengendalian impor tarif maupun non tarif yang diterapkan oleh tiga negara ASEAN tersebut terhadap komoditas beras dan gula. Aryani