Integrasi Pasar Spasial Analisis Faktor Penentu Integrasi Pasar Beras di Indonesia

17 Kelebihan cadangan pada pasar A akan mendorong pelaku perdagangan di pasar A untuk menjual kelebihan cadangannya ke pasar lain, sedangkan pasar B akan mendatangkan barang dari pasar lain untuk mencukupi kebutuhannya. Informasi dari gambar ini dapat digunakan untuk mengembangkan model keseimbangan spasial dengan mengembangkan kurva excess supply dan kurva excess demand untuk menjelaskan hubungan harga akibat perdagangan antara dua pasar. Excess supply adalah selisih antara jumlah yang ditawarkan dengan jumlah yang diminta pada suatu tingkat harga, yang semakin tinggi dengan semakin meningkatnya harga dan bernilai nol pada harga keseimbangan pasar A P A . Adapun excess demand adalah selisih jumlah yang diminta dengan jumlah yang ditawarkan pada suatu tingkat harga, yang semakin tinggi dengan semakin rendahnya harga dan bernilai nol pada harga keseimbangan pasar B P B . Kurva excess supply dan excess demand dapat berubah searah dengan perubahan kekuatan supply atau demand pada masing-masing pasar. Misalnya terjadi peningkatan demand akibat peningkatan populasi di pasar B, maka excess demand pada suatu tngkatan harga akan bertambah ED 1 ke ED 2 . Hubungan antara kurva excess supply dan excess demand dalam keseimbangan spasial ditunjukkan dalam gambar 5 berikut. Sumber : Tomek dan Robinson 1990 Gambar 5. Kurva Excess Supply Pasar A dan Excess Demand Pasar B 18 Bila tidak ada biaya perdagangan maka kurva excess supply dan excess demand berpotongan pada tingkat harga P E , dan sejumlah Q E akan diperdagangkan oleh pasar A ke pasar B. Volume perdagangan akan makin rendah dengan adanya biaya perdagangan. Efek biaya perdagangan terhadap jumlah dan harga keseimbangan dapat diilustrasikan dengan mengembangkan garis volume perdagangan yang ditunjukkan oleh garis xy. Perdagangan tidak akan terjadi jika biaya perdagangan sebesar P B -P A dan mencapai maksimum jika tidak ada biaya transfer. Jika tedapat biaya transfer sebesar t, maka keseimbangan terjadi pada jumlah yang diperdagangkan sebesar QE 1 dengan harga keseimbangan P EA1 di pasar A dan P EB1 di pasar B. Misal terjadi pergeseran demand di pasar B akibat peningkatan jumlah penduduk, maka harga di pasar B akan terdorong naik. Pergeseran ini akan menyebabkan excess demand meningkat dan menggeser kurva excess demand ke kanan ED 1 ke ED 2 . Perubahan excess demand ini menyebabkan garis perdagangan bergeser ke kanan xy ke x’y’. Perdagangan tidak akan terjadi pada saat biaya transfer sebesar P B2 -P A dan mencapai maksimum Q E ’ saat biaya transfernya nol. Jika biaya transfer tetap sebesar t, maka keseimbangan akan terjadi pada jumlah perdagangan sebesar QE 2 dengan harga keseimbangan P EA2 di pasar A dan P EB2 di pasar B. Keterangan ini menjelaskan bahwa perubahan harga di suatu pasar akibat perubahan kekuatan pasar akan menyebabkan perubahan harga di pasar lain yang melakukan perdagangan dengan pasar tersebut.

2.3 Integrasi Pasar Vertikal

Integrasi pasar vertikal adalah tingkat keeratan hubungan antara suatu lembaga pemasaran dengan lembaga pemasaran lainnya dalam satu rantai pemasaran. Hal ini penting pula untuk diketahui agar dapat melihat tingkat keeratan hubungan antara pasar produsen dan pasar eceranpedagang. Pasar produsen adalah pasar yang didalamnya bekerja kekuatan permintaan dari pedagang dan kekuatan penawaran dari produsen, sedangkan pasar eceran adalah pasar yang didalamnya bekerja kekuatan permintaan dari konsumen akhir dan kekuatan penawaran dari pedagang. 19 Suatu pasar dikatakan terintegrasi vertikal apabila harga pada suatu lembaga pemasaran ditransformasikan kepada lembaga pemasaran lainnya dalam suatu rantai pemasaran secara selaras. Tingkat integrasi pasar yang tinggi menunjukkan lancarnya arus informasi antar lembaga pemasaran dalam satu rantai pemasaran sehingga harga yang terjadi pada pasar yang dihadapi oleh lembaga pemasaran yang lebih rendah, dipengaruhi oleh lembaga pemasaran yang lebih tinggi. Hal ini dikarenakan, apabila arus informasi berjalan lancar dan seimbang, maka tingkat lembaga pemasaran yang lebih rendah mengetahui informasi harga yang dihadapi oleh lembaga pemasaran diatasnya dan dapat menentukan posisi tawarnya dalam pembentukan harga. Arifin et al. 2006 melakukan analisis integrasi pasar pada sembilan provinsi di Indonesia menggunakan metode VAR dan VECM. Data time series dibedakan atas 3 periode, yaitu 1 Rezim Orde Baru 1978-1997 dengan monopoli impor beras dilakukan oleh BULOG; 2 Rezim Pasar Bebas 1998- 1999 karena impor beras dibiarkan bebas dengan bea masuk nol persen; dan 3 Rezim Pasar Terbuka Terkendali 2000-2004 karena impor beras dilaksanakan dengan tarif bea masuk Rp 430 per kilogram atau sekitar 30 persen dari harga jual. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pasar beras di lima wilayah kepulauan Indonesia Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali-Nusa Tenggara pada masa Orde Baru telah terintegrasi walau tidak penuh, kemudian pasar beras semakin tersegmentasi pada rezim Pasar Bebas dan Pasar Terbuka Terkendali. Pasar beras yang terintegrasi secara vertikal, yaitu antara harga gabah petani dan harga beras tingkat konsumen, hanya terjadi pada Rezim Orde Baru dengan transmisi harga dari gabah ke beras lebih cepat terjadi atau perubahan harga gabah yang terjadi di tingkat petani sangat cepat mempengaruhi harga beras di tingkat konsumen. Akan tetapi, perubahan harga beras di tingkat konsumen tidak direspon secara cepat oleh harga gabah di tingkat petani.

2.4 Faktor Penentu Integrasi Pasar

Beberapa penelitian yang spesifik bertujuan untuk mengetahui faktor penentu integrasi pasar, diantaranya adalah yang dilakukan oleh Goodwin dan