Tinjauan Penelitian Empiris Analisis Faktor Penentu Integrasi Pasar Beras di Indonesia
22 Ghafoor dan Aslam 2012 melakukan penelitian integrasi pasar dan
transmisi harga terhadap lima pasar beras utama di Pakistan menggunakan harga grosir rata-rata bulanan periode Januari 2000-Desember 2009. Analisis
menggunakan kointegrasi Johansen dan Error Correction Mechanism, integrasi pasar mulanya diuji untuk kelima pasar tersebut, lalu menganalisis integrasi antar
pasangan pasar. Integrasi diuji terhadap pasar beras dan harga FOB, serta antara harga FOB dan harga internasional. Guncangan jangka pendek dan
penyesuaiannya dalam jangka panjang diestimasi dan dilakukan uji Granger- Causality untuk melihat arah penyesuaian harga dan menentukan pasar mana yang
menjadi acuan harga bagi pasar lain. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelima pasar saling terintegrasi. Hasil
ECM dari pasangan pasar menunjukkan 9 hingga 19 persen ketidakseimbangan disequilibrium berkurang setiap periodenya atau dalam satu bulan. Hal tersebut
berimplikasi bahwa bila terdapat guncangan shock harga di suatu pasar maka dengan ekonomi yang berlaku akan membutuhkan 4 hingga 5 bulan penyesuaian
hingga kembali ke keadaan keseimbangan jangka panjang. Temuan tersebut didukung oleh hasil analisis Granger-Causality yang menunjukkan bahwa terdapat
hubungan kointegrasi antar variabel dan kointegrasi antara harga FOB dan harga domestik, sedangkan antara harga FOB dan harga internasional tidak terdapat
kointegrasi. Hal ini berarti bahwa pasar beras di Pakistan tidak terintegrasi baik dengan pasar internasional.
Aryani 2009 telah melakukan penelitian mengenai integasi spasial dalam pasar beras dan gula menggunakan pendekatan dengan model Vector
Autoregression VAR untuk melihat bagaimana integrasi pasar beras dan gula antara Indonesia, Thailand dan Filipina. Penelitian tersebut mengemukakan bahwa
pasar beras dan gula di Thailand, Filipina dan Indonesia telah terintegrasi dengan tingkat integrasi yang sangat lemah. Artinya pengaruh perubahan dalam pasar
beras dan gula suatu negara dalam mempengaruhi pergerakan pasar beras dan gula negara lainnya sangat kecil.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa kondisi tersebut disebabkan masih adanya kebijakan pengendalian impor tarif maupun non tarif yang diterapkan
oleh tiga negara ASEAN tersebut terhadap komoditas beras dan gula. Aryani
23 2009 juga menyatakan bahwa variasi harga beras di Indonesia masih bisa
dijelaskan oleh dirinya sendiri sebesar 74 persen sedangkan sisanya dijelaskan oleh variasi pada pasar Thailand dan Filipina. Hal tersebut terjadi karena pasar
beras Indonesia sedikit terisolasi dari dua pasar beras negara lainnya yang disebabkan adanya kebijakan pengendalian impor dan posisi Indonesia sebagai net
importer beras dimana kebutuhan beras domestik tidak hanya bergantung pada impor saja.
Istiqomah et. al. 2005 melakukan kajian mengenai volatilitas dan integrasi pasar beras Indonesia dengan pasar beras Dunia. Metode yang digunakan untuk
melihat volatilitas harga yaitu standard deviation of the natural logarithm of inter-year price growth sedangkan untuk mengkaji integrasi pasar digunakan
multivariate and bivariate price transmission analysis dengan menggunakan Johansen maximum likelihood method. Penelitian tersebut mengemukakan bahwa
dihapuskannya hak monopoli BULOG dalam mengimpor beras dimana perdagangan semakin liberal menjadikan harga beras semakin volatile baik harga
ditingkat produsen maupun harga di tingkat retail. Sementara itu, Sebelum liberalisasi, harga beras domestik terintegrasi secara penuh dengan harga Dunia.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa harga beras domestik bergerak searah dengan harga beras Dunia. Akan tetapi setelah liberalisasi, tidak terjadi integrasi
pasar secara penuh pada pasar beras Indonesia. Istiqomah et. al. 2005 berpendapat bahwa hal yang dapat terjadi karena keterlambatan respon pasar
terhadap kebijakan baru. Penelitian Worldbank terhadap faktor penentu integrasi pasar dan transmisi
harga di Indonesia dilakukan oleh Varela et al. 2012, terhadap beberapa komoditi, diantaranya pada komoditas minyak goreng, beras dan gula di tingkat
eceran serta pada tepung terigu dan kedele di tingkat grosir. Tingkat integrasi diukur menggunakan kointegrasi dan menggunakan analisis regresi untuk melihat
faktor penyebab perbedaan harga dan integrasi pasar. Hasil penelitian menunjukkan terdapat integrasi pasar pada komoditas beras
dan gula dan perbedaan harga yang kecil dalam rentang 5-12 persen. Sebaliknya pada tepung terigu, kedele dan minyak goreng, terdapat integrasi pasar yang
rendah dan perbedaan harga dengan rentang yang lebih besar yaitu 16-22 persen.
24 Integrasi antar provinsi di Indonesia ditunjukkan oleh tingkat remoteness dan
kualitas infrastruktur transportasi di provinsi tersebut. Bustaman 2003 melakukan penelitian yang mengukur derajat integrasi
pasar beras tingkat provinsi di 15 provinsi utama, dan diperoleh hasil bahwa pasar-pasar tersebut saling terintegrasi secara spasial, baik dalam jangka panjang
maupun jangka pendek. Adapun integrasi secara vertikal yang diukur pada 14 provinsi tersebut, kecuali pada provinsi Jakarta, menunjukkan bahwa pasar
produsen dan konsumen saling terintegrasi dalam jangka pendek kecuali di provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Barat dan Sulawesi Selatan. Namun
dalam jangka panjang, hampir seluruhnya terintegrasi dengan baik. Demikian pula integrasi terhadap pasar beras domestik dengan pasar
internasional, dimana sebelum tahun 1998 pasar domestik tidak terintegrasi dengan pasar internasional akibat restriksi yang dilakukan pemerintah Indonesia,
namun setelah itu semakin terintegrasi dengan tingkat yang lemah karena masih terdapat hambatan impor berupa tarif dan ijin impor bagi swasta.
Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Burhan 2006, yang menunjukkan bahwa pasar beras dan gabah domestik terintegrasi
dengan pasar beras dunia. Harga beras dunia berpengaruh positif terhadap harga beras domestik dan berpengaruh negatif terhadap harga gabah domestik. Volume
impor sangat kecil pengaruhnya terhadap harga gabah dan beras domestik, sedangkan harga BBM memberikan pengaruh yang besar terhadap harga gabah
dan beras domestik. Adapun penelitian yang dilakukan oleh Aryani dan Ylius 2012,
menunjukkan hal yang berbeda. Pasar-pasar beras tingkat eceran antara daerah pusat produksi beras di Indonesia tidak sepenuhnya terintegrasi. Hal tersebut
menunjukkan struktur kompetitif yang tidak sempurna. Intervensi pemerintah dalam rangka stabilisasi harga beras masih sangat diperlukan. Gangguan yang
terjadi di pasar beras Jakarta akan mempengaruhi harga di pasar beras pada provinsi lainnya.
25