1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Persaingan bisnis yang semakin ketat dalam era globalisasi saat ini bermuara pada masalah tantangan dan peluang yang dihadapi perusahaan
berdasarkan pada kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh masing-masing perusahaan. Dalam menjalankan dan mengelola operasi bisnisnya setiap
perusahaan memiliki berbagai kebutuhan, terutama yang berkaitan dengan dana agar aktivitas perusahaan dapat berjalan sesuai dengan tujuan
perusahaan. Tujuan utama perusahaan yaitu untuk meningkatkan nilai perusahaan melalui peningkatan kemakmuran pemilik shareholders atau
para pemegang saham Salvatore, 2005. Pendanaan digunakan oleh perusahaan untuk menutupi seluruh atau sebagian dari biaya yang diperlukan,
baik dana jangka panjang maupun dana jangka pendek. Dana juga dibutuhkan untuk melakukan ekspansi atau perluasan usaha atau investasi baru. Artinya
didalam perusahaan harus tersedia dana dalam jumlah tertentu sehingga tersedia pada saat dibutuhkan. Perusahaan membutuhkan dana yang optimal
baik yang berasal dari dalam perusahaan bisa berupa laba ditahan retained earnings yang merupakan hasil atau keuntungan dari kegiatan operasi
maupun dana yang berasal dari luar perusahaan yang merupakan dana tambahan yang sangat berguna dan bermanfaat sebagai modal pengembangan
usaha, sumber dana yang berasal dari luar bisa berupa pinjaman, baik pinjaman jangka pendek ataupun jangka panjang, selain itu juga bisa dengan
menjual surat berharga IPO kepada masyarakat umum melalui pasar modal.
2 Dan salah satu alternatif perusahaan untuk memperoleh dana adalah dengan
kebijakan hutang Sukmaja, 2009:26. Dalam hal ini tugas manajer keuangan yang bertugas memenuhi kebutuhan dana tersebut Kasmir, 2009:150.
Namun, seringkali pihak manajer perusahaan atau insider mempunyai tujuan lain yang bertentangan dengan tujuan utama tersebut, sehingga timbul konflik
kepentingan di antara pihak manajemen dalam hal ini yaitu manajer agen dengan para pemegang saham principal sehingga menimbulkan apa yang
disebut dengan masalah keagenan agency problems Brealey, 2008:16. Menurut Brigham dan Daves dalam Masdupi 2005:3, manajer
seharusnya memperhatikan kepentingan pemilik perusahaan. Tetapi dalam kenyataannya, manajemen juga berkepentingan terhadap kemakmuran dirinya
sehingga membuat manajer enggan untuk mengambil keputusan yang lebih berisiko. Jika investasi yang berisiko tersebut gagal, maka laba perusahaan
akan mengalami penurunan. Pada kenyataannya, ukuran kinerja manajerial adalah laba yang dihasilkan. Dengan demikian, kegagalan investasi tersebut
dapat mengakibatkan manajer tidak memperoleh insentif atau bonus seperti yang diharapkan. Akibatnya, manajer tidak lagi memaksimumkan
kemakmuran pemegang saham melainkan mengambil jalan tengah dengan meminimumkan kerugian potensial dari pemilik perusahaan.
Konflik kepentingan antara manajer dan pemegang saham dalam keputusan pendanaan terjadi disebabkan pemegang saham hanya peduli
dengan risiko sistematik dari saham perusahaan, karena mereka berinvestasi pada portofolio yang terdiversifikasi dengan baik. Sebaliknya manajer peduli
pada risiko perusahaan secara keseluruhan karena menyangkut reputasinya
3 Wahidawati, 2002 dalam Apit Susanti dan Sekar Mayangsari, 2014. Dalam
konteks keuangan, masalah tersebut muncul antara prinsipal dan agen. Masalah keagenan tersebut dapat terjadi antara pemilik shareholders
dengan manajer, manajer dengan debtholder, serta manajer dan shareholders dengan debtholder. Konflik tersebut dikenal sebagai masalah keagenan
agency problem Suad Husnan dan Enny Pudjiastuti, 2002:12. Permasalahan konflik keagenan muncul
ketika perusahaan mulai menggunakan sumber dana eksternal untuk membiayai investasi. Sumber
dana eksternal yang dimaksud adalah penggunaan hutang kreditur dan saham manajerial, individu, institusi. Masalah yang muncul adalah naiknya
risiko yang ditanggung oleh pihak eksternal tersebut akibat tindakan ataupun keputusan yang dibuat oleh manajemen.
Konflik keagenan juga dapat terjadi karena manajer memiliki informasi yang lebih baik mengenai prospek perusahaan dibandingkan
dengan informasi yang dimiliki pemegang saham atau disebut dengan asymmetric information Brigham dan Houston, 2012. Selain itu, konflik
seperti ini kemungkinan besar terjadi ketika para manajer sebuah perusahaan memiliki terlalu banyak dana yang dapat mereka gunakan untuk mendanai
proyek-proyek pribadi para manajer yang tidak memberikan manfaat untuk memaksimalkan harga-harga saham. Akibat dari konflik keagenan adalah
memunculkan biaya yang disebut sebagai agency cost yang berguna sebagai mekanisme pengawasan untuk meminimalkan konflik keagenan agency
conflict yang dapat mensejajarkan kepentingan-kepentingan manajer dan pemegang saham.
4 Kebijakan hutang merupakan salah satu keputusan pendanaan
eksternal yang sangat penting bagi perusahaan. Kebijakan hutang ini dilakukan guna untuk menambah dana perusahaan yang akan digunakan
untuk memenuhi kebutuhan operasionalnya. Hutang mempunyai pengaruh penting bagi perusahaan karena selain sebagai sumber pendanaan ekspansi,
hutang juga dapat digunakan untuk mengurangi konflik keagenan. Menurut Brigham dan Houston 2006, salah satu alternatif guna mengurangi
kelebihan arus kas adalah dengan mengubah struktur modal ke arah hutang dengan harapan persyaratan penutupan hutang yang lebih tinggi akan
memaksa manajer untuk lebih disiplin. Karena hal tersebut, manajer akan lebih berhati-hati untuk tidak melakukan pengeluaran yang sia-sia jika
perusahaan memiliki persyaratan penutupan hutang dalam jumlah besar sehingga manajer akan terkontrol dalam menggunakan arus kas perusahaan.
Menurut Brigham dan Ehrhardt 2005 dengan adanya hutang, kebutuhan untuk membayar bunga dan pokok pinjaman secara perodik akan mengurangi
jumlah uang yang dapat dipergunakan oleh manajer untuk kepentingan pribadinya Farah Margaretha Yolla Argoeby, 2009.
Para investor menanamkan dananya pada perusahaan bertujuan untuk mendapatkan return. Return terdiri dari yield dan capital gain. Selain
memperoleh capital gain, dividen juga merupakan salah satu keuntungan yang akan diperoleh bagi investor atau pemegang saham. Adanya
pembayaran dividen yang tetap menyebabkan timbulnya suatu kebutuhan dana yang tetap setiap tahunnya sehingga kebutuhan dana perusahaan akan
meningkat. Perusahaan yang memiliki dividen payout ratio yang tinggi lebih
5 menyukai pendanaan dengan modal sendiri karena pembayaran dividen akan
meningkatkan kewajiban perusahaan dan pembayaran dividen pada umumnya dilakukan setelah perusahaan melakukan pembayaran terhadap bunga dan
cicilan hutang perusahaan. Oleh karena itu, manajer akan lebih berhati-hati dan efisien dalam menggunakan hutang Yeniatie Nicken Destriana, 2010.
Free cash flow adalah arus kas yang benar-benar tersedia untuk didistribusikan kepada seluruh investor pemegang saham dan pemilik hutang
setelah perusahaan menempatkan seluruh investasinya pada aktiva tetap, produk-produk
baru dan
modal kerja
yang dibutuhkan
untuk mempertahankan operasi yang sedang berjalan Brigham Houston,
2006:65. Kebijakan hutang juga bergantung pada pertumbuhan aset yang
dimiliki perusahaan. Perusahaan yang mempunyai aset besar tentu lebih mudah memperoleh hutang atau pinjaman dari pada perusahaan yang tidak
mempunyai assetyang besar. Menurut Gapenski dan Daves dalam Sukmaja 2009 : 42, perusahaan yang memiliki jaminan terhadap hutang akan lebih
mudah mendapatkan hutang dari pada perusahaan yang tidak memiliki jaminan terhadap hutang.
Pertumbuhan penjualan yang tinggi dapat meningkatkan biaya operasional melalui hutang. Menurut Brigham dan Houston 2010,
perusahaan dengan tingkat laba yang tinggi cenderung lebih besar menggunakan sumber dana eksternal yaitu hutang dibandingkan dengan
perusahaan-perusahaan yang tingkat penjualannya rendah.
6 Kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba dapat digunakan
untuk mengembalikan hutang dan bunga pinjaman. Semakin tinggi kemampuan perusahaan untuk memperoleh laba, maka semakin besar return
yang diharapkan oleh investor. Perusahaan dengan profitabilitas tinggi biasanya menggunakan hutang dalam jumlah sedikit dibandingkan dengan
perusahaan yang memiliki profitabilitas rendah karena perusahaan dengan profitabilitas tinggi memungkinkan perusahaan untuk membiayai sebagian
besar kebutuhan pendanaan dengan dana yang di dapat dari dalam perusahaan. Oleh karena itu, para investor memiliki minat yang besar
terhadap perusahaan yang memiliki profitabilitas tinggi. Karena para investor memiliki tujuan untuk mendapatkan tingkat return yang seimbang dengan
tingkat risiko yang diambilnya. Selain itu, semakin banyak laba yang di peroleh perusahaan maka semakin banyak cadangan dana yang disiapkan
untuk membayar hutang tersebut. Hal ini sesuai dengan pecking order theory yang menentukan urutan dalam keputusan pendanaan dimana para manajer
pertama kali akan memilih untuk menggunakan laba ditahan, hutang dan penerbitan saham sebagai pilihan terakhir Mamduh, 2004 dalam Zulfia
Andina, 2013. Kemampuan perusahaan dalam mengembalikan hutangnya tergantung
dari kebijakan hutang yang diambil oleh perusahaan. Kemampuan perusahaan dapat meningkatkan kepercayaan para kreditur untuk meminjamkan dana
kepada perusahaan. Kemampuan perusahaan tersebut, dapat diukur dengan current ratioCR yaitu perbandingan aktiva lancar dengan hutang lancarnya
yang biasa disebut dengan likuiditas perusahaan. Perusahaan yang memiliki
7 current ratio tinggi berarti memiliki aktiva lancar yang cukup untuk
mengembalikan hutang lancarnya sehingga perusahaan berpeluang untuk mendapatkan hutang dengan mudah dari para investor Ozkan, 2001.
Ukuran perusahaan menggambarkan besar kecilnya suatu perusahaan. Ukuran perusahaan merupakan salah satu hal yang perlu dipertimbangakan
perusahaan dalam menentukan kebijakan hutang. Perusahaan besar memiliki keuntungan aktivitas serta lebih dikenal oleh publik dibandingkan dengan
perusahaan kecil sehingga kebutuhan hutang perusahaan yang besar akan lebih tinggi dari pada perusahaan kecil. Semakin besar ukuran perusahaan,
maka perusahaan akan semakin transparan dalam mempublikasikan kinerja perusahaan kepada pihak luar. Dengan demikian dapat meningkatkan
kepercayaan para kreditur untuk memberikan pinjaman kepada perusahaan besar. Sehingga aktiva yang di danai dengan hutang akan semakin besar pula
Homaifer dan Zietz, 1994. Menurut Brigham dan Houston 2011:188 struktur aktiva adalah
sebuah jaminan perusahaan yang asetnya memadai untuk digunakan sebagai jaminan dalam menggunakan utang. Aset umum yang dapat digunakan oleh
banyak perusahaan dapat menjadi jaminan yang baik, sementara tidak untuk aset dengan tujuan khusus.
Dalam penelitian ini kebijakan hutang dapat diproksikan dengan Debt to Assets Ratio DAR. Rasio hutang debt ratio merupakan ukuran seberapa
besar aktiva yang dimiliki oleh perusahaan dibelanjai hutang pinjaman. Semakin besar rasio hutang terhadap total assets maka risiko bagi investor
akan semakin tinggi Brigham dan Houston, 2012.Tinggi rasio DAR
8 menunjukkan bahwa pendanaan yang berasal dari hutang besar. Investor
cenderung lebih tertarik pada tingkat DAR lebih dari satu karena mengindikasikan risiko perusahaan tinggi karena penggunaan hutangnya
tinggi. Oleh karena itu, perusahaan akan berusaha agar tingkat DAR yang dimiliki perusahaan tidak lebih dari satu dalam struktur pendanaannya
Brigham dan Houston, 2001. Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam aktivitas pendanaan adalah hutang, yaitu menentukan sampai sejauh mana
hutang digunakan dalam struktur modal perusahaan dan seberapa besar perusahaan mendanai assetnya dengan menggunakan hutang.
Industri manufaktur adalah industri dengan perusahaan yang paling mendominasi di Bursa Efek Indonesia. Industri ini terdiri dari sekitar 150
perusahaan yang dikelompokkan menjadi beberapa sub kategori industri. Perusahaan manufaktur sendiri merupakan perusahaan yang melakukan
proses produksi yang mengubah barang mentah menjadi barang jadi atau barang yang siap dikonsumsi sehingga membutuhkan dana yang cukup besar
dalam menjalankan kegiatan operasionalnya. Banyaknya perusahaan dalam industri, serta kondisi ekonomi saat ini telah menciptakan persaingan yang
sangat ketat antar perusahaan manufaktur namun semakin pesatnya persaingan tersebut tidak atau belum didukung oleh pengawasan yang ketat,
hal ini menimbulkan banyak permasalahan dalam dunia manufaktur seperti penyalahgunaan penyaluran kredit yang akhirnya menjadi kredit macet,
sehingga perusahaan manufaktur tersebut menjadi kekurangan likuiditas yang parah, pada akhirnya menjadikan perusahaan tersebut mengalami pailit
dilikuidasi.
9 Persaingan yang terjadi dalam industri manufaktur tentunya membuat
setiap perusahaan semakin meningkatkan kinerjanya agar dapat tercapainya tujuan perusahaan. Menurut situs resmi Kemenprin,Industri manufaktur
merupakan salah satu sektor industri di Indonesia yang paling diminati oleh investor asing seiring pulihnya perdagangan internasional khususnya sektor
industri barang dan konsumsi yang mempunyai peran aktif dalam pasar modal dimana pada awal tahun 2011 sektor barang dan konsumsi mengalami
kenaikan sebesar 41,93 dibandingkan sektor lainnya. Pada tahun 2013, Kemenprin juga mencatatkan bahwa industri barang dan konsumsi menjadi
penopang daya tahan sektor manufaktur yang tumbuh sebesar 28. Kenaikan ini merupakan kenaikan tertinggi kedua dari sepuluh sektor yang ada serta
sektor dengan kinerja yang lebih tinggi dibandingkan sektor-sektor lainnya yang menjadi bagian dalam industri manufaktur. Oleh karena itulah sektor
industri barang dan konsumsi harus dapat menjaga kesehatan keuangan atau likuiditas. Mengingat besarnya pengaruh yang akan terjadi jika mengalami
kesulitan keuangan pada industri barang dan konsumsi, maka perlu dilakukan analisis sedemikian rupa, sehingga kesulitan keuangan dan kemungkinan
kebangkrutan dapat diketahu lebih awal untuk selanjutnya menentukan arah kebijaksanaan.
Dengan demikian, perusahaan harus mempunyai kemampuan dalam mengambil keputusan yang tepat dalam hal pendanaan khususnya
menggunakan hutang agar perusahaan dapat berkembang, bertahan hidup, bersaing dengan perusahaan lainnya serta memiliki pengaruh terhadap nilai
perusahaan.
10 Dari pengamatan sepintas yang telah dilakukan, dapat diketahui
bahwa variabel kebijakan hutang DAR, kebijakan dividen DPR, free cash flow FCF, pertumbuhan aset GA, pertumbuhan penjualan GS, likuiditas
CR, profitabilitas ROA, ukuran perusahaan SIZE, serta struktur aktiva SA perusahaan manufaktur sektor industri barang dan konsumsi yang
terdaftar di BEI tahun 2010-2014 mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.1 sebagai berikut:
Tabel 1.1 Rata-rata 9 Variabel UtamaPada Perusahaan Manufaktur Sektor Industri
Barang dan Konsumsi di BEI Tahun 2010-2014
No VARIABEL
TAHUN 2010
2011 2012
2013 2014
1 DAR 0.4020 0.2916 0.3161 0.3183 0.3461
Perubahan -
-27.4 8.4
0.7 8.7
2 DPR 0.5350 0.4716 0.6626 0.4229 0.5506
Perubahan -
-11.8 40.5
-36.2 30.2
3 FCF 0.1970 0.1211 0.0537 0.0924 0.0458
Perubahan -
-38.5 -55.7
72.2 -50.5
4 Growth Asset 0.0330 0.1250 0.1075 0.1981 0.1114
Perubahan -
278.2 -13.9
84.2 -43.8
5 Growth Sales 0.3206 0.1143 0.1468 0.1453 0.0841
Perubahan -
-64.4 28.5
-1.1 42.1
6 Likuiditas 4.0234 4.1367 3.3848 2.9481 2.9088
Perubahan -
2.8 -18.2
-12.9 -1.3
7 Profitabilitas ROA 0.3860 0.2132 0.2018 0.2209 0.1842
Perubahan -
-44.8 -5.4
9.4 -16.6
8 Ukuran Perusahaan SIZE 28.5709 28.8616 28.9601 29.1362 29.2389
Perubahan -
1.0 0.3
0.6 0.4
9 Struktur Aktiva 0.5175 0.3257 0.3345 0.3454 0.3559
Perubahan -
-37.1 2.7
3.2 3.1
Sumber: Data diolah 2016 Ditinjau dari DAR perusahaan yang dapat dilihat pada Tabel 1.1,
tahun 2010 sampai dengan 2014 rata-rata DAR perusahaan manufaktur sektor industri barang dan konsumsi mengalami kenaikan. Hal ini menunjukkan
bahwa proporsi hutang untuk membiayai aktiva cenderung berubah tiap
11 tahunnya tergantung dari keputusan manajer dan pemegang saham. Dalam
signaling theory dinyatakan bahwa perusahaan dengan prospek yang menguntungkan akan mencoba menghindari penjualan saham dan
mengusahakan modal baru dengan cara-cara lain seperti dengan menggunakan hutang.
Tabel 1.1 menunjukkan bahwa rata-rata variabel independen kebijakan dividen, free cash flow, pertumbuhan aset, pertumbuhan penjualan,
likuiditas, profitabilitas, ukuran perusahaan, struktur aktiva perusahaan manufaktur sektor industri barang dan konsumsi pada tahun 2010 sampai
dengan 2014 mengalami fluktuatif. DPR perusahaan mengalami naik turun dari tahun ke tahun, pada tahun 2011 dan 2013 DPR perusahaan mengalami
penurunan sedangkan untuk tahun 2012 dan 2014 DPR perusahaan mengalami kenaikan. FCF perusahaan cenderung mengalami penuruan dari
tahun ke tahun, hanya pada tahun 2013 FCF perusahaan mengalami kenaikan sebesar 72,2. Growth Asset perusahaan cenderung mengalami fluktuatif
dari tahun ke tahun, pada tahun 2012 dan 2014 Growth Asset perusahaan mengalami penurunan sedangkan pada tahun 2011 dan 2013 Growth Asset
perusahaan mengalami kenaikan. Growth Sales perusahaan cenderung mengalami penurunan dari tahun ke tahun, penurunan paling besar dialami
pada tahun 2011 sebesar 64,4 sedangkan pada tahun 2012 dan 2014 Growth Sales perusahaan mengalami kenaikan sebesar 28,5 dan 42,1. CR
perusahaan cenderung mengalami penurunan dari tahun ke tahun, padatahun 2011 CR perusahaan mengalami kenaikan sebesar 2,8 dan pada tahun 2012-
2014 CR perusahaan selalu mengalami penurunan. ROA perusahaan
12 cenderung mengalami penurunan dari tahun ke tahun, hanya saja pada tahun
2013 ROA perusahaan mengalami kenaikan sebesar 9,4. SIZE perusahaan dari tahun ke tahun cenderung mengalami kenaikan meskipun presentase
kenaikan tidak terlalu besar namun setidaknya kenaikan SIZE perusahaan cukup stabil. Struktur aktiva perusahaan dari tahun cenderung mengalami
kenaikan, hanya saja pada tahun 2011 struktur aktiva perusahaan mengalami penurunan yang cukup signifikan yaitu sebesar 37,1.
Telah banyak penelitian empiris yang mecoba menguji model dari kebijakan hutang pada perusahaan. Kebanyakan dari penelitian tersebut
dilakukan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan kebijakan hutang. Masing-masing faktor memiliki pengaruh yang
berbeda-beda. Besar kecilnya pengaruh dari faktor-faktor tersebut terhadap kebijakan hutang, tergantung pada jenis perusahaannya dan dimana industri
perusahaan itu beroperasi. Hasil penelitian tentang pengaruh kebijakan dividen terhadap
kebijakan hutang menunjukkan hasil yang tidak konsisten. Penelitian yang dilakukan oleh Christine Dwi Karya Susilawati dan Lidya Agustina 2012,
Apit Susanti dan Sekar Mayangsari 2014menunjukkan bahwa variabel kebijakan dividen tidak berpengaruh terhadap kebijakan hutang. Sedangkan
penelitian yang dilakukan oleh M. Syafiudin Hidayat 2013 menunjukkan bahwa variabel kebijakan dividen berpengaruh negatif terhadap kebijakan
hutang. Hasil penelitian tentang pengaruh free cash flow terhadap kebijakan
hutang menunjukkan hasil yang tidak konsisten. Penelitian yang dilakukan
13 oleh Imran dan Akram 2015 menunjukkan bahwa variabel free cash flow
mempunyai pengaruh negatif yang signifikan terhadap kebijakan hutang. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Christine Dwi Karya Susilawati
dan Lidya Agustina 2012, Riki Sanjaya 2014 menunjukan hasil bahwa free cash flow berpengaruh positif terhadap kebijakan hutang.
Hasil penelitian tentang pengaruh pertumbuhan aset terhadap kebijakan hutang menunjukkan hasil yang tidak konsisten. Penelitian yang
dilakukan oleh Riki Sanjaya 2014 menunjukkan hasil bahwa variabel pertumbuhaan perusahaan tidak berpengaruh terhadap kebijakan hutang.
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Rabiah Abdul Wahab et al 2012, Apit Susanti dan Sekar Mayangsari 2014 menunjukan hasil bahwa
pertumbuhaan perusahaan berpengaruh positif terhadap kebijakan hutang. Serta penelitian Khalid Alkhatib 2012, Tanveer Ashraf dan Safdar
Rasool2013, Imran dan Akram 2015 menunjukkan bahwa variabel pertumbuhan perusahaan berpengaruh negatif terhadap kebijakan hutang.
Hasil penelitian tentang pengaruh pertumbuhan penjualan terhadap kebijakan hutang menunjukkan hasil yang tidak konsisten. Penelitian yang
dilakukan oleh Afza dan Hussain 2011, Ellili dan Faraouk 2011 menunjukkan bahwa variabel pertumbuhan penjualan berpengaruh negatif
terhadap kebijakan hutang. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh M. Syafiudin Hidayat 2013 menunjukkan bahwa variabel pertumbuhan
penjualan berpengaruh positif terhadap kebijakan hutang. Hasil penelitian tentang pengaruh likuiditas terhadap kebijakan hutang
menunjukkan hasil yang tidak konsisten. Penelitian yang dilakukan oleh
14 Khalid Alkhatib 2012, dan
Sorana
VĂTAVU 2013 menunjukkan bahwa variabel likuditas berpengaruh negatif terhadap kebijakan hutang. Sedangkan
penelitian yang dilakukan oleh Mahvish Sabir dan Qaisar Ali Malik 2012, Rabiah Abdul Wahab et al 2012 dan Imran dan Akram 2015 menunjukkan
hasil bahwa variabel likuiditas berpengaruh positif terhadap kebijakan hutang. Hasil penelitian tentang pengaruh profitabilitas terhadap kebijakan
hutang menunjukkan hasil yang tidak konsisten. Penelitian yang dilakukan oleh Rabiah Abdul Wahab et al 2012 dan Elly Astuti 2014 menunjukkan
bahwa variabel profitabilitas berpengaruh positif terhadap kebijakan hutang. Sedangkan penelitian yang dilakukan olehChristine Dwi Karya Susilawati
dan Lidya Agustina 2012, Mahvish Sabir dan Qaisar Ali Malik 2012, Sorana
VĂTAVU 2013, Apit Susanti dan Sekar Mayangsari 2014, Riki Sanjaya 2014, Imran dan Akram 2015 menunjukan hasil bahwa
profitabilitas berpengaruh negatif terhadap kebijakan hutang. Serta penelitian Khalid Alkhatib 2012 menunjukkan hasil bahwa profitabilitas tidak
berpengaruh terhadap kebijakan hutang. Hasil penelitian tentang pengaruh ukuran perusahaan terhadap
kebijakan hutang menunjukkan hasil yang tidak konsisten. Penelitian yang dilakukan oleh Christine Dwi Karya Susilawati dan Lidya Agustina 2012,
Mahvish Sabir dan Qaisar Malik 2012, dan Elly Astuti 2014 menunjukkan bahwa variabel ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap kebijakan
hutang.Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Khalid Alkhatib 2013, M. Syafiudin Hidayat 2013, dan Riki Sanjaya 2014 menunjukan hasil bahwa
ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap kebijakan hutang. Serta
15 penelitian Tanveer Ashraf dan Safdar Rasool 2013 yang menunjukan hasil
bahwa ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap kebijakan hutang. Hasil penelitian tentang pengaruh struktur aktiva terhadap kebijakan
hutang menunjukkan hasil yang konsisten. Penelitian yang dilakukan oleh Christine Dwi Karya Susilawati dan Lidya Agustina 2012, M. Syafiudin
Hidayat 2013, Apit Susanti dan Sekar Mayangsari 2014 yang menunjukkan bahwa variabel struktur aktiva berpengaruh positif terhadap
kebijakan hutang. Berdasarkan ulasan diatas, peneliti termotivasi untuk meneliti
permasalahan diatas dengan melakukan uji empiris terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan hutang perusahaan manufaktur sektor industri
barang dan konsumsi di Bursa Efek Indonesia antara 2010 sampai dengan tahun 2014. Dalam melakukan pengujian ini peneliti menggunakan informasi
mengenai kebijakan dividen, free cash flow, pertumbuhan aset, pertumbuhan penjualan, profitabilitas, likuiditas, ukuran perusahaan dan struktur aktiva
sebagai variabel independen dan kebijakan hutang sebagai variabel dependen. Berdasarkan latar belakang tersebut dan mengingat pentingnya kebijakan
hutang di dalam pengambilan keputusan investasi, maka peneliti tertarik
untuk meneliti “Determinan Variabel yang Mempengaruhi Kebijakan Hutang” Studi Kasus pada Perusahaan Manufaktur Sektor Industri
Barang dan Konsumsi tahun 2010-2014 sebagai judul penelitian yang
akan diteliti.
16
B. Perumusan Masalah