150 Untuk mendeteksi ada tidaknya masalah autokorelasi model
regresi data panel dalam penelitian ini dilakukan dengan uji Durbin Watson DW. Uji DW merupakan salah satu uji yang banyak
dipakai untuk mengetahui ada tidaknya autokorelasi Winarno, 2011:5.28.
Tabel 4.19 Pengambilan keputusan ada tidaknya autokorelasi dengan uji
Durbin Watson DW
Tolak H berarti ada
autokorelasi positif
Tidak dapat diputuskan
Tidak menolak H berarti tidak ada
autokorelasi Tidak dapat
diputuskan Tolak H
berarti ada autokorelasi
negatif
d
L
d
U
2 4-d
U
4-d
L
4 1,10
1,54 2,46
2,90
Tabel 4.20 Uji Autokorelasi
Weighted Statistics R-squared
0.949864 Mean dependent var 0.101524
Adjusted R-squared 0.942702 S.D. dependent var
0.170376 S.E. of regression
0.040783 Sum squared resid 0.093141
F-statistic 132.6212 Durbin-Watson stat
1.738838 ProbF-statistic
0.000000
Sumber: Data diolah 2016 menggunakan Eviews 8.0
Dari hasil output tabel uji autokorelasi diatas terlihat bahwa nilai Durbin-Watson statistik sebesar 1,738838 yang berada diantara
1,54 dan 2,46 sehingga dapat disimpulkan bahwa model dalam penelitian ini tidak mengandung masalah autokorelasi.
7. Uji Hipotesis a. Uji Signifikansi F Simultan
Uji F dilakukan untuk melihat pengaruh seluruh variabel independen secara keseluruhan atau simultan terhadap variabel
151 dependen. Pengujian dilakukan dengan membandingkan nilai F
hitung
dengan F
tabel
. Jika F
hitung
F
tabel
berarti H diterima atau variabel
independen secara bersama-sama tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.
Selain itu, dalam menentukan pengambilan keputusan apakah H
diterima atau ditolak bisak dilihat dari besarnya probabilitas yang menunjukkan besarnya α. Dari perhitungan Eviews 8.0 jika
probabilitas sangat kecil yaitu 0,0000 maka keputusan yang diambil adalah menolak H
o
dan menerima H
a
Widarjono, 2009.
Tabel 4.21 Uji F Simultan
Weighted Statistics R-squared
0.949864 Mean dependent var 0.101524
Adjusted R-squared 0.942702 S.D. dependent var
0.170376 S.E. of regression
0.040783 Sum squared resid 0.093141
F-statistic 132.6212 Durbin-Watson stat
1.738838 ProbF-statistic
0.000000
Sumber: Data diolah 2016 menggunakan Eviews 8.0
Dari hasil regresi diatas, maka bisa dilihat bahwa variabel independen berpengaruh signifikan secara simultan terhadap variabel
Y dengan probabilitas sebesar 0,000000 yang berarti dibawah 0,05. Selain itu, dengan membandingkan F
hitung
dengan F
tabel
dengan taraf kesalahan 5 dan degree of freedom df
1
= 7 dan df
2
= 57 maka diperoleh nilai dari F
tabel
sebesar 2,18 sementara nilai dari F
hitung
sebesar 132,6212 yang berati terdapat pengaruh yang signifikan karena nilai F
hitung
lebih besar dari nilai F
tabel
.
152 Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa H
ditolak dan H
1
diterima yang berarti variabel independen Kebijakan Dividen DPR, Free Cash Flow, Pertumbuhan Aset Growth Asset,
Pertumbuhan Penjualan
Growth Sales,
Likuiditas CR,
Profitabilitas ROA, Ukuran Perusahaan Size, Struktur Aktiva secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap kebijakan
hutang Debt To Asset Ratio.
b. Uji Signifikansi Parsial Uji t
Uji t digunakan untuk mengetahui apakah variabel bebas independen secara individu memiliki pengaruh terhadap variabel
terikat dependen dengan menganggap variabel bebas lainnya bersifat konstan. Uji ini dilakukan dengan memperbandingkan t
hitung
dengan t
tabel
. Dalam penelitian ini uji t dilakukan dengan menggunakan uji
satu arah one tail test. Dalam uji satu arah terdapat uji fihak kiri dan uji fihak kanan. Uji fihak kiri digunakan apabila hipotesis nol
H menunjukkan lebih besar atau sama dengan
≥ dan hipotesis alternatifnya H
a
menunjukkan lebih kecil , kata lebih besar atau sama dengan sinonimnya paling sedikit atau paling kecil. Dalam uji
fihak kiri ini berlaku ketentuan, bila nilai t
hitung
jauh pada penerimaan H
lebih besar atau sama dengan ≥ dari t
tabel
, maka H diterima dan
H
a
ditolak. Sedangkan uji fihak kanan digunakan apabila hipotesis nol H
menunjukkan lebih kecil atau sama dengan ≤ dan hipotesis
153 alternatifnya H
a
menunjukkan lebih besar , kata lebih kecil atau sama dengan sinonimnya paling besar. Dalam uji fihak kanan ini
berlaku ketentuan, bila nilai t
hitung
lebih kecil atau sama dengan ≤
nilai t
tabel
, maka H diterima dan H
a
ditolak Sugiyono, 2007:99-103. t
tabel
= { α ; df = n
–
k } = 5 ; df = 65
–
8 = 0,05 ; df = 57
= 1,67203
Tabel 4.22 Uji t Parsial
Sumber: Data diolah 2016 menggunakan Eviews 8.0
Dengan melihat nilai estimasi pada t
tabel
sebesar 1,67203 maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
Dependent Variable: DAR Method: Panel EGLS Cross-section random effects
Date: 032616 Time: 23:23 Sample: 2010 2014
Periods included: 5 Cross-sections included: 13
Total panel balanced observations: 65 Swamy and Arora estimator of component variances
Variable Coefficient
Std. Error t-Statistic
Prob. C
-0.527630 0.309744
-1.703440 0.0940
DPR 0.019165
0.021021 0.911696
0.3658 FCF
-0.158995 0.071913
-2.210914 0.0311
GROWTH_ASSET -0.091303
0.058543 -1.559593
0.1245 GROWTH_SALES
-0.030479 0.012757
-2.389150 0.0203
LIKUIDITAS -0.023938
0.004198 -5.701820
0.0000 ROA
0.276604 0.075505
3.663380 0.0006
SIZE 0.025892
0.010530 2.458872
0.0171 STRUKTUR_AKTIVA
0.401544 0.070780
5.673125 0.0000
154 1 Pengaruh Kebijakan Dividen terhadap Kebijakan Hutang
Hipotesis yang menduga adanya pengaruh kebijakan dividen terhadap kebijakan hutang, dapat dituliskan sebagai berikut:
H : Kebijakan dividen tidak berpengaruh signifikan terhadap
kebijakan hutang. H
a
: Kebijakan dividen berpengaruh signifikan terhadap kebijakan hutang.
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa variabel kebijakan dividen menghasilkan nilai t
hitung
t
statistik
DPR sebesar - 0,911696 yang berarti lebih kecil dari t
tabel
1,67203 dan nilai probabilitas sebesar0,3658 yang lebih besar dari 0,05 maka H
diterima dan H
a
ditolak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel kebijakan dividen tidak berpengaruh signifikan terhadap kebijakan
hutang. Hasil penelitian yang tidak signifikan ini diduga disebabkan
karena adanya beberapa perusahaan manufaktur sektor industri barang dan konsumsi di Indonesia yang tidak konsisten membagikan
dividen setiap tahunnya sehingga informasi kebijakan dividen belum menjadi informasi bagi perusahaan dalam menentukan kebijakan
hutang.Selain itu dalam konteks masalah agensi, peranan hutang dalam pengawasan masalah agensi dapat digantikan oleh
penggunaan mekanisme pembayaran dividen, namun hubungan
155 tersebut tidak berjalan secara efektif, sehingga kebijakan dividen
tidak berpengaruh signifikan terhadap kebijakan hutang. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
olehChristine Dwi Karya Susilawati dan Lidya Agustina 2012, Apit Susanti dan Sekar Mayangsari 2014 yang menunjukkan
bahwa variabel kebijakan dividen tidak berpengaruh terhadap kebijakan hutang.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh M. Syafiudin Hidayat 2013 menunjukkan bahwa
variabel kebijakan dividen berpengaruh negatif terhadap kebijakan hutang.
2 Pengaruh Free Cash Flow terhadap Kebijakan Hutang Hipotesis yang menduga adanya pengaruh free cash flow
terhadap kebijakan hutang, dapat dituliskan sebagai berikut: H
: Free cash flow tidak berpengaruh signifikan terhadap kebijakan hutang.
H
a
: Free cash flow berpengaruh signifikan terhadap kebijakan hutang.
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa variabel free cash flow menghasilkan nilai t
hitung
t
statistik
FCF sebesar -2,210914 yang berarti lebih kecil dari t
tabel
1,67203 dan nilai probabilitas sebesar0,0311 yang lebih kecil dari 0,05 maka H
ditolak dan H
a
156 diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel Free Cash
Flow berpengaruh negatif signifikan terhadap kebijakan hutang. Hasil penelitian ini disebabkan karena pada saat perusahaan
dalam keadaan stabil, perusahaan akan berusaha untuk mengurangi risiko kebangkrutan yang diakibatkan oleh hutang dengan cara
mengalokasikan free cash flow untuk membayar hutang. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin besar free cash flow, maka akan
mengakibatkan berkurangnya kebijakan hutang. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Imran dan Akram 2015 yang menunjukkan bahwa variabel free cash flow mempunyai pengaruh negatif yang signifikan terhadap
kebijakan hutang. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Christine Dwi Karya Susilawati dan Lidya Agustina 2012, Riki Sanjaya 2014 yang menunjukan hasil bahwa free cash
flow berpengaruh positif terhadap kebijakan hutang. 3 Pengaruh Pertumbuhan Aset terhadap Kebijakan Hutang
Hipotesis yang menduga adanya pengaruh pertumbuhan asetterhadap kebijakan hutang, dapat dituliskan sebagai berikut:
H : Pertumbuhan aset tidak berpengaruh signifikan terhadap
kebijakan hutang. H
a
: Pertumbuhan aset berpengaruh signifikan terhadap kebijakan hutang
157 Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa variabel
pertumbuhan aset menghasilkan nilai t
hitung
t
statistik
Growth Asset sebesar -1,559593 yang berarti lebih kecil dari t
tabel
1,67203 dan nilai probabilitas sebesar0,1245 yang lebih besar dari 0,05 maka H
diterima dan H
a
ditolak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel pertumbuhanaset tidak berpengaruh signifikan terhadap kebijakan
hutang. Hasil penelitian ini dapat timbul karena jika pertumbuhan
aset dibiayai oleh hutang maka manajer tidak dapat melakukan investasi yang optimal underinvestment. Hal ini dikarenakan klaim
pertama kali terhadap aliran kas dari proyek tersebut akan jatuh pada para kreditur. Sehingga pertumbuhan aset tidak berpengaruh
terhadap kebijakan hutang. Perusahaan ada yang tumbuh secara positif dan ada juga yang tumbuh secara negatif dengan
menggunakan hutang yang tinggi. Terlihat dari PT Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk yang mengalami pertumbuhan negatif
sebesar -0,1040 tetapi memiliki debt to asset ratio 0,6125; PT Delta Djakarta Tbk yang mengalami pertumbuhan negatif sebesar 0,0585
tetapi memiliki debt to asset ratio 0,1972; PT Darya Varia Laboratoria Tbk yang mengalami pertumbuhan negatif sebesar
0,0962 tetapi memiliki debt to asset ratio 0,2262; dan untuk PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk yang mengalami pertumbuhan
positif sebesar 0,1963 tetapi memiliki debt to asset ratio 03386; PT
158 Multi Bintang Indonesia Tbk yang mengalami pertumbuhan positif
sebesar 0,1921 tetapi memiliki debt to asset ratio 0,6215; PT Indofood Sukses Makmur Tbk yang mengalami pertumbuhan positif
sebesar 0,1670 tetapi memiliki debt to asset ratio 0,4676. Perusahaan-perusahaan yang memiliki pertumbuhan aset yang 3
tertinggi dan 3 terendah tersebut memiliki debt to asset ratio yang relatif tinggi, berarti perusahaan membutuhkan debt to asset ratio
yang relatif tinggi meskipun pertumbuhan asetnya dalam keadaan tinggi maupun rendah, sehingga pertumbuhan aset perusahaan tidak
berpengaruh terhadap kebijakan hutang. Pengaruh yang tidak signifikan juga memberikan arti bahwa perusahaan cenderung jarang
mempertimbangkan dalam menggunakan hutang hanya berdasarkan pertumbuhan aset semata, melainkan lebih memperhatikan
integrasinya dengan faktor-faktor lainnya. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Riki Sanjaya 2014 yang menunjukkan hasil bahwa variabel pertumbuhaan perusahaan tidak berpengaruh terhadap kebijakan
hutang Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Rabiah Abdul Wahab et al 2012, Apit Susanti dan Sekar Mayangsari 2014 yang menunjukan hasil bahwa
pertumbuhaan perusahaan berpengaruh positif terhadap kebijakan hutang. Serta penelitian Khalid Alkhatib 2012, Tanveer Ashraf dan
159 Safdar Rasool 2013, Imran dan Akram 2015 yang menunjukkan
bahwa variabel pertumbuhan perusahaan berpengaruh negatif terhadap kebijakan hutang.
4 Pengaruh Pertumbuhan Penjualan terhadap Kebijakan Hutang Hipotesis yang menduga adanya pengaruh pertumbuhan
penjualan terhadap kebijakan hutang, dapat dituliskan sebagai berikut:
H : Pertumbuhan penjualan tidak
berpengaruh signifikan terhadap kebijakan hutang.
H
a
: Pertumbuhan penjualan berpengaruh signifikan terhadap kebijakan hutang
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa variabel pertumbuhan penjualan menghasilkan nilai t
hitung
t
statistik
Growth Sales sebesar -2,389150 yang berarti lebih kecil dari t
tabel
1,67203 dan nilai probabilitas sebesar 0,0203 yang lebih kecil dari 0,05 maka
H ditolak dan H
a
diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel pertumbuhan penjualan berpengaruh negatif terhadap
kebijakan hutang. Hasil penelitian ini disebabkan karena semakin tinggi
penerimaan suatu perusahaan, maka memiliki kemampuan pendanaan internal yang tinggi pula. Hal ini sesuai dengan pecking
order theory, dimana perusahaan akan lebih cenderung untuk
160 menggunakan dana internal terlebih dahulu sebelum menggunakan
hutang dan saham sebagai pilihan terakhir. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Afza dan Hussain 2011, Ellili dan Faraouk 2011 yang menunjukkan bahwa variabel pertumbuhan penjualan berpengaruh
negatif terhadap kebijakan hutang. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh M. Syafiudin Hidayat 2013 yang menunjukkan bahwa variabel pertumbuhan penjualan berpengaruh positif terhadap
kebijakan hutang. 5 Pengaruh Likuiditas terhadap Kebijakan Hutang
Hipotesis yang menduga adanya pengaruh likuiditas terhadap kebijakan hutang, dapat dituliskan sebagai berikut:
H : Likuiditastidak berpengaruh signifikan terhadap kebijakan
hutang. H
a
: Likuiditas berpengaruh signifikan terhadap kebijakan hutang Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa variabel
likuiditasmenghasilkan nilai t
hitung
t
statistik
Likuiditas sebesar - 5,701820 yang berarti lebih kecil dari t
tabel
1,67203 dan nilai probabilitas t
hitung
sebesar 0,0000 yang lebih kecil dari 0,05 maka H ditolak dan H
a
diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel likuiditas berpengaruh negatif signifikan terhadap kebijakan hutang.
161 Hasil penelitian ini menunjukkan bahawa perusahaan yang
memiliki current ratio yang tinggi berarti memiliki aktiva lancar yang cukup untuk melunasi hutang lancarnya. Dengan demikian,
semakin likuid suatu perusahaan, maka perusahaan tersebut mempunyai kemampuan dalam melunasi hutang jangka pendeknya,
sehingga akan cenderung mengurangi total hutangnya. Selain itu itu hal ini juga sesuai dengan landasan teori Pecking Order Theory yang
mengatakan bahwa perusahaan memiliki tingkat likuiditas yang tinggi justru tingkat hutangnya rendah, sehingga perusahaan tidak
menggunakan pembiayaan dari hutang. Hal ini dikarenakan perusahaan memiliki sumber dana internal yang melimpah, sehingga
perusahaan lebih cenderung menggunakan dana internalnya terlebih dahulu untuk membiayai investasinya sebelum menggunakan dana
eksternal seperti hutang. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
olehKhalid Alkhatib 2012, dan
Sorana
VĂTAVU 2013 yang menunjukkan bahwa variabel likuditas berpengaruh negatif terhadap
kebijakan hutang. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang
dilakukan olehMahvish Sabir dan Qaisar Ali Malik 2012, Rabiah Abdul Wahab et al 2012 dan Imran dan Akram 2015
menunjukkan hasil bahwa variabel likuiditas berpengaruh positif terhadap kebijakan hutang.
162 6 Pengaruh Profitabiltas terhadap Kebijakan Hutang
Hipotesis yang menduga adanya pengaruh profitabiltas terhadap kebijakan hutang, dapat dituliskan sebagai berikut:
H : Profitabilitastidak berpengaruh signifikan terhadap kebijakan
hutang. H
a
: Profitabiltas berpengaruh signifikan terhadap kebijakan hutang
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa variabel Profitabiltasmenghasilkan nilai t
hitung
t
statistik
ROA sebesar 3,663380 yang berarti lebih kecil dari t
tabel
1,67203 dan nilai probabilitas sebesar0,0006 yang lebih besar dari 0,05 maka H
ditolak dan H
a
diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel profitabilitas berpengaruh positif signifikan terhadap kebijakan hutang.
Hasil penelitian ini disebabkan karena perusahaan yang memiliki tingkat profitabilitas yang tinggi berarti mampu dalam
mengelola aset dengan baik, sehingga akan memudahkan perusahaan dalam melakukan pembayaran hutang apabila perusahaan tersebut
melakukan pembayaran pinjaman dalam jumlah yang besar. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
olehRabiah Abdul Wahab et al 2012 dan Elly Astuti 2014 yang menunjukkan bahwa variabel profitabilitas berpengaruh positif
terhadap kebijakan hutang.
163 Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Christine Dwi Karya Susilawati dan Lidya Agustina 2012, Mahvish Sabir dan Qaisar Ali Malik 2012, Sorana
VĂTAVU 2013, Apit Susanti dan Sekar Mayangsari 2014, Riki Sanjaya 2014, Imran dan Akram 2015 menunjukan hasil bahwa
profitabilitas berpengaruh negatif terhadap kebijakan hutang. Serta penelitian Khalid Alkhatib 2012, Tanveer Ashraf dan Safdar
Rasool 2013 menunjukkan hasil bahwa profitabilitas tidak berpengaruh terhadap kebijakan hutang.
7 Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Kebijakan Hutang Hipotesis yang menduga adanya pengaruh ukuran perusahaan
terhadap kebijakan hutang, dapat dituliskan sebagai berikut: H
: Ukuran perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap kebijakan hutang.
H
a
: Ukuran perusahaan
berpengaruh signifikan
terhadap kebijakan hutang
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa variabel ukuran perusahaan menghasilkan nilai t
hitung
t
statistik
Size sebesar 2,458872 yang berarti lebih besar dari t
tabel
1,67203 dan nilai probabilitas t
hitung
sebesar0,0171 yang lebih kecil dari 0,05 maka H ditolak dan H
a
diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel ukuran perusahaan berpengaruh positif signifikan terhadap kebijakan
hutang.
164 Hasil penelitian ini dapat diartikan bahwa ukuran perusahaan
memiliki pengaruh searah terhadap kebijakan hutang, karena setiap adanya peningkatan ukuran perusahaan maka kebijakan hutang pada
perusahaan manufaktur sektor industri barang dan konsumsi yang terdaftar di BEI juga mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan
bahwa kebijakan perusahaan dalam membuat hutang dengan pihak lain lebih banyak mempertimbangkan nilai total aset. Hal ini sesuai
dengan pendekatan Agency Theory yang menyatakan bahwa penggunaan hutang yang dijamin akan mengurangi biaya keagenan
sehubungan dengan penggunaan hutang. Ukuran perusahaan dapat dijadikan proksi biaya keagenan hutang dalam bentuk biaya
pengwasan yang mungkin meningkat dari konflik antara manajer dan investo. Biaya pengawasan untuk perusahaan kecil lebih besar
daripada perusahaan besar. Sehingga untuk perusahaan besar cenderung lebih banyak untuk menggunakan daripada perusahaan
kecil.Selain itu penelitian ini juga sesuai dengan pendekatan Trade Off Theory yang menyatakan bahwa perusahaan yang besar
cenderung memiliki risiko kebangkrutan yang kecil dibandingkan dengan perusahaan kecil. Hal ini membuat perusahaan besar akan
memiliki fleksibilitas dan kemudahan dalam mendapatkan pinjaman dan hutang. Sehingga semakin besar suatu perusahaan, maka akan
semakin besar dana yang akan dibutuhkan dalam menjalankan
165 kegiatan operasional perusahaan tersebut, salah satunya adalah
dengan menggunakan hutang. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Christine Dwi Karya Susilawati dan Lidya Agustina 2012, Mahvish Sabir dan Qaisar Malik 2012, Elly Astuti 2014 yang
menunjukkan bahwa variabel ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap kebijakan hutang.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Khalid Alkhatib 2013, M. Syafiudin Hidayat 2013,
danRiki Sanjaya 2014 yang menunjukan hasil bahwa ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap kebijakan hutang.Serta
penelitian Tanveer Ashraf dan Safdar Rasool 2013 yang menunjukan hasil bahwa ukuran perusahaan berpengaruh negatif
terhadap kebijakan hutang. 8 Pengaruh Struktur Aktiva terhadap Kebijakan Hutang
Hipotesis yang menduga adanya pengaruh struktur aktiva terhadap kebijakan hutang, dapat dituliskan sebagai berikut:
H : Struktur aktiva tidak berpengaruh signifikan terhadap
kebijakan hutang. H
a
: Struktur aktiva berpengaruh signifikan terhadap kebijakan hutang
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa variabel struktur aktiva menghasilkan nilai t
hitung
t
statistik
Struktur Aktiva
166 sebesar 5,673125yang berarti lebih besar dari t
tabel
1,67203dan nilai probabilitas t
hitung
sebesar 0,0000 yang lebih kecil dari 0,05 maka H ditolak dan H
a
diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel struktur aktiva berpengaruh positif signfikan terhadap kebijakan
hutang. Hasil penelitian ini disebabkan karena aktiva tetap dapat
dijadikan jaminan oleh manajer kepada kreditur sehingga manajer dapat memperoleh pinjaman dengan mudah. Semakin tinggi jumlah
fixed asset dalam total asset perusahaan maka akan mempermudah perusahaan dalam memperoleh hutang karena dengan tingginya fixed
asset yang dimiliki suatu perusahaan, investor akan memberikan pinjaman apabila perusahaan mempunyai jaminan.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Christine Dwi Karya Susilawati dan Lidya Agustina 2012, M.
Syafiudin Hidayat 2013, Apit Susanti dan Sekar Mayangsari 2014 yang menunjukkan bahwa variabel struktur aktiva berpengaruh
positif terhadap kebijakan hutang.
c. Uji Koefisien Determinasi Adjusted R Square
Koefisien determinasi R²adjusted R² pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan
varian variabel dependen. Nilai koefisien determinasi adalah diantara nol dan satu. Nilai R² Adjusted R² kecil berarti kemampuan
167 variabel-variabel independen dalam menjelaskan varian variabel
dependen amat terbatas Imam Ghozali, 2011:97. Nilai R
2
mempunyai interval antara 0 sampai 1 0 R
2
1. Semakin besar R
2
mendekati 1, semakin baik hasil untuk model regresi dan semakin mendekati 0, maka variabel independen secara
keseluruhan tidak dapat menjelaskan variabel dependen. Tabel 4.23
Uji Adjusted R
2
Weighted Statistics R-squared
0.949864 Mean dependent var 0.101524
Adjusted R-squared 0.942702 S.D. dependent var
0.170376 S.E. of regression
0.040783 Sum squared resid 0.093141
F-statistic 132.6212 Durbin-Watson stat
1.738838 ProbF-statistic
0.000000
Sumber: Data diolah 2016 menggunakan Eviews 8.0
Nilai Adjusted R-Square dari model diatas didapat sebesar 0,942702
yang menunjukkan
bahwa kemampuan
variabel independen Kebijakan Dividen DPR, Free Cash Flow,
Pertumbuhan Aset Growth Asset, Pertumbuhan Penjualan Growth Sales, Likuiditas CR, Profitabilitas ROA, Ukuran Perusahaan
Size, Struktur Aktiva dalam menjelaskan variabel dependen kebijakan hutang Debt To Asset Ratio adalah sebesar 94,2702,
sedangkan sisanya sebesar 5,7298 variabel kebijakan hutang DAR dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak terdapat pada
model.
168
8. Analisis Regresi Panel