mempertukarkan pendapatan dengan barang dan jasa, seorang konsumen harus menghabiskan sumberdaya yang langka uang, waktu, fisik, dan energi untuk mengatasi
friksi jarak tersebut. Teori Christaller tersebut terus berkembang yang dikenal central place
theory yang menyatakan bahwa jarak antara pusat-pusat kota berorde tinggi lebih jauh dan jarak tersebut akan semakin berkurang dengan semakin rendahnya orde pusat
kota. Pusat–pusat pertumbuhan tersebut telah dimodifikasi dan dibedakan atas: 1 pusat pelayanan pada tingkat lokal, 2 titik pertumbuhan pada tingkat subwilayah, 3 pusat
pertumbuhan pada tingkat wilayah, 4 kutub pertumbuhan pada tingkat nasional. Selanjutnya menurut Rustiadi et al. 2007 dalam menelaah pengembangan suatu lokasi
menjadi pusat pertumbuhan perlu dikembangkan interaksi spread effect yang menguntungkan daerah belakang bukan sebaliknya menimbulkan fenomena backwash
effect yang akan merugikan daerah hinterland.
Oleh karena itu, pengembangan ekonomi wilayah perbatasan seharusnya dapat dilakukan dengan mengidentifikasi wilayah-wilayah yang dapat menjadi pusat
pertumbuhan sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi di wilayah perbatasan. Pusat pertumbuhan tersebut harus dianalisa dengan cermat dalam arti lokasi
pusat pertumbuhan tersebut tidak harus tepat berada di garis batas negara. Lokasi pengembangan dapat berada di daerah pendukung maupun penyangga batas negara,
namun pengembangannya menjadi pusat pertumbuhan tersebut mampu memberikan manfaat yang besar bagi wilayah Kabupaten TTU termasuk di desa-desa yang berbatasan
langsung melalui jaringan interaksi yang saling menguntungkan bahkan dengan negara tetangga. Dengan demikian pengembangan ekonomi wilayah perbatasan perlu
direncanakan dengan mengembangkan pusat pertumbuhan dengan model ekonomi yang tepat sehingga dapat memberikan manfaat bagi pusat pertumbuhan tersebut dan daerah
hinterland .
2.8. Model Pengembangan Ekonomi Wilayah Perbatasan
Wilayah perbatasan setiap negara memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Oleh karena itu, diperlukan zonasi wilayah pengembangan sehingga pengembangan wilayah
perbatasan lebih tepat sasaran dan dapat memacu pertumbuhan ekonomi. Kawasan perbatasan sebagai kawasan yang unik karena kebijakan pembangunan suatu negara juga
akan berpengaruh terhadap negara lain yang berbatasan terutama negara-negara yang memiliki perbatasan darat. Pengembangan kawasan perbatasan selain
mempertimbangkan aspek hukum, politik, keamanan juga selayaknya memperhatikan aspek sosial, budaya dan ekonomi kawasan perbatasan. Kompleksitas permasalahan
wilayah perbatasan tersebut membutuhkan perencanaan pengembangan wilayah perbatasan yang komprehensif. Sebagaimana dikatakan Rustiadi et al. 2007 bahwa
perencanaan pengembangan wilayah tidak hanya bersifat administratif tetapi juga memperhatikan tipologi wilayah yang lainnya misalnya aspek homogenitas dan
heterogenitas, aspek keterkaitan antar wilayah, sistem ekonomi, wilayah sistem sosial. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Berbagai konsep wilayah beserta tujuan dan contoh penggunaan
No Wilayah Tujuan
Contoh
1 Homogen
Penyederhanaan dan pendeskripsian wilayah, zonasi kawasan fungsional
Pola penggunaan lahan, pewilayahan komoditas
2 Nodal
Deskripsi hubungan nodalitas, identifikasi daerah pelayanan, penyusunan hierarki
pelayanan Keterkaitan CBD dan
daerah pelayanannya, central place
dan periphery
, sistemordo 3
Sistem ekologi Pengelolaan wilayah sumber daya
berkelanjutan, identifikasi carrying capacity
kawasan, siklus alam aliran sumber daya, biomasa energi, limbah,dll
Pengelolaan DAS, cagar alam, ekosistem
mangrove
4 Sistem ekonomi
Percepatan pertumbuhan wilayah, produktifitas dan mobilisasi sumber daya,
efisiensi Wilayah pembangunan,
kawasan andalan, KAPET, kawasan
agropolitan, kawasan cepat tumbuh
5 Sistem sosial
Pewilayahan menurut sistem budaya, optimalisasi interaksi sosial, community
development, keberimbangan, pemerataan
dan keadilan, distribusi penguasaan sumber daya, pengelolaan konflik
Kawasan adat, perlindungan pelestarian
budaya, pengelolaan kawasan publik kota
6 Politik
Menjaga keutuhan dan integritas wilayah teritorial, menjaga pengaruh kekuasaan
teritorial, menjaga pemerataanequity antar sub wilayah
negara, provinsi, kabupaten, desa
7 Administratif Optimalisasi fungsi-fungsi
administrasi dan pelayanan publik pemerintahan
negara, provinsi, kabupaten, desa
Sumber : Rustiadi et al. 2007
Oleh karena itu, Hamid dan Alkadri 2003 menawarkan beberapa model pengembangan ekonomi wilayah perbatasan, tentunya dengan penekanan yang berbeda
pada aspek tertentu dari setiap wilayah perbatasan. Model-model pengembangan ekonomi wilayah perbatasan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Kawasan Cepat Tumbuh Kawasan cepat tumbuh merupakan salah satu bentuk kawasan tertentu
sebagaimana tertuang dalam RTRWN. Suatu wilayah dikatakan sebagai kawasan cepat tumbuh karena wilayah tersebut merupakan kawasan budidaya yang di dalamnya terdapat
kegiatan-kegiatan produksi, jasa, dan permukiman yang keberadaannya memberikan kontribusi penting bagi pengembangan ekonomi nasional dan daerah. Selanjutnya
dikatakan bahwa kawasan cepat tumbuh memiliki ciri: a sebagai kawasan dimana terjadi kegiatan ekonomi yang cukup tinggi sehingga menjadi motor penggerak bagi
kegiatan-kegiatan ekonomi lainnya, misalnya kawasan industri dan kawasan perdagangan bebas; b perekonomian wilayah menunjukkan prospek yang baik; c kapasitas
sumberdaya alam mencukupi; d tersedianya ruang, infrastruktur dan daya dukung lingkungan; e kapasitas sumberdaya manusia mencukupi; f kapasitas kelembagaan
dan regulasi cukup kondusif. Keterbatasan sumberdaya wilayah perbatasan Kabupaten TTU dengan district
enclave Oekusi bukanlah merupakan penghalang untuk dijadikan sebagai kawasan cepat
tumbuh karena memiliki ruang cukup luas yang belum dimanfaatkan sehingga penataan wilayah perbatasan dengan model kawasan cepat tumbuh dapat dilakukan dengan baik.
Kelembagaan dan regulasi juga dapat disesuaikan sehingga dapat menarik minat investor untuk melakukan investasi di wilayah perbatasan dengan memperhatikan posisi strategis
wilayah perbatasan Kabupaten TTU dengan district enclave Oekusi yang berada tepat di pusat Pulau Timor dan berada di seberang Kabupaten Alor, Lembata dan Flores, Wetar
Maluku sehingga memudahkan akses terhadap sumberdaya lainnya maupun akses terhadap pasar.
2. Kawasan Agropolitan Kawasan agropolitan secara sederhana dapat diartikan sebagai sebuah kawasan
pertumbuhan ekonomi yang berbasis pada sektor pertanian, baik tanaman pangan, palawija, hortikultura, perkebunan, peternakan maupun kehutanan. Agropolitan sendiri
pertama kali diperkenalkan oleh Mc Douglass dan Friedman pada tahun 1974 Rustiadi dan Pribadi, 2007 sebagai upaya pengembangan terhadap kawasan perdesaan. Konsep
agropolitan tersebut dilengkapi oleh Soenarso dalam Rustiadi et al.2006 bahwa sistem fungsional desa-desa dengan hierarki keruangan desa yakni adanya pusat pertumbuhan
agropolitan dan desa-desa di sekitarnya dengan ciri berjalannya sistem dan usaha agropolitan yang melayani dan mendorong kegiatan pembangunan pertanian agribisnis di
sekitarnya. Strategi pengembangan agropolitan dilakukan dengan a menetapkan dan mengembangkan kawasan agropolitan sebagai pusat pertumbuhan agroindustri; b
melakukan zonasi komoditas dan menetapkan wilayah pengembangan lain yang berfungsi sebagai pusat-pusat pertumbuhan satelit atau pusat pertumbuhan agribisnis; c
mengembangkan infrastruktur pendukung seperti transportasi, komunikasi, air bersih dan energi bagi pengembangan kawasan agropolitan maupun pengembangan agribisnis di
wilayah hinterland. Selanjutnya dikatakan bahwa model pengembangan agropolitan dapat dikembangkan melalui kawasan sentra produksi dan kawasan agribisnis. Kawasan
sentra produksi sebagai kawasan budidaya yang potensial dan prospektif untuk dikembangkan lebih lanjut menjadi sebaran pengembangan kegiatan produksi pertanian.
Sedangkan kawasan agribisnis meliputi seluruh kegiatan yang termasuk dalam manufaktur dan distribusi input produksi, proses produksi pertanian, pengolahan dan
pemasaran komoditas pertanian dan jasa-jasa penunjang lainnya yang terkait. Kawasan perbatasan Kabupaten TTU dengan district enclave Oekusi umumnya
adalah wilayah perdesaan dengan aktivitas utama masyarakatnya pada sektor pertanian, walaupun demikian terdapat lahan tidur seluas 37.344,5 ha yang belum diolah.
Pemanfaatan lahan-lahan tidur tersebut menjadi lahan produktif yang ditunjang dengan pengolahan hasil-hasil pertanian akan meningkatkan nilai tambah produk bagi
masyarakat perdesaan di wilayah perbatasan. Selain itu, penguatan lembaga keuangan mikro perdesaan yang ditunjang dengan pembangunan infrastruktur akan memacu
perekonomian perdesaan di wilayah perbatasan untuk berkembang. 3 Kawasan Transito
Kawasan transito diartikan sebagai suatu kawasan yang memiliki fungsi menetap sementara karena kawasan tersebut merupakan wilayah yang menghubungkan suatu
wilayah tertentu dengan wilayah lainnya. Pengembangan wilayah Kabupaten TTU
sebagai kawasan transito sangat dimungkinkan karena Kabupaten TTU merupakan wilayah yang dilintasi oleh diplomat asing maupun masyarakat TL yang ingin bepergian
ke wilayah district Oekusi yang enclave atau sebaliknya. Pengembangan kawasan transito dilakukan dengan meningkatkan sumberdaya manusia, menyiapkan infrastruktur
transito seperti perhotelan dan restoran baik internasional maupun lokal yang menyediakan komoditas-komoditas unggulan lokal yang dapat diandalkan serta kawasan
tertentu untuk dijadikan tempat wisata. 4 Kawasan Wisata
Kebijakan pariwisata di Indonesia adalah menjaga Indonesia sebagai tujuan wisata domestik dan mancanegara untuk berbagai tujuan. Pembangunan wisata dapat
memberikan kontribusi terhadap peningkatan pembangunan dan memperkaya keragaman budaya nasional. Pengembangan pariwisata diharapkan dapat membangun wilayah-
wilayah yang unik dan indah di Indonesia yang tidak memiliki sumberdaya lainnya. Model pengembangan wisata dimaksudkan untuk a mengintegrasikan wisata dengan
konservasi; b model untuk menekan biaya pembangunan; c sarana pendidikan bagi masyarakat untuk lebih mencintai lingkungan dan budaya; d pembangunan
berkelanjutan yang berbasis pada pemberdayaan masyarakat. Kabupaten TTU memiliki beberapa potensi ekowisata seperti kawasan wisata
Tunbaba raya Miomafo Timur, Mutis-Timau Miomafo Barat, kawasan wisata bahari seperti Tanjung Bastian Insana Utara, dan kawasan wisata budaya seperti rumah adat
Nilulat Miomafo Timur dan Mumi Tola Miomafo Barat serta kawasan wisata lainnya yang tersebar di seluruh wilayah Kabupaten TTU sejumlah 22 daerah tujuan wisata.
Kawasan-kawasan wisata tersebut bila diberi sentuhan teknis dan manajemen yang profesional akan menjadikan Kabupaten TTU sebagai daerah tujuan wisata yang cukup
menjanjikan dan akan menarik serta mendorong usaha-usaha ekonomi produktif lainnya yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan meningkatkan PAD.
2.9. Agropolitan