pemanfaatan desa sebagai unit ekonomi, 3 pengetahuan lokal mudah diinkorporasikan dalam proses perencanaan jika proses itu dekat dengan produsen perdesaan.
2.10. Sektor Basis, Sektor Unggulan dan Leading Sector
Jhingan 2004 mengatakan bahwa model perencanaan pembangunan ekonomi dikategorikan atas 3 yakni: 1 model agregat, yang menyajikan aspek perekonomian
secara keseluruhan; 2 model antar industri, yang didasarkan pada keterkaitan seluruh sektor ekonomi yang produktif; 3 model sektoral, yang lebih menekankan pada industri
yang memberikan kontribusi paling besar pada perekonomian. Sebagaimana diperkuat oleh Rustiadi et al. 2007 bahwa suatu perencanaan pembangunan yang baik harus
menetapkan skala prioritas pembangunan dengan pertimbangan bahwa 1 setiap sektor memiliki sumbangan langsung dan tidak langsung yang berbeda terhadap pencapaian
sasaran-sasaran pembangunan, 2 setiap sektor memiliki keterkaitan dengan sektor- sektor lainnya dengan karakteristik yang berbeda-beda, 3 aktivitas sektoral tersebar
secara tidak merata dan spesifik, beberapa sektor cenderung memiliki aktivitas yang terpusat dan terkait dengan sebaran sumberdaya alam, buatan dan sosial yang ada. Oleh
karena itu, di setiap wilayah selalu terdapat sektor-sektor strategis yang memiliki sumbangan terbesar dalam perekonomian wilayah, memiliki keterkaitan sektoral dan
spasial yang kuat. Tarigan 2005 menyatakan bahwa laju pertumbuhan suatu wilayah ditentukan
oleh besarnya peningkatan ekspor dari wilayah tersebut. Selanjutnya dikatakan bahwa sektor ekonomi yang outputnya lebih banyak diekspor merupakan sektor basis,
sedangkan sektor ekonomi yang outputnya lebih banyak digunakan untuk memenuhi permintaan dalam negeri merupakan sektor nonbasis. Analisis yang digunakan untuk
mengukur suatu sektor merupakan sektor basis atau nonbasis adalah dengan menggunakan analisis LQ location quotient. Sektor basis tersebut juga mengindikasikan
suatu wilayah memiliki keunggulan komparatif dibanding wilayah lainnya karena wilayah tersebut memiliki keunggulan iklim dan kesesuaian lahan, sosial ekonomi,
kelembagaan, suberdaya manusia, sumberdaya alam dan kemungkinan pemasaran. Sedangkan suatu wilayah memiliki keungulan kompetitif dibanding wilayah lainnya
dapat dianalisis dengan SSA shift share analysis.
Oleh karena itu, dalam penelitian ini sektor yang memiliki keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif dibanding dengan sektor lainnya dikategorikan sebagai sektor
unggulan. Sedangkan sektor yang memiliki keterkaitan yang tinggi dengan sektor lainnya serta memberikan nilai tambah bruto yang tinggi bagi wilayah tertentu disebut dengan
leading sector. Oleh karena itu, setiap wilayah seharusnya dapat menentukan leading sector yang
berarti output suatu sektor ekonomi lebih banyak digunakan sebagai input dari sektor lainnya di suatu wilayah atau dengan kata lain memiliki keterkaitan yang tinggi dengan
sektor lainnya. Keterkaitan dimaksud adalah output dari leading sector akan mampu meningkatkan permintaan terhadap input dari sektor ekonomi lain yang juga berada di
wilayah tersebut dan sekaligus meningkatkan penggunaan output sektor tersebut sebagai input bagi sektor lainnya di wilayah tersebut. Dengan demikian, nilai tambah yang
diperoleh akibat peningkatan output suatu sektor tetap berada pada wilayah tersebut. Alat analisis yang sering digunakan dalam menganalisa keterkaitan antar sektor di suatu
wilayah adalah analisis Input-Output I-O. Nazara 1997 menyatakan bahwa Tabel I-O biasa pada dasarnya hanya melihat
perekonomian suatu wilayah secara eksklusiftertutup yakni seluruh output dari suatu sektor pada suatu wilayah digunakan sebagai input oleh sektor lainnya pada wilayah
tersebut. Demikian pula sebaliknya input pada suatu sektor di wilayah tersebut dipenuhi dari output yang dihasilkan oleh sektor lainnya pada wilayah yang sama. Dalam bentuk
persamaan sebagai berikut: A=A
R
dimana A merupakan matriks A yang menggambarkan transaksi I-O pada wilayah tertentu misalnya: wilayah R.
2.11. Interaksi Spasial