Interaksi Spasial Kajian Pengembangan Ekonomi Wilayah Perbatasan Kabupaten Timor Tengah Utara dengan District Enclave Oekusi

Oleh karena itu, dalam penelitian ini sektor yang memiliki keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif dibanding dengan sektor lainnya dikategorikan sebagai sektor unggulan. Sedangkan sektor yang memiliki keterkaitan yang tinggi dengan sektor lainnya serta memberikan nilai tambah bruto yang tinggi bagi wilayah tertentu disebut dengan leading sector. Oleh karena itu, setiap wilayah seharusnya dapat menentukan leading sector yang berarti output suatu sektor ekonomi lebih banyak digunakan sebagai input dari sektor lainnya di suatu wilayah atau dengan kata lain memiliki keterkaitan yang tinggi dengan sektor lainnya. Keterkaitan dimaksud adalah output dari leading sector akan mampu meningkatkan permintaan terhadap input dari sektor ekonomi lain yang juga berada di wilayah tersebut dan sekaligus meningkatkan penggunaan output sektor tersebut sebagai input bagi sektor lainnya di wilayah tersebut. Dengan demikian, nilai tambah yang diperoleh akibat peningkatan output suatu sektor tetap berada pada wilayah tersebut. Alat analisis yang sering digunakan dalam menganalisa keterkaitan antar sektor di suatu wilayah adalah analisis Input-Output I-O. Nazara 1997 menyatakan bahwa Tabel I-O biasa pada dasarnya hanya melihat perekonomian suatu wilayah secara eksklusiftertutup yakni seluruh output dari suatu sektor pada suatu wilayah digunakan sebagai input oleh sektor lainnya pada wilayah tersebut. Demikian pula sebaliknya input pada suatu sektor di wilayah tersebut dipenuhi dari output yang dihasilkan oleh sektor lainnya pada wilayah yang sama. Dalam bentuk persamaan sebagai berikut: A=A R dimana A merupakan matriks A yang menggambarkan transaksi I-O pada wilayah tertentu misalnya: wilayah R.

2.11. Interaksi Spasial

Interaksi spasial pada prinsipnya dipengaruhi oleh tiga hal yakni 1 hubungan komplementer antar dua wilayah hubungan supply-demand; 2 adanya penghalang kesempatan yang menghambat interaksi antar dua wilayah sehingga dibutuhkan alternatif supply dari wilayah lain; 3 adanya biaya pergerakan yang berlebihan akan mengurangi interaksi antar dua wilayah Ullman dalam Rustiadi et al., 2007. Hal ini sinkron dengan yang dikemukakan oleh Rustiadi et al. 2007 bahwa pengembangan wilayah baru dapat didekati dengan dua cara yakni supply side strategy dan atau demand side strategy. Pengembangan wilayah perbatasan Kabupaten TTU dengan district enclave Oekusi dapat didekati dengan supply side strategy karena memiliki beberapa keuntungan yakni prosesnya cepat sehingga efek yang ditimbulkan akan cepat terlihat, selanjutnya demand side strategy dapat diterapkan untuk memperkuat pengembangan wilayah perbatasan. Pengembangan wilayah perbatasan seperti itu menunjukkan penekanan pada interaksi spasial. Perencanaan pembangunan wilayah tidaklah cukup hanya menggunakan pendekatan sektoral atau pendekatan regional saja. Pendekatan pembangunan wilayah mestinya memadukan pendekatan sektoral dan pendekatan regional. Oleh karena itu, Nazara 1997 menyatakan bahwa keterkaitan antar wilayah misalnya wilayah R dan S dapat dianalisis dengan menggunakan Tabel I-O inter-regional sehingga dapat digunakan untuk mengestimasi efek pergerakan tersebut untuk wilayah lainnya. Output setiap sektor pada suatu wilayah misalnya: wilayah R tidak saja digunakan untuk wilayah tersebut tetapi juga diekspor untuk wilayah lainnya misalnya: wilayah S. Demikian pula sebaliknya, input produksi yang digunakan oleh suatu sektor pada wilayah tertentu misalnya: wilayah R tidak hanya berasal dari wilayah tersebut tetapi dapat pula berasal dari sektor pada wilayah lainnya misalnya: wilayah S. Lebih jauh Hoover dan Giarratani dalam Saefulhakim 2008 menjelaskan tentang adanya tiga pilar teori lokasi yang menentukan pola spasial pengorganisasian berbagai aktivitas ekonomi yaitu 1 imperfect factor mobility ketidaksempurnaan mobilitas faktor produksi, 2 Imperfect factor divisibility ketidaksempurnaan pemisahan faktor produksi, 3 imperfect mobility of goods and services ketidaksempurnaan mobilitas barang dan jasa. Adanya berbagai ketidaksempurnaan ini memperkukuh pentingnya pertimbangan atas konfigurasi spasial dan interaksi spasial antar berbagai sumberdaya, aktivitas dan kinerja ekonomi dalam perencanaan pembangunan. Dengan demikian, perencanaan pengembangan wilayah harus mampu menentukan prioritas pembangunan dengan mengidentifikasi potensi-potensi ekonomi sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Tujuan pembangunan akan dapat dicapai bila perencanaan pembangunan memperhatikan aspek keterkaitan antar sektor dan antar wilayah. Sebagaimana dikemukakan oleh Tarigan 2002 bahwa pendekatan sektoral saja tidak akan mampu melihat adanya kemungkinan tumpang tindih dalam penggunaan lahan, perubahan struktur ruang, perubahan pergerakan arus orang dan barang. Sedangkan pendekatan regional saja juga tidak cukup karena analisisnya akan bersifat makro wilayah sehingga tidak cukup detil untuk membahas sektor per sektor apalagi komoditas per komoditas, misalnya komoditas apa yang dikembangkan luas, pasar, input, perilaku pesaing.

2.12. Tinjauan Penelitian Terdahulu