Persepsi Stakeholder Mengenai Pengaruh Pisahnya Timor Leste terhadap

V PERSEPSI STAKEHOLDER

5.1. Persepsi Stakeholder Mengenai Pengaruh Pisahnya Timor Leste terhadap

Kabupaten TTU Keberhasilan pembangunan dapat dicapai bila dalam perencanaan pengembangan wilayah dapat memanfaatkan data dan informasi yang valid. Oleh karena itu, seorang perencana harus memiliki akses terhadap informasi sehingga tepat dalam menginterpretasikan data dan informasi tersebut. Pengembangan ekonomi wilayah perbatasan juga membutuhkan data dan informasi yang lengkap, namun keterbatasan sumberdaya menyebabkan ketersediaan data yang terbatas pula. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu perencanaan partisipatif yang mampu mengakomodir kepentingan seluruh stakeholder. Proses melibatkan stakeholder akan meningkatkan tanggungjawab mereka dalam proses pembangunan sehingga tujuan pembangunan lebih mudah dicapai. Kabupaten TTU sebagai wilayah yang berbatasan dengan Timor Leste memperoleh dampak dari pisahnya Timor Leste yang tentunya dirasakan secara berbeda- beda oleh masing-masing orang dan stakeholder. Stakeholder umumnya 87,50 berpandangan bahwa pisahnya Timor Leste berdampak positif dan negatif terhadap aspek sosial, budaya dan ekonomi bagi Kabupaten TTU. Sedangkan 12,50 berpandangan bahwa pisahnya Timor Leste hanya menimbulkan dampak negatif saja tanpa dampak positif yang dapat dirasakan oleh masyarakat di Kabupaten TTU. Dampak negatif yang terjadi terhadap aspek sosial dan budaya masyarakat di Kabupaten TTU akibat pisahnya Timor Leste adalah ikatan kekerabatan menjadi lebih renggang dan acara ritual adat yang selama ini dilakukan secara bersama antara Kabupaten TTU dengan Timor Leste terutama dengan district enclave Oekusi menjadi terhambat. Bila ingin melakukan interaksi membutuhkan prosedur tertentu, kecuali melakukan interaksi secara ilegal. Selain itu, masyarakat Kabupaten TTU harus menampung arus pengungsian di Kabupaten TTU, yang selanjutnya mengakibatkan tingkat pengangguran semakin tinggi karena umumnya masyarakat yang mengungsi memiliki sumberdaya yang terbatas sehingga terjadi perebutan terhadap sumberdaya lahan. Perincian dampak pisahnya Timor Leste terhadap aspek sosial dan budaya di Kabupaten TTU dapat dilihat pada Tabel 35. Tabel 35. Persepsi stakeholder mengenai pisahnya Timor Leste terhadap bidang sosial dan budaya di Kabupaten TTU No Persepsi Jumlah stakeholder org Prosentase Jumlah masyarakat org Prosentase 1 Hubungan kekerabatan a. bertambah baik 0,00 0,00 b. berkurang 16 100,00 30 100,00 c. sama saja 0,00 0,00 2 Acara adat bersama a. bertambah 0,00 0,00 b. berkurang 16 100,00 30 100,00 c. sama saja 0,00 0,00 3 Pengangguran di TTU a. bertambah 16 100,00 23 76,67 b. berkurang 0,00 0,00 c. sama saja 0,00 7 23,33 4 Keamanan ketertiban di TTU a. semakin aman 0,00 0,00 b. kurang aman 6 37,50 8 26,67 c. sama saja 10 62,50 22 73,33 5 Perhatian pemerintah pusat a. semakin tinggi 14 87,50 26 86,67 b. semakin berkurang 0,00 0,00 c. sama saja 2 12,50 4 13,33 6 Pendidikan di Kabupaten TTU a. semakin baik 14 87,50 26 86,67 b. semakin buruk 2 12,50 4 13,33 c. sama saja 0,00 0,00 Sumber: Data Primer, Diolah Walaupun pisahnya Timor leste telah menimbulkan berbagai dampak negatif bagi wilayah Kabupaten TTU tetapi ada beberapa dampak positif. Dampak positif pada aspek sosial adalah pemerintah pusat memiliki perhatian yang lebih tinggi terhadap wilayah perbatasan. Hal ini ditunjukkan oleh berbagai program yang dilaksanakan di wilayah perbatasan sebagai tindak lanjut dari penetapan Kabupaten TTU sebagai salah satu kabupaten yang diprioritaskan pengembangannya dari 20 kabupaten perbatasan sebagaimana tertuang dalam RPJMN tahun 2004-2009. Meskipun demikian, program- program yang dilaksanakan masih tergolong sedikit dibanding wilayah perbatasan lainnya di Indonesia termasuk bila dibandingkan dengan Kabupaten Belu yang juga berbatasan darat dengan Timor Leste. Program-program tersebut dapat ditampilkan pada Tabel 36. berikut ini. Tabel 36. Program-program pemerintah yang telah dilaksanakan di Kab.TTU dan Kab. Belu sebagai kabupaten perbatasan tahun 2006-2008 No Program Departemen Tahun Keterangan 1 Pembangunan check point batas antar negara di Kab.TTU Depdagri Ditjen PUM 2006 TTU 2 Pembangunan gapura antar negara di Kab. Belu, TTU, Kupang – NTT Depdagri Ditjen PUM 2006 Belu-TTU 3 Pembangunan pengadaan sarana dan prasarana pemerintahan umum di 19 kab.perbatasan termasuk Kab.Belu dan Kab. TTU Depdagri Ditjen PUM 2008 Belu-TTU 4 Bantuan sosial kemasyarakatan di Kab.Belu dan Kab. TTU KPDT 2007 Belu-TTU 5 Pelaksanaan koordinasi lintas sektoral penanganan perbatasan di Kab.Belu KPDT 2007 Belu 6 Pelaksanaan koordinasi lintas sektoral penanganan perbatasan di Kab.TTU KPDT 2008 TTU 7 Rancang bangun stasiun relay pemancar televisi multikanal di Kab.TTU – NTT LIPI 2006 TTU 8 Pemetaan sumber daya air dan penerapan sumur optimalisasi air bersih di Kab.Belu LIPI 2007 Belu 9 Penyediaan air tanah untuk penyediaan air bersih di Kab. Belu LIPI 2006-2008 Belu 10 Budaya korporat dan upaya meningkatkan produktivitas masyarakat perbatasan di Kab.Belu LIPI 2007 Belu 11 Aplikasi palidasi model, konservasi flora, tanah dan sumber daya air di Kab.Belu LIPI 2007 Belu 12 Pengembangan agroindustri unggulan di daerah wilayah perbatasan di Kab.Belu dan Kab.TTU – NTT LIPI 2007 Belu-TTU 13 Upaya perbaikan mutu genetik sapi potong dan usahatani hijau makanan ternak di Kab.Belu dan Kab. TTU LIPI 2007-2008 Belu-TTU 14 Konservasi jenis-jenis pohon yang bernilai ekonomi dalam model agroferestry berbasis cendana di Kab.Belu dan TTU – NTT LIPI 2008 Belu-TTU 15 Pemberdayaan fakir miskin melalui bantuan badan usaha ekonomi produktif kepada kelompok usaha bersama KUBE di Kab.Belu Depsos 2006 Belu 16 Pemberdayaan KAT di Kab.Belu Depsos 2006-2008 Belu 17 Pembangunan terminal antar lintas batas negara di Motaain-Kab.Belu Dephub 2007 Belu 18 Pengembangan dan pemanfaatan ICT di daerah perbatasan Kab.Belu Depkonfinfo 2007 Belu Sumber: Bappenas 2009 Selain itu, Kabupaten TTU memiliki sebuah universitas yakni Universitas Timor yang sebelumnya merupakan Universitas Timor-Timur. Universitas ini cukup membantu dalam menyediakan lapangan kerja serta menyediakan tempat belajar bagi masyarakat yang berpendapatan rendah sehingga minat masyarakat untuk mengenyam pendidikan tinggi tersalurkan. Bahkan banyak sekali masyarakat yang telah lama tidak bersekolah termotivasi untuk memasuki dunia perguruan tinggi. Unimor sebagai lembaga pendidikan tinggi yang berada di wilayah perbatasan menetapkan pemberdayaan masyarakat wilayah perbatasan sebagai pola ilmiah pokok yang operasionalisasinya dilakukan dalam tri dharma perguruan tinggi yakni pendidikan dan pengajaran dengan memasukkan aspek pengembangan wilayah perbatasan dalam kurikulum. Demikian pula, kegiatan–kegiatan penelitian dan pengabdian pada masyarakat juga diarahkan pada pengembangan dan pemberdayaan masyarakat wilayah perbatasan. Dampak negatif dalam bidang ekonomi Kabupaten TTU adalah terjadinya high cost economic apabila masyarakat ingin berinteraksi dengan masyarakat district enclave Oekusi misalnya: pemasaran produk karena harus melalui perizinan sesuai ketentuan hukum internasional. Hal ini selanjutnya menimbulkan black market di wilayah perbatasan yang dilakukan oleh pelaku ekonomi wilayah perbatasan, baik oleh rumahtangga petani, pedagang di kota maupun pihak lainnya untuk saling memenuhi kebutuhan hidup maupun dengan alasan untuk memperoleh keuntungan yang lebih besar bila dibandingkan dengan memperdagangkan produknya ke tempat lainnya di dalam negeri. Selain itu, Kabupaten TTU kehilangan sebagian potensi pendapatan bukan hanya karena biaya interaksi yang tinggi, namun penduduk di Kabupaten TTU yang selama ini bekerja di Timor Leste dengan upah yang lebih tinggi harus kehilangan pekerjaan sehingga wilayah Kabupaten TTU tidak lagi memperoleh pendapatan dari belanja tenaga kerja tersebut. Adapun perincian dampak pisahnya Timor Leste terhadap aspek ekonomi di Kabupaten TTU dapat ditampilkan pada Tabel 37. Dampak positif terhadap aspek ekonomi yang dirasakan oleh masyarakat adalah 62,50 responden menyatakan bahwa kemerdekaan Timor Leste turut memacu terjadinya pergeseran struktur ekonomi di Kabupaten TTU dari sektor primer ke sektor sekunder dan tersier karena masyarakat mulai membuka usaha-usaha kecil di bidang perdagangan. Usaha-usaha di bidang transportasi misalnya: ojek juga turut berkembang, meskipun belum ditata dengan baik oleh pemerintah. Sedangkan 37,50 menyatakan bahwa sektor-sektor ekonomi tersebut mengalami pergeseran karena sektor pertanian yang kurang menarik bagi masyarakat terutama bagi kaum muda. Selain itu, masyarakat sedikit memiliki pengetahuan tentang perdagangan internasional baik yang berkaitan dengan kurs mata uang maupun hukum–hukum internasional yang harus ditaati bila melakukan perdagangan dengan Timor Leste. Tabel 37. Persepsi stakeholder mengenai pisahnya Timor Leste terhadap bidang ekonomi di Kabupaten TTU No Persepsi Jumlah stakeholder org Prosentase Jumlah masyarakat org Prosentase 1 Biaya interaksi sosial, budaya ekonomi dengan TL a. semakin murah 4 25,00 4 13,33 b. semakin mahal 8 50,00 18 60,00 c. sama saja 4 25,00 8 26,67 2 Pendapatan masyarakat a. berkurang 14 87,50 24 80,00 b. bertambah 0 0,00 0 0,00 c. sama saja 2 12,50 6 20,00 3 Struktur perekonomian a. tetap didominasi pertanian tidak mengalami pergeseran 4 25,00 4 13,33 b. semakin bergeser ke sektor sekunder tersier 8 50,00 18 60,00 c. sama saja 4 25,00 8 26,67 4 Frekuensi Perdagangan a. meningkat 0,00 0,00 b. berkurang 15 93,75 26 86,67 c. sama saja 1 6,25 4 13,33 5 Jumlah pedagang a. meningkat 0,00 0,00 b. berkurang 14 87,50 26 86,67 c. sama saja 2 12,50 4 13,33 6 Jenis barang a. bertambah 0,00 0,00 b. berkurang 14 87,50 26 86,67 c. sama saja 2 12,50 4 13,33 7 Motivasi menjual a. dominasi ekonomis 12 75,00 8 26,67 b. dominasi social 2 12,50 16 53,33 c. sama saja 2 12,50 8 26,67 8 Harga jual barang ekspor a. lebih tinggi dari Indonesia 14 87,50 24 80,00 b. lebih rendah dari Indonesia 0,00 0,00 c. sama saja 2 12,50 6 20,00 9 Harga beli barang impor a. lebih tinggi dari Indonesia 0,00 0,00 b. lebih rendah dari Indonesia 14 87,50 22 73,33 c. sama saja 2 12,50 8 26,67 Sumber: Data Primer, Diolah Informasi lebih mendalam mengenai dampak pisahnya Timor Leste dan aktivitas- aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat yang berada di 24 desa yang berbatasan langsung terutama berkaitan dengan interaksi dengan wilayah district enclave Oekusi perlu ditelusuri agar memperoleh informasi yang lebih komprehensif sehingga dilakukan penelusuran terhadap masyarakat yang menetap di wilayah yang berbatasan langsung dengan district enclave Oekusi. Masyarakat Kabupaten TTU dan district enclave Oekusi berasal dari satu suku yakni suku dawan dan memiliki ikatan kekerabatan yang kuat sehingga selalu melakukan interaksi. Alasan melakukan interaksi antara kedua wilayah adalah berupa alasan sosial kunjungan keluarga, alasan budaya acara adat, alasan ekonomi berdagang. Adapun data motivasialasan interaksi responden masyarakat ke Timor Leste dapat dilihat pada Tabel 38. Tabel 38. Alasan melakukan interaksi ke wilayah Timor Leste No Alasan interaksi Jumlah org Persentase Frekuensi 1 Ekonomi 19 63,33 2 kali seminggu 2 Sosial 30 100,00 1 kali sebulan 3 Budaya 17 56,67 2 kali setahun Sumber: Data Primer, Diolah Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat wilayah perbatasan yang merasakan dampak langsung dari pisahnya Timor Leste menyatakan bahwa dampak yang ditimbulkan dari pisahnya Timor Leste sangat terasa karena hubungan kekerabatan menjadi semakin renggang, acara-acara adat sulit dilakukan bersama dan aktivitas ekonomi lebih terbatas. Hal ini terjadi karena masyarakat di wilayah perbatasan harus mengurus paspor untuk berinteraksi dengan masyarakat Timor Leste, namun demikian masyarakat menyatakan bahwa interaksi tetap dilakukan secara ilegal, walaupun dengan perasaan was-was. Interaksi tersebut jauh berkurang setelah Timor Leste merdeka, karena sebelum Timor Leste merdeka masyarakat dapat melakukan kunjungan keluarga lebih sering, misalkan 1 kali dalam seminggu. Sedangkan acara adat 2 kali dalam setahun dapat dilakukan secara bersama ataupun dalam setiap hajatan keluarga selalu dilakukan bersama. Selain itu, perdagangan dapat dilakukan setiap saat tanpa kontrol dari pihak- pihak tertentu. Sedangkan interaksi antara masyarakat kedua wilayah setelah Timor Leste merdeka membutuhkan prosedur sesuai ketentuan hukum internasional sehingga interaksi kedua wilayah menjadi terhambat. Walaupun demikian interaksi kedua wilayah masih sering dilakukan secara ilegal ataupun dapat juga dilakukan dengan melengkapi surat dari kepala desa di wilayah perbatasan yang ditujukan kepada TNI dan CIPOL–Timor Leste yang bertugas di pos perbatasan. Acara adat yang dilakukan di wilayah Indonesia mendapat kawalan TNI dan sebaliknya dikawal oleh CIPOL bila acara adat tersebut dilakukan di wilayah Timor Leste, namun ada beberapa acara adat yang dilakukan di zona netral dengan kawalan dari pihak keamanan kedua negara. Sedangkan bila melakukan kunjungan keluarga umumnya tidak mendapat kawalan dari pihak keamanan. Masyarakat yang melakukan transaksi perdagangan dengan masyarakat Timor Leste menyatakan bahwa sebelum Timor Leste merdeka, masyarakat kedua negara bebas melakukan transaksi tanpa mengeluarkan biaya transaksi yang tinggi sehingga frekuensi perdagangan lebih sering dilakukan dengan jumlah pedagang dan jenis barang yang lebih banyak dan beragam. Namun setelah Timor Leste merdeka, biaya interaksi semakin tinggi baik untuk aktivitas ekonomi maupun aktivitas sosial dan budaya. Walaupun demikian, perdagangan antar kedua wilayah tetap dilakukan baik secara legal maupun ilegal. Perdagangan secara legal dilakukan oleh 7 orang pedagang dari Kota Kefamenanu dengan frekuensi perdagangan 2 kali sebulan. Jumlah dan frekuensi perdagangan ini jauh berkurang dibandingkan dengan sebelum Timor Leste merdeka. Pengusaha yang tidak lagi berdagang ke Timor Leste setelah Timor Leste merdeka mengalihkan usahanya dengan menjadi pedagang pengumpul hasil bumi. Sedangkan perdagangan secara ilegal yang dilakukan baik sepengetahuan pihak keamanan maupun tanpa sepengetahuan pihak keamanan dengan alasan saling membantu mempertahankan hidup. Daftar barang yang diekspor dapat dilihat pada Tabel 39. Tabel 39. Jenis komoditi ekspor Kabupaten TTU ke Timor Leste No Jenis barang Jumlah org Persentase 1 Hasil Bumi wortel, kentang, bawang, jeruk, tembakau 5 16,67 2 Produk makanan dan minuman lain mie, beras, anggur 10 33,33 3 Peralatan dapur, sabun, rokoktembakau, kosmetik, kainpakaian 8 26,67 Sumber: Data Primer, Diolah Motivasi masyarakat memperdagangkan produknya ke Timor Leste terutama: hasil bumi karena lokasinya lebih dekat dan tidak membutuhkan biaya transportasi yang tinggi, selain harga produknya lebih tinggi bila dibanding menjual produknya di wilayah Indonesia. Pedagang hasil bumi umumnya adalah petani yang memiliki surplus hasil bumi. Jenis barang lain bukan hasil bumi yang diperdagangkan ke Timor Leste dilakukan oleh pedagang lokal di desa tersebut yang bekerja sama dengan pengusaha lokal di Kota Kefamenanu. Alasan lain yang dikemukakan adalah masyarakat Indonesia di wilayah perbatasan masih membutuhkan padang savana sebagai tempat penggembalaan ternak yang lokasinya berada di wilayah Timor Leste sehingga kedua wilayah saling membutuhkanmelengkapi. Masyarakat yang berdagang ke Timor Leste juga membeli komoditi dari Timor Leste untuk diperdagangkan lagi di Indonesia karena dapat memperoleh keuntungan yang lebih besar bila dibandingkan membeli dari wilayah lainnya di wilayah Indonesia. Adapun barang yang diperdagangkan oleh masyarakat dari Timor Leste adalah berupa sopi sejenis minuman beralkohol, sirih, pinang, sapi, cendana, asam. Adapun perincian prosentase pembelian produk dari Timor Leste dapat dilihat pada Tabel 40. berikut ini. Tabel 40. Jenis komoditi impor Kabupaten TTU dari Timor Leste No Jenis barang Jumlah org Persentase 1 Sapi 15 50,00 2 Sopi sejenis minuman beralkohol 10 33,33 3 Sirih, pinang dan hasil bumi lainnya 9 30,00 Sumber : Data Primer, Diolah Oleh karena itu, masyarakat di wilayah perbatasan sangat mengharapkan agar pasar perbatasan dibuka secara legal sehingga mereka dapat melakukan perdagangan secara legal dan setiap masyarakat yang berada di wilayah perbatasan dapat meningkatkan pendapatannya melalui perdagangan sehingga distribusi pendapatan menjadi lebih merata. Pemberlakuan Pas Lintas Batas PLB juga penting agar masyarakat di wilayah perbatasan dengan mudah melakukan kunjungan keluarga dan acara adat yang melibatkan masyarakat perbatasan kedua negara. Berdasarkan persepsi stakeholder dan kajian interaksi spasial yang dilakukan oleh masyarakat yang berada pada desa-desa di sepanjang perbatasan maka wilayah Kabupaten TTU perlu melakukan pembenahan kembali dalam penentuan prioritas pembangunan agar dapat menjawab tuntutan kebutuhan masyarakat wilayah perbatasan. Kebijakan yang dimaksud adalah kebijakan yang lebih berorientasi pada pengembangan kapasitas ekonomi sehingga masyarakat memiliki kesiapan ketika pasar perbatasan dilegalkan pada suatu saat nanti. Upaya-upaya pengembangan kawasan perbatasan telah ditetapkan oleh pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten, namun belum juga mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat di wilayah perbatasan secara signifikan. Hal ini terjadi karena kurangnya kerjasama dan koordinasi antar stakeholder. Dengan demikian, diperlukan penentuan prioritas pembangunan secara partisipatif dengan melibatkan stakeholder sehingga pengembangan ekonomi wilayah perbatasan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Kabupaten TTU.

5.2. Persepsi Stakeholder tentang Penentuan Prioritas Pembangunan di Kabupaten