Pengelolaan wilayah perbatasan belum terencana dengan baik sehingga menimbulkan kesenjangan pembangunan dan kemiskinan masyarakat wilayah perbatasan.
Oleh karena itu, kajian terhadap aspek-aspek tersebut di atas akan memberikan kontribusi yang berarti terhadap pengembangan wilayah perbatasan yang merupakan halaman depan
wilayah NKRI. Penelitian ini menekankan pada pengembangan aspek ekonomi wilayah perbatasan sebagai katalisator utama di wilayah perbatasan dengan memanfaatkan aspek
SDM, sumberdaya alam, sosial budaya, sumberdaya buatan yang selanjutnya akan dapat menggerakkan dan meningkatkan aspek lainnya di wilayah perbatasan sehingga dapat
menjadi solusi bagi pengurangan kesenjangan pembangunan dan kemiskinan di wilayah perbatasan.
Kondisi wilayah kawasan perbatasan darat NTT umumnya masih terbelakang. Hal ini ditunjukkan oleh terbatasnya infrastruktur di wilayah perbatasan, rendahnya kualitas
sumberdaya manusia, banyaknya masyarakat miskin di wilayah perbatasan. Dampak selanjutnya adalah terjadinya aktivitas ekonomi lintas batas illegal yang merugikan
perekonomian setempat. Selanjutnya menurut Pemerintah Daerah Provinsi NTT isu dan permasalahan pengelolaan perbatasan negara di NTT dan Timor Leste adalah berkaitan
dengan beberapa hal, yakni 1 kebijakan dan pendekatan pembangunan, 2 kemiskinan, 3 keterbatasan sarana dan prasarana, 4 hukum dan kelembagaan, 5 pengelolaan daerah
aliran sungai dan keamanan, dan 6 kerjasama ekonomi yang belum terjalin dengan baik. Oleh karena itu, diperlukan perencanaan pengembangan ekonomi wilayah perbatasan
yang dapat mengurangi kesenjangan pembangunan antara wilayah perbatasan dengan wilayah lainnya dan mengurangi kemiskinan di wilayah perbatasan.
2.4. Kebijakan Pengembangan Wilayah Perbatasan
Pengembangan wilayah perbatasan memerlukan manajemen pengelolaan kawasan perbatasan yang tepat diantaranya berupa koordinasi antar pengambil kebijakan pada
berbagai tingkatan baik pusat, provinsi dan kabupaten sehingga perencanaan dan pelaksanaan pembangunan di wilayah perbatasan dapat menjadi solusi bagi peningkatan
kesejahteraan masyarakat di wilayah perbatasan. Adapun peran dari pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten serta pihak lainnya menurut Hamid dan Alkadri 2003 seperti
tertera pada Tabel 4.
Tabel 4. Peran pemerintah dan pihak lainnya dalam pengembangan kawasan perbatasan
No Pihak Terkait
Peranan
1 Pemerintah pusat
Penyusunan kebijakan umum dan fasilitasi dalam hal :
-Perluasan jaringan informasi dan telekomunikasi -Pengembangan kerjasama dengan negara tetangga
-Pengembangan infrastruktur tata ruang wilayah
perbatasan -Pemetaan potensi wilayah perbatasan
-Pemasangan patok-patok perbatasan negara 2 Pemerintah
provinsi Mengkoordinasikan semua rencana kerjasama
pengembangan kawasan perbatasan antar kabupatenkota yang memiliki wilayah perbatasan
3 Pemerintah kabupatenkota
-Menyusun perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian operasional di kawasan perbatasan yang disesuaikan
dengan RTRW nasional. -Meningkatkan kemampuan masyarakat di kawasan
perbatasan -Merencanakan dan menyelenggarakan forum perencanaan
lintas batas antarnegara sesuai dengan kewenangannya -Melaksanakan kegiatan pengelolaan perbatasan antar
negara sesuai dengan kewenangannya 4 Pihak
lainnya -Perguruan tinggi
diharapkan dapat menjembatani kepentingan pemerintah dengan masyarakat
-LSM diharapkan dapat melakukan pengontrolan demi kepentingan umum
-Swasta diharapkan turut berperan dalam investasi di wilayah perbatasan
-Meningkatkan peran serta masyarakat dalam proses pembangunan
Sumber : Hamid dan Alkadri, 2003 Berdasarkan peran dari setiap tingkatan pemerintahan dan tentunya didasarkan pada
kondisi serta permasalahan di wilayah perbatasan tersebut maka dalam RPJM nasional tahun 2004–2009 direncanakan akan dilaksanakan kegiatan-kegiatan pokok untuk
memfasilitasi pemerintah daerah di wilayah perbatasan yakni: 1. Penguatan pemerintah daerah dalam mempercepat peningkatan kualitas hidup dan
kesejahteraan masyarakat melalui: a peningkatan pembangunan sarana dan prasarana sosial dan ekonomi, b peningkatan kapasitas SDM, c pemberdayaan
kapasitas aparatur pemerintah dan kelembagaan, d peningkatan mobilisasi pendanaan pembangunan;
2. Peningkatan keberpihakan pemerintah dalam pembiayaan pembangunan terutama untuk pembangunan sarana dan prasarana ekonomi di wilayah-wilayah perbatasan
dan pulau-pulau kecil melalui, antara lain, penerapan berbagai skema pembiayaan pembangunan seperti: pemberian prioritas dana alokasi khusus DAK, public
service obligation PSO untuk telekomunikasi, program listrik masuk desa;
3. Percepatan pendeklarasian dan penetapan garis perbatasan antar negara dengan tanda- tanda batas yang jelas serta dilindungi oleh hukum internasional;
4. Peningkatan kerjasama masyarakat dalam memelihara lingkungan hutan dan mencegah penyelundupan barang, termasuk hasil hutan illegal logging dan
perdagangan manusia human trafficking. Namun demikian perlu pula diupayakan kemudahan pergerakan barang dan orang secara sah, melalui
peningkatan penyediaan fasilitas kepabeanan, keimigrasian, karantina, serta keamanan dan pertahanan;
5. Peningkatan kemampuan kerjasama kegiatan ekonomi antar kawasan perbatasan dengan kawasan negara tetangga dalam rangka mewujudkan wilayah perbatasan
sebagai pintu gerbang lintas negara. Selain itu, perlu pula dilakukan pengembangan wilayah perbatasan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi berbasis
sumberdaya alam lokal melalui pengembangan sektor-sektor unggulan; 6. Peningkatan wawasan kebangsaan masyarakat, dan penegakan supremasi hukum
serta aturan perundang-undangan terhadap setiap pelanggaran yang terjadi di wilayah perbatasan.
Selanjutnya dalam pengembangan wilayah Indonesia yang berbatasan dengan negara lain perlu dilakukan zonasi wilayah pengembangan yang didasarkan pada
perbedaan jumlah penduduk, ketersediaan sarana dan prasarana pelayanan, kondisi sosial ekonomi dan budaya sebagaimana dikemukakan oleh Depdagri 2005 bahwa zonasi
wilayah pengembangan meliputi: a program pengembangan wilayah perbatasan bertipologi wilayah perekonomian maju RI–Malaysia; b program pengembangan
wilayah perbatasan bertipologi wilayah perekonomian menengah RI–PNG; c program pengembangan wilayah perbatasan berorientasi freeport zones RI–Singapura dan RI-
Filipina; d program pengembangan wilayah perbatasan inisiatif baru RI–RDTL.
Pemerintah dan pemerintah daerah provinsi dan kabupaten merespon dampak pisahnya Timor Leste dengan menetapkan berbagai kebijakan. Kebijakan-kebijakan
tersebut dimuat dalam RPJM dan RTRW baik nasional, provinsi maupun kabupaten. a. Kebijakan Pemerintah Pusat
Kabupaten TTU ditetapkan sebagai salah satu dari 20 kabupaten yang menjadi prioritas pembangunan sebagaimana tertuang dalam RPJM Nasional tahun 2004–2009.
Sedangkan dalam RTRWN dinyatakan tentang kawasan strategis nasional termasuk perbatasan darat NTT dengan Timor Leste dengan kategori E2 yang berarti lebih
menekankan pada aspek keamanan. Selanjutnya dikatakan bahwa pengembangan Pusat Kegiatan Strategis Nasional PKSN adalah kawasan perkotaan yang ditetapkan untuk
mendorong kawasan strategis nasional, dan Kefamenanu sebagai ibu kota Kabupaten TTU termasuk dalam kategori tersebut yang dikelompokkan ke dalam kawasan
pengembangan baru dari kawasan strategis nasional. b. Kebijakan Pemerintah Provinsi
Pemerintah provinsi sebagai perpanjangan tangan dari pemerintah pusat dalam Propeda dan Renstrada NTT tahun 2004-2008 telah menetapkan kawasan perbatasan
sebagai kawasan yang memiliki nilai strategis untuk dikembangkan. Perda Provinsi NTT No.9 tahun 2005 tentang RTRW Provinsi NTT tahun 2006-2020 pasal 20 menyatakan
bahwa kawasan strategis daerah meliputi kawasan perbatasan negara yang pengembangannya dilakukan dengan cara a mendorong pengembangan kawasan
perbatasan Republik Indonesia, Timor Leste dan Australia sebagai beranda depan Negara Indonesia di daerah; b percepatan pembangunan kawasan perbatasan negara yang
berlandaskan pada pola kesejahteraan, keamanan dan kelestarian lingkungan. Kesejahteraan masyarakat di wilayah perbatasan ditingkatkan dengan menetapkan
kawasan andalan Noelbesi yang meliputi sub kawasan: Kapan TTS – Eban TTU – Amfoang Kupang yang berada di wilayah perbatasan dengan district enclave Oekusi;
sedangkan kelestarian lingkungan dilakukan dengan menetapkan kawasan prioritas negara yang berfungsi lindung dan mendukung pengelolaan sungai batas negara yang
juga memiliki fungsi ekonomi dan bernilai strategis terhadap keamanan. Hal ini dilanjutkan dengan membuat rencana tata ruang wilayah perbatasan Provinsi NTT
dengan district enclave Oekusi, meskipun belum ditetapkan sebagai perda. Pemerintah
Provinsi NTT juga mengusulkan adanya kelembagaan formal yang bertugas mengelola wilayah perbatasan sehingga dapat mengkoordinir kegiatan-kegiatan pembangunan di
wilayah perbatasan. c. Kebijakan Pemerintah Kabupaten
Sedangkan dalam RPJM Kabupaten TTU tahun 2005–2010 telah ditegaskan bahwa potensi pendapatan di Kabupaten TTU dapat diperoleh dari dibukanya pasar
perbatasan Kabupaten TTU dengan district enclave Oekusi, meskipun belum difungsikan. Selanjutnya Kabupaten TTU juga telah mengembangkan Kota Wini sebagai
kota satelit yang salah satu pertimbangannya karena letak Wini yang hanya berjarak 8 km dari Oekusi sehingga Wini dapat pula dijadikan kota transito. Sebagaimana dikemukakan
oleh Hamid dan Alkadri 2003 bahwa wilayah perbatasan dapat dikembangkan sebagai model pengembangan kawasan transito, kawasan agropolitan, kawasan wisata.
Sedangkan strategi yang dikembangkan dapat berupa pengembangan spasial dan infrastruktur, pengembangan sumberdaya manusia, pengembangan investasi,
pengembangan jaringan regional dan pengembangan komoditas unggulan. Oleh karena itu, perlu diadakan penelitian tentang penentuan komoditas unggulan dan jaringan
regional yang dapat meningkatkan interaksi spasial di wilayah perbatasan. Selain itu, pemerintah Kabupaten TTU sebagai daerah otonom merespon dengan
melakukan pemekaran kecamatan dari 9 kecamatan menjadi 24 kecamatan sehingga kecamatan di wilayah yang berbatasan langsung dengan Timor Leste berjumlah 5
kecamatan semula 3 kecamatan dengan maksud mendekatkan pelayanan kepada masyarakat. Pemekaran kecamatan juga secara ekonomi dapat dimaknai sebagai upaya
pemerintah dalam hal menciptakan daerah pertumbuhan baru yang dapat meningkatkan interaksi antar sektor di wilayah tersebut sebagaimana dikatakan oleh Losch dalam
Rustiadi et al.2007.
2.5. Perencanaan Pengembangan Ekonomi Wilayah