Analisis Keterkaitan Antar Sektor

b Shift Share Analysis SSA Merupakan salah satu teknik analisis untuk memahami pergeseran struktur aktivitas di suatu wilayah tertentu dibandingkan dengan cakupan wilayah yang lebih luas pada dua titik waktu. Secara matematik dapat diformulasikan sebagai berikut: ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ − + ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ − ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ − + = X X X X X X X X X X t i t i t ij t ij c t t t i t i b t t SSA a 1 1 .. 1 .. 1 .. 1 .. 1 Dimana: SSA = Komponen shift share a = Komponen share b = Komponen proportional shift c = Komponen differential shift X.. = nilai total PDRB di Provinsi NTT X i. = nilai total PDRB sektor tertentu di Provinsi NTT X ij = nilai total PDRB sektor tertentu di Kabupaten TTU t 1 = Titik tahun terakhir 2006 t = Titik tahun awal 2004 Intepretasi hasil analisis SSA sebagai berikut: • Apabila nilai SSA 0, menunjukkan bahwa sektorkomoditas tersebut memiliki keunggulan kompetitif dan pergeseran yang cepat. • Apabila nilai SSA = 0, menunjukkan bahwa sektorkomoditas tersebut dapat dikembangkan lebih lanjut menjadi sektorkomoditas basis. • Apabila nilai SSA 0, menunjukkan bahwa sektorkomoditas tersebut tidak memiliki keunggulan kompetitif dan pergeseran pertumbuhannya lambat.

c. Analisis Keterkaitan Antar Sektor

Analisis keterkaitan antar sektor dilakukan dengan menggunakan model input- output. Analisis Input-Output dapat dicermati dari peningkatan output dari suatu sektor j membutuhkan penggunaan input yang lebih banyak dari sektor ekonomi lain yang memproduksi output untuk digunakan sebagai input antara oleh sektor tersebut. Hal tersebut dikenal juga dengan dampak demand dari sektor j. Sedangkan dampak yang diakibatkan oleh output dari sektor j tersebut adalah berupa peningkatan penggunaan output tersebut untuk usaha lainnya atau dikenal dengan dampak supply dari sektor j. Analisa Input-Output menggunakan tabel input-output Kabupaten TTU yang diturunkan dari Tabel Input-Output Provinsi NTT dengan menggunakan metode RAS. Adapun asumsi yang digunakan dalam metode RAS adalah struktur ekonomi dan keterkaitan antar sektor antara wilayah Provinsi NTT dan wilayah Kabupaten TTU adalah sama sehingga sekaligus menunjukkan kelemahan dari metode RAS tersebut. Meskipun demikian, metode RAS merupakan metode yang tepat untuk digunakan bila tidak melakukan survei secara langsung dalam rangka penyusunan tabel input-output. Secara ringkas penurunan Tabel I-O Kabupaten TTU tahun 2006 melalui tahapan berikut ini: 1. Menyiapkan Tabel I-O 34 sektor dari 55 sektor dengan cara agregasi sektor-sektor yang memberikan kontribusi sedikit dalam perekonomian Kabupaten TTU, sedangkan sektor-sektor yang tidak ada di Kabupaten TTU ditiadakan. 2. Menggunakan rasio PDRB penggunaan Provinsi NTT, kemudian disesuaikan dengan konsumsi rumahtangga dari data SUSENAS tahun 2000, sedangkan untuk konsumsi pemerintah disesuaikan dari data APBD tahun 2006. 3. Selanjutnya data PDB sektoral 34 sektor dipecah menjadi 37 sektor Tabel I-O dengan menggunakan rasio 209 NTB masing-masing sektor terhadap total NTB Tabel I-O Provinsi NTT. Mengeluarkan nilai transaksi kemiri dan pinang dari perkebunan lain. Selanjutnya nilai kemiri dan pinang yang diperoleh dari output kemiri dan pinang dikalikan dengan harga untuk selanjutnya didistribusikan kepada sektor-sektor yang membutuhkan. Demikian pula halnya dengan tenun ikat yang dikeluarkan dari industri lainnya dan ditampilkan tersendiri. 4. Setelah diperoleh nilai 209 NTB Kabupaten TTU lalu dikalikan dengan rasio NTB terhadap input 210 Tabel I-O NTT tahun 2006 sehingga didapatkan nilai input 210 Kabupaten TTU tahun 2006. 5. Nilai Input=Output sehingga baris 210=kolom 600, caranya adalah dengan melakukan transpose baris 210 menjadi kolom 600 output. 6. Selanjutnya 210 dikurangi 209 sehingga diperoleh nilai 190 total permintaan antara, lalu didistribusikan ke atas dengan menggunakan rasio permintaan antara 190 Provinsi NTT tahun 2006. Demikian juga halnya dengan komponen NTB 201…205 digunakan rasio NTB Provinsi NTT tahun 2006 sehingga diperoleh nilai 201 s.d 205 Kabupaten TTU tahun 2006. 7. Demikian juga halnya dengan komponen penggunaan. Masing-masing komponen diperoleh menggunakan rasio Provinsi NTT tahun 2006. Misal, komponen konsumsi rumahtangga. Total 301 diperoleh dari publikasi yang ada, strukturnya menggunakan struktur Provinsi NTT tahun 2006, demikian seterusnya sampai ekspor dan impor. 8. Setelah tahapan di atas dilakukan, semua kolom dan baris dijumlah biasanya terjadi ketidakseimbangan diskrepansi antara supply dan demand. Oleh karena itu, perlu dilakukan rekonsiliasi, yakni menyeimbangkan baris dan kolom. 9. Rekonsiliasi dengan metode RAS ini harus memenuhi kriteria sebagai berikut: a. Jumlah input setiap sekor sama dengan outputnya, dimana total output merupakan transpose dari jumlah input. b. Supply diperoleh dari nilai output ditambah impor barang dan jasa. c. Input antara intermediate input=total input–input primer. d. Permintaan antara intermediate demand=supply–permintaan akhir. e. Jumlah permintaan antara dan input antara harus sama, karena besaran nilai tersebut nantinya yang akan diproses dengan metode RAS. f. Metode RAS adalah metode proporsional untuk menyeimbangkan matriks koefisien industrial intersection. RAS method ini membutuhkan iterasi berkali-kali sesuai dengan kedekatannya dengan struktur I-O sebelumnya. Setelah tabel I-O tersedia maka tahapan selanjutya adalah menganalisis struktur ekonomi Kabupaten TTU dilihat dari sisi permintaan dan penawaran. Kemudian mengukur besarnya tingkat keterkaitan ke belakang dan ke depan serta multiplier yang diakibatkan oleh aktivitas dari suatu sektor ekonomi misalnya: multiplier pendapatan, output, nilai tambah bruto dan pajak tak langsung. Tahapan berikutnya adalah menginterpretasi hasil perhitungan tersebut. Adapun rumus-rumus yang digunakan dalam analisis input-output dapat diformulasikan sebagai berikut: 1 Kaitan langsung ke belakang direct backward linkage a j : menunjukkan efek langsung dari perubahan output tingkat produksi suatu sektor terhadap total tingkat produksi sektor-sektor yang menyediakan input bagi sektor tersebut. ∑ = n i ij j a a Untuk kebutuhan mengukur secara relatif pembandingan dengan sektor lainnya, a j kemudian dinormalisasikan menjadi a j yang merupakan rasio antara kaitan langsung ke belakang sektor j dengan rata-rata kaitan langsung ke belakang untuk sektor-sektor lainnya. ∑ ∑ = = j j j j j n j j a na a a a 1 Nilai a j 1 menunjukkan bahwa sektor j memiliki kaitan langsung ke belakang yang kuat dalam pengertian memiliki pengaruh langsung yang kuat terhadap pertumbuhan sektor-sektor lain. 2 Kaitan langsung ke depan direct forward linkage a i : menunjukkan efek langsung dari perubahan output tingkat produksi suatu sektor terhadap total tingkat produksi sektor-sektor yang menggunakan output sektor tersebut. ∑ = j ij i a a Untuk kebutuhan mengukur secara relatif pembandingan dengan sektor lainnya, a i kemudian dinormalisasikan menjadi a i yang merupakan rasio antara kaitan langsung ke depan sektor i dengan rata-rata kaitan langsung ke depan untuk sektor-sektor lainnya. ∑ ∑ = = i i i i i n i i a na a a a 1 3 Kaitan langsung dan tidak langsung ke belakang direct and indirect backward linkage b j : menunjukkan pengaruh langsung dan tidak langsung dari kenaikan permintaan akhir terhadap satu unit output sektor tertentu, pada peningkatan total output seluruh sektor perekonomian. Parameter ini menunjukkan kekuatan suatu sektor dalam mendorong peningkatan seluruh sektor perekonomian, secara matematis diformulasikan sebagai berikut: ∑ = i ij j b b dimana b ij adalah elemen-elemen invers matriks Leontief B=I-A -1 . Untuk kebutuhan mengukur secara relatif pembandingan dengan sektor lainnya, b j kemudian dinormalisasikan menjadi b j yang merupakan rasio antara kaitan langsung dan tidak langsung ke depan sektor j dengan rata-rata kaitan langsung dan tidak langsung ke depan untuk sektor-sektor lainnya. ∑ ∑ = = j j j j j n j j b nb b b b 1 4 Kaitan langsung dan tak langsung ke depan direct and indirect forward linkage b i : ∑ = i ij i b b Untuk kebutuhan mengukur secara relatif pembandingan dengan sektor lainnya, b i kemudian dinormalisasikan menjadi b i yang merupakan rasio antara kaitan langsung dan tidak ke depan sektor i dengan rata-rata kaitan langsung dan tidak langsung ke depan untuk sektor-sektor lainnya. ∑ ∑ = = i i i i i n i i b nb b b b 1 5 Multiplier: Berbagai jenis multiplier dapat dihitung dengan menggunakan rumus-rumus berikut ini: a Output Multiplier, O M j , yaitu dampak peningkatan permintaan akhir atas output sektor j terhadap peningkatan total output seluruh sektor di wilayah penelitian. Angka yang diperoleh sama dengan angka keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang seperti yang telah diuraikan di atas. ∑ = i ij j O b M dimana : b ij adalah elemen inverse matriks Leontief b Income Multiplier, I M j , yaitu dampak peningkatan permintaan akhir atas output sektor j terhadap peningkatan total pendapatan rumah tangga secara keseluruhan di wilayah penelitian. ∑ = i ij i I j I j I b v v M 1 I v i : rasio pendapatan rumahtangga dari sektor i terhadap total output sektor i untuk i=j, maka I v i = I v j b ij : elemen inverse matriks Leontief c Total Value-Added Multiplier atau multiplier PDRB, GDP M j , adalah dampak peningkatan permintaan akhir atas output sektor j terhadap peningkatan PDRB wilayah penelitian. ∑ = i ij i GDP j GDP j GDP b v v M 1 GDP v i : rasio produk domestik regional bruto dari sektor i terhadap total output sektor i untuk i=j, maka GDP v i = GDP v j b ij : elemen inverse matriks Leontief d Tax Multiplier, T M j , yaitu dampak peningkatan permintaan akhir atas output sektor j terhadap peningkatan pajak tak langsung netto secara keseluruhan di wilayah penelitian. ∑ = i ij i T j T j T b v v M 1 T v i : rasio pajak tak langsung netto dari sektor i terhadap total output sektor i untuk i=j, maka T v i = T v j b ij : elemen inverse matriks Leontief

d. Analisis Kuadran