Dasar Hukum Poligami LANDASAN TEORITIS TENTANG POLIGAMI

Mengomentari hadits di atas Ibnu At- Tîn berkata: “Pendapat paling tepat dalam menafsirkan kisah ini adalah, bahwasanya Nabi Shallallahu „alaihi Wassalam mengharamkan Ali mengumpulkan putri beliau dengan anak perempuan Abu Jahal karena akan menyakiti beliau, dan menyakiti Nabi hu kumnya haram, berdasarkan ijma‟. Adapun sabda Nabi Shallallahu „alaihi Wassalam: “Aku tidak mengharamkan perkara yang halal‟, maksudnya, dia anak perempuan Abu Jahal itu halal dinikahi oleh Ali jika saja Fatimah bukan istrinya. Adapun mengumpulkan keduanya akan menyakiti Nabi Shallallahu „alaihi Wassalam karena merasa tersakitinya Fathimah, maka hal itu tidak dibolehkan.”Pelarangan bukan karena “tersakitinya” Fathimah ra, melainkan tersakitinya Nabi Shallallahu „alaihi Wassalam lantaran tersakitinya Fatimah, dan umat sepakat tentang keharaman menyakiti Nabi Shallallahu „alaihi Wassalam. 21 َنْمَلْسَأَف ِةيِلِاَجْلا يِف ٍةَوْسِن ُرْشَع َُلَو َمَلْسَأ يِفَق ثلا َةَمَلَس َنْب َن ََْيَغ نَأ َرَمُع ِنْبا ْنَع َُعَم يديمرت اور َر يَخَتَ ي ْنَأ َملَسَو ِْيَلَع ُللا ىلَص يِب لا َُرَمَأَف ّنُهْ ِم اًعَ بْرَأ ََ Dari ibnu Umar, bahwa Ghailan bin Salamah Ats-Tsaqafi masuk Islam, sedangkan ia mempunyai sepuluh orang istri pada zaman Jahiliyah, lalu mereka juga masuk Islam bersamanya, kemudian Nabi SAW memerintahkan 21 www.artikel.majlisasmanabawi.net , ” hukum poligami dalam islam tafsir ayat”, Artikel diakses pada 12 Januari 2015 dari http:www.artikel.majlisasmanabawi.nethukum-poligami- dalam-islam-tafsir-ayat Ghailan untuk memilih mempertahankan empat diantara mereka. HR. Tirmidzi. Hadits tersebut di atas, membicarakan tentang Ghailan Ats-Tsaqafi yang mana sebelum masuk Islam mempunyai sepuluh orang istri. Ketika ia masuk Islam ke sepuluh orang istrinya itu turut masuk Islam bersamanya. Oleh karena dalam Islam seorang laki-laki tidak boleh beristri lebih dari empat, maka Nabi menyampaikan hadits di atas. Yakni, menyuruh atau memerintah mempertahankan empat diantara mereka dan menceraikan yang lainnya. 22 C. Syarat-syarat Poligami Meskipun poligami menurut undang-undang diperbolehkan, beratnya persyaratan yang harus ditempuh mengisyaratkan bahwa pelaksanaan poligami di Pengadilan Agama menganut prinsip menutup pintu terbuka, artinya poligami itu tidak dibuka, kalau memang tidak diperlukan dan hanya dalam hal atau keadaan tertentu pintu dibuka Rahmat Hakim, 2000: 121. 23 Pasal-pasal dalam undang-undang Nomor 1 tahun 1974 yang berkaitan langsung dengan poligami adalah dalam pasal 4 dan pasal 5. Dalam pasal 4 yang terdiri dari 2 ayat berisi sebagai berikut: 22 Journeylife- harun.blogspot.com,”poligami dalam perspektif hadits”, Artikel diakses pada 9 Februari 2015 dari http:journeylife-harun.blogspot.com200911poligami-dalam-perspektif- hadits.html 23 Beni Ahmad Saebani, Fiqih Munakahat, Bandung: CV Pustaka Setia, 2010, Cet VI, hal 163-164. 1. Dalam hal seorang suami akan beristri lebih dari seorang sebagaimana tersebut dalam pasal 3 ayat 2 Undang-undang ini, maka ia wajib mengajukan permohonan kepada pengadilan daerah tempat tinggalnya. 2. Pengadilan dimaksud ayat 1 pasal ini hanya memberikan izin kepada seorang suami yang akan beristri lebih dari seorang apabila; a. Istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri b. Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan c. Istri tidak dapat melahirkan keturunan. Di dalam pasal 5 dijelaskan bahwa untuk dapat mengajukan permohonan ke pengadilan, sebagaimana dimaksud pasal 4 ayat 1 undang- undang ini, harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut: a. Adanya persetujuan dari istri-istri b. Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan- keperluan hidup istri-istri dan anak-anak mereka c. Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anak mereka. 24 24 Himpunan Peraturan Perundang-undangan, Undang-undang Perkawinan Indonesia, hal 8- 9. Poligami merupakan pintu darurat [emergency exit] yang hanya bisa dibuka dalam keadaan darurat saja. 25 Jadi, jika ada orang yang ingin berpoligami, maka ia ditugaskan untuk bersiap-siap menghadap pak hakim di meja hijau, untuk mengemukakan alasan-alasan, apa sebabnya ia berpoligami, dan bahwa alasan-alasannya itu merupakan motif yang ben ar menurut agama, dan sesuai dengan syari‟at Islam. 26

D. HIKMAH POLIGAMI

Sayyid Sabiq yang menerangkan hikmah berpoligami cukup panjang, dan disini dikemukakan ringkasanya sebagai berikut: 1. Sebagai karunia dan rahmat Allah, dan menjadi diperlukan untuk kemakmuran dan kemaslahatan. 2. Memperbesar jumlah umat karena “ Keagungan itu hanyalah bagi yang berjumlah banyak.” 3. Mengurangi jumlah janda sambil menyantuni mereka. 4. Mengantisipasi kenyataan bahwa jumlah wanita berlebih dibandingkan pria. 5. Mengisi tenggang waktu yang lowong berhubungan secara kodrati pria itu lebih panjang masa membutuhkan berhubungan seks baik karena dalam usia lanjut yang 25 Yayan Sopyan, ISLAM NEGARA Transformasi Hukum Perkawinan Islam dalam Hukum Nasional, Jakarta: Pt Wahana Semesta Intermedia, 2012, Cet Ke 2, hal 159. 26 Abdul Nasir Taufiq Al „Athar, Polygami Di Tinjau Dari Segi Agama, Sosial, dan Perundang-undangan, Jakarta : Bulan Bintang, hal 284. wanita sudah tidak membutuhkan sementara pria tetap saja, ataupun karena tenggang waktu sebab haid dan nifas. 6. Dapat mengatasi kalau istri pertama mandul, dan 7. Sebaliknya di tempat yang menganut pemaksaan monogami terlahir banyak kefasikan, banyak wanita tuna susila, dan banyak pula anak di luar nikah. 27 Peraturan tentang poligami dan praktiknya di dunia Islam mempunyai manfaat besar yang membersihkan masyarakat dan akhlak yang tercela dan menghindarkan penyakit masyarakat yang banyak timbul di negara-negara yang tidak mengenal poligami. 28 27 Achmad Kuzari, Nikah Sebagai Perikatan, Jakarta : PT RajaGrafindo, 1995, Cet ke I , hal 166. 28 Hartono Ahmad Jaiz, Wanita antara jodoh, poligami perselingkuhan, Jakarta : Pustaka Al-Kautsar 2007, Cet ke I, hal 124.

BAB III POLIGAMI DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN DI

INDONESIA A. Pendapat Ulama Tentang Poligami Imam Syafi‟i, Hanafi, Maliki dan Hambali berpendapat bahwa seorang suami boleh memiliki istri lebih dari satu, karena dalam agama Islam seseorang laki-laki dibolehkan mengawini lebih dari satu tetapi dibatasi hanya sampai empat orang istri. Akan tetapi kebolehannya tersebut memiliki syarat yaitu berlaku adil antara perempuan-perempuan itu, baik dari nafkah atau gilirannya. Para Imam di atas juga memberikan saran, apabila tidak bisa berlaku adil, hendaknya beristri satu saja itu jauh lebih baik. Para Ulama Ahli Sunnah juga telah sepakat, bahwa apabila seorang suami mempunyai istri lebih dari empat maka hukumnya haram. Dan perkawinan yang kelima dan seterusnya dianggap batal dan tidak sah, kecuali suami telah menceraikan salah seorang istri yang empat itu dan telah habis pula masa iddah-nya. Dalam masalah membatasi istri empat orang saja, Imam Syafi‟i berpendapat bahwa hal tersebut telah ditunjukkan oleh Sunnah Rasulullah saw sebagai penjelasan dari firman Allah, bahwa selain Rasulullah tidak ada seorangpun yang dibenarkan nikah lebih dari empat perempuan. 29 29 Rahmat Yudistiawan, “hukum poligami jumlah istri dan syarat adil dalam poligami”, Artikel diakses pada 9 Februari 2015 dari http:rahmatyudistiawan.wordpress.com20130123hukum-poligami-jumlah-istri-dan-syarat- adil-dalam-poligami-oleh-rahmat-yudistiawan. Perlu diketahui, poligami tersebut hanya dibolehkan dengan syarat, yaitu bila suami yang melakukan poligami tersebut bisa berlaku adil terhadap isteri-isterinya. 30

B. Poligami Menurut Undang-Undang No.1 Tahun 1974 Tentang

Perkawinan Poligami di Indonesia juga disahkan Sesuai Ketentuan Pasal 3 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan yaitu : “Ayat 1 Pada azasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang isteri. Seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami .” Ketentuan Pasal 3 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan tersebut di atas membuka kemungkinan seorang suami dapat melakukan poligami apabila dikehendaki oleh istri pertama tentunya dengan ijin pengadilan. “Ayat 2a Pengadilan, dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristeri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh fihak-fihak yang bersangkutan .” “Ayat 2b. Persetujuan yang dimaksud pada ayat 1 huruf a pasal ini tidak diperlukan bagi seorang suami apabila isteriisteri-isterinya tidak mungkin dimintai persetujuannya dan tidak dapat menjadi pihak dalam perjanjian, atau apabila tidak ada kabar dari isterinya selama sekurang-kurangnya 2 30 Hasanuddin AF, Perkawinan dalam perspektif Al- Qur‟an nikah, talak, cerai, rujuk, Jakarta : Nusantara Damai Press, Cet ke-1 hal 12.