merupakan bab pendahuluan yang memuat beberapa sub-bab, didalamnya mengurai landasan teoritis mengenai poligami yang

Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa pengertian poligami adalah “Ikatan perkawinan yang salah satu pihak memiliki atau mengawini beberapa lawan jenis dalam waktu yang bersamaan. ” 17 Poligami merupakan salah satu bentuk pernikahan yang diatur dalam hukum islam. Mengacu pada hukum islam fiqih, poligami merupakan bentuk pernikahan yang diperbolehkan. Mayoritas ulama memperbolehkan pernikahan poligami, dan pandangan kebolehan pernikahan poligami ini didasarkan pada ayat al-Quran yang menyatakan bahwa sorang muslim laki- laki boleh melakukan pernikahan dengan satu, dua, tiga, dan empat wanita yang baik, seperti tercantum dalam ayat keempat surat an-Nisa ayat 3. Ayat tersebut kemudian dipahami sebagai sebuah dasar pembolehan praktik pernikahan poligami secara umum. Dengan penekanan pada kalimat berikutnya yang menyinggung tentang keadilan yang harus dipenuhi suami. 18

B. Dasar Hukum Poligami

Poligami adalah sistem yang cukup dominan sebelum datangnya Islam, kemudian datanglah Islam dengan membolehkan poligami ketika poligami itu merupakan sistem yang sangat kuat di dalam kehidupan masyarakat Arab, yang merupakan konsekuensi dari tabiat biologis dan realita sosial mereka. Islam yang lurus tidak melarang poligami, tetapi juga tidak membiarkannya tanpa aturan, akan tetapi islam mengaturnya dengan syarat-syarat Imaniyah 17 Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, hal 18. 18 Asep Saepudin Jahar, Hukum Keluarga, Pidana, dan Ekonomi, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013, Cet I, hal 30. yang jelas disebutkan dalam hukum-hukum Al- Qur‟an. Maka Islam membatasi poligami hanya sampai empat orang, dimana di zaman jahiliyah dulu tanpa batas.perhatikan Firman Allah Swt, dalam surat An-nisa Ayat 3,                                 “ Dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap hak-hak perempuan yang yatim bilamana kamu mengawininya, Maka kawinilah wanita-wanita lain yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil, Maka kawinilah seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.” Di antara keagungan ayat ini tampak jelas bahwa bolehnya poligami dan pembatasannya dengan empat orang, datang dibarengi kekhawatiran berlaku zhalim kepada perempuan yatim. 19 Dan di dalam Al- Qur‟an surat An-nisa ayat 129 menyebutkan:                          19 Karam Hilmi Farhat, POLIGAMI dalam pandangan islam, Nasrani, dan Yahudi, Jakarta: Darul Haq,2007, Cet ke-I, hal 90-91.