Studi Review Terdahulu Pendahuluan

perhatian, dan kelembutannya untuk istri barunya. Maka menjadi suatu yang logis jika seorang wanita membenci dipoligami dengan wanita lain. 10 Dasar pokok yang membolehkan poligami adalah firman Allah Swt pada surat Annisa ayat 3.                               “ Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap hak- hak perempuan yang yatim bilamana kamu mengawininya, maka kawinilah wanita-wanita lain yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka kawinilah seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.” Salah satu syarat dalam poligami yaitu bisa berlaku adil, adil disini meliputi semua aspek diantaranya ialah: aspek ekonomi, aspek jatah giliran, aspek kasih sayang, aspek perlindungan, dan yang terpenting para istri mempunyai hak yang sama “mempunyai suami”. 11 Adapun penjelasan dalam pasal 4 dan 5 UU perkawinan dan juga disebutkan beberapa aspek yang meliputi syarat poligami haruslah terpenuhi. 10 Karam Hilmi Farhat, POLIGAMI dalam pandangan islam, Nasrani, dan Yahudi, Jakarta: Darul Haq, 2007, Cet ke-I, hal 38. 11 Anshori Fahmie, siapa bilang poligami itu sunnah?, Depok: Pustaka II Man, 2007 , Cet ke-1, hal 89. Bila syarat dan aspek tersebut terpenuhi dapat memungkinkan perizinan dalam melakukan poligami. Dan apabila perkawinan poligami itu tidak dilaksanakan sebagaimana ketentuan UU Perkawinan, maka perkawinan poligami itu harus dinyatakan tidak sah, dinyatakan batal demi hukum, dan dianggap tidak terjadi. 12 Untuk bolehnya seseorang berpoligami, sebagai tambahan dari syarat- syarat yang telah ditetapkan dalam agama islam, tidak diperbolehkan seseorang berpoligami, kecuali jika memang benar-benar ada motif yang baik, yang mendorong dia untuk berpoligami. Dan ada tidaknya motif itu diserahkan kepada penilaian dan pengawasan hakim. Jadi, jika ada orang yang ingin berpoligami, maka ia diharuskan untuk menghadap Hakim di meja hijau, untuk mengemukakan alasan-alasan, apa sebabnya ia ingin berpoligami, dan bahwa alasan-alasanya itu merupakan motif yang benar menurut agama, dan sesuai dengan syari‟at Islam. Kemudian, menilai alasan-alasan yang dikemukakan orang yang ingin berpoligami itu termasuk dalam wewenang Hakim. Jika Hakim merasa yakin bahwa alasan yang dikemukakan oleh orang itu adalah benar, maka hakim berhak untuk memberi izin kepada orang itu untuk berpoligami. Sebaliknya, jika Hakim tidak percaya tentang alasan yang dikemukakannya itu, maka Hakim berhak untuk menolak permintaannya untuk berpolgami. Dan 12 Yayan Sopyan, ISLAM NEGARA Transformasi Hukum Perkawinan Islam dalam Hukum Nasional, Jakarta: Pt Wahana Semesta Intermedia, 2012, Cet Ke 2, hal 112.