BAB II LANDASAN TEORITIS TENTANG POLIGAMI
A. Pengertian Poligami
Poligami berasal dari bahasa Yunani. Kata ini merupakan penggalan dari dua kata yakni “poli” atau “polus” yang artinya banyak, dan kata
“gamein” atau “gamos” yang artinya kawin atau perkawinan. Jika digabungkan akan berarti suatu perkawinan yang banyak. Kalau dipahami
dari definisi ini, maka sah untuk mengatakan bahwa arti poligami adalah perkawinan banyak, dan bisa jadi dalam jumlah yang tidak terbatas. Dari
uraian di atas dapat disimpulkan poligami adalah suatu sistem perkawinan di mana seorang pria mengawini lebih dari seorang istri dalam waktu yang
bersamaan.
15
Menurut Sayyid Sabiq, poligami adalah satu ajaran Islam yang sesuai dengan fitrah kaum laki-laki. Laki-laki adalah makhluk Allah yang memiliki
kecenderungan seksual lebih besar dibandingkan dengan kaum perempuan, dengan adanya poligami dapat menghindarkan kaum laki-laki melakukan
perzinaan, melatih menjadi pemimpin yang adil dalam kehidupan dan pengelolaan keluarga dan rumah tangganya. Keadilan terhadap istri-istri
adalah barometer pertama pemimpin yang akan berlaku adil atas rakyat yang dipimpinnya.
16
15
Yayan Sopyan, ISLAM NEGARA Transformasi Hukum Perkawinan Islam dalam Hukum Nasional, Jakarta: Pt Wahana Semesta Intermedia, 2012, Cet Ke 2, hal 139-140.
16
Beni Ahmad Saebani, Fiqih Munakahat, Bandung: CV Pustaka Setia, 2010, Cet VI, hal 153-154.
Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa pengertian poligami adalah “Ikatan perkawinan yang salah satu pihak
memiliki atau mengawini beberapa lawan jenis dalam waktu yang bersamaan.
”
17
Poligami merupakan salah satu bentuk pernikahan yang diatur dalam hukum islam. Mengacu pada hukum islam fiqih, poligami merupakan
bentuk pernikahan yang diperbolehkan. Mayoritas ulama memperbolehkan pernikahan poligami, dan pandangan kebolehan pernikahan poligami ini
didasarkan pada ayat al-Quran yang menyatakan bahwa sorang muslim laki- laki boleh melakukan pernikahan dengan satu, dua, tiga, dan empat wanita
yang baik, seperti tercantum dalam ayat keempat surat an-Nisa ayat 3. Ayat tersebut kemudian dipahami sebagai sebuah dasar pembolehan praktik
pernikahan poligami secara umum. Dengan penekanan pada kalimat berikutnya yang menyinggung tentang keadilan yang harus dipenuhi suami.
18
B. Dasar Hukum Poligami
Poligami adalah sistem yang cukup dominan sebelum datangnya Islam,
kemudian datanglah Islam dengan membolehkan poligami ketika poligami itu merupakan sistem yang sangat kuat di dalam kehidupan masyarakat Arab,
yang merupakan konsekuensi dari tabiat biologis dan realita sosial mereka. Islam yang lurus tidak melarang poligami, tetapi juga tidak membiarkannya
tanpa aturan, akan tetapi islam mengaturnya dengan syarat-syarat Imaniyah
17
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, hal 18.
18
Asep Saepudin Jahar, Hukum Keluarga, Pidana, dan Ekonomi, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013, Cet I, hal 30.