8
E D I S I 0 2 T A H U N X V I I 2 0 1 1
V. PENUTUP
Indeks Kesengsaraan di empat kepemimpinan negara era reformasi pada dasarnya tidak terlalu banyak perbedaannya. Hal
ini dikarenakan Indeks Kesengsaraan Indonesia pada era ini relatif masih sangat tinggi, yaitu rata-rata di atas 10 dengan
rentang tertinggi - terendah cukup lebar. Hal yang unik, pola Indeks Kesengsaraan pada keempatnya relatif sama, yaitu
tinggi di awal dan rendah diakhir masa jabatannya. Pola ini juga berlaku pada kepemimpinan SBY yang kedua kalinya di akhir
kepemimpinan pertamanya 10,92 dan di awal kepemimpian keduanya naik menjadi 14,10 . Kondisi ini mengindikasikan
program kerja pemerintah tidak berjalan secara optimal. Harapan masyarakat pada kepemimpinan baru, dalam perjalanannya akan
memudar ketika hasil-hasil pembangunan tidak secara signifikan merubah kesejahteraan. Kekecewaan sebagian masyarakat
seringkali diwujudkan dalam demo-demo yang secara masif di-blow up oleh media massa, dan selanjutnya menjadi santapan
politik yang bisa mempengaruhi citra pemimpin yang sedang berkuasa. Kondisi semacam ini, kadangkala secara langsung
maupun tidak langsung mempengaruhi kinerja pemerintah dalam upaya menciptakan kesejahteraan.
Pola hubungan Indeks Kesengsaraan dengan tingkat kriminalitas yang terjadi terkesan tidak mulus linear. Meskipun terjadi
hubungan yang tidak mulus, tetapi secara logika Indeks Kesengsaraan yang disusun oleh tingkat inflasi daya beli
masyarakat dan tingkat pengangguran pendapatan untuk membiayai kehidupan, berhubungan erat dengan tingkat
kriminalitas. Pemahamannya adalah apabila seseorang yang tidak memiliki pendapatan menganggur akan kesulitan memenuhi
kebutuhan hidupnya. Kondisi ini merupakan faktor korelatif kriminogen yang sewaktu-waktu memunculkan keinginan untuk
melakukan tindak kriminal. Di dukung oleh kesempatan yang ada, keinginan tersebut dapat mewujud menjadi tindak kriminal
sebagai upaya memenuhi kebutuhan hidupnya. Hubungan yang mulus barangkali akan terjadi ketika Indeks Kesengsaraan berada
di bawah 10 , di mana pada tingkat ini inflasi relatif rendah harga-harga terjangkau dan pengangguran sedikit masyarakat
bekerja dan memiliki daya beli.
Upaya untuk menurunkan Indeks Kesengsaraan, selain menciptakan lapangan kerja melalui kebijakan investasi, secara bersamaan juga
melalui upaya menciptakan kondisi keamanan dalam negeri yang kondusif. Keamanan dalam negeri yang kondusif merupakan salah
satu jaminan bagi investor untuk menanamkan modalnya. Di samping itu agar Indeks Kesengsaraan tidak bergejolak, pemerintah
diharapkan tidak menempuh kebijakan drastis seperti kenaikan harga BBM atau kenaikan tarif dasar listrik TDL. Kedua kebijakan
ini hampir selalu menimbulkan gejolak sosial dan seringkali memiskinkan masyarakat, terutama masyarakat yang berada sedikit
di atas garis kemiskinan.
n
Gunarta adalah Perencana Madya pada Direktorat Pertahanan dan Keamanan, Bappenas
DAFTAR BACAAN
Anonim, 2003. Pertemuan Menaker se-ASEAN: Pengangguran Indonesia, Terparah di ASEAN. http:www.gatra.
com2003-05-08artikel.php?id=28219 Anonim. 2008. Equity Research. D-Research Danareksa. http:
www.testcompany.comarchiveDecember2008-52 att-2590D-RESEARCH_30-12-08.pdf.
Anonim, 2009. Gawat, 20 Persen Pelaku Kejahatan adalah Polisi. Kompas. com edisi Senin, 7 Desember 2009. http:megapolitan.
kompas.comread2009120705310532
Anonim. 2010. Sejarah Indonesia 1998-sekarang. http:
id.wikipedia.orgwikiSejarah_Indonesia_1998-sekarang. Anonim. 2010a. The US Misery Index January 1948 to June 2010.
http:www.miseryindex.uscustomindexbymonth.asp Anonim. 2010b. Quarterly labour Force Survey: Quarter 2,2010.
Embargoed until 27 July 2010. Statistic South Africa. http:www.statssa.gov.zapublicationsP0211
P02112ndQuarter2010.pdf Anonim. Crime in South Africa. http:en.wikipedia.orgwiki
Crime_in_South_Africa Didik J. Rachbini. 2000. Sikap Gus Dur dan Pasar. Analisis
Ekonomi - Edisi Tahun IX No. 09 - 04 Juni 2000. http:www.hamline.eduapakabar
basisdata200006040021.html. http:www.testcompany.comarchiveDecember2008-52att-
2590D-RESEARCH_30-12-08.pdf Kenneth L. Cavanaugh, Kurleigh D. King, and Birney D. Titus.
1990. Improving the National Economy through Alliance with Nature’s Government: Effects of the Group Practice
of Maharishi’s Transcendental Meditation and TM- Sidhi Program. Maharishi International University
Fairfield, Iowa, U. S. A. http:www.mum.edu msvscavanaughpart4.html. Kunarto.2001. Perilaku
Organisasi Polri. Cipta manunggal. Jakarta.
Mubyarto. 2003. Teori Investasi Dan Pertumbuhan Ekonomi Dalam Ekonomi Pancasila. Jurnal Ekonomi Rakyat.
[Artikel - Th. II - No. 4 - Juli 2003]. http:www. ekonomirakyat.orgedisi_16artikel_1.htm.
Shane.2010. Arthur Okun Misery Index through the Years. http: www.loansandcredit.comarthur-okun-misery-index-
through-the-years_2010-04-19. Tri Wibowo dan Hidayat Amir. 2005. Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Nilai Tukar Rupiah. Jurnal Kajian Ekonomi dan Keuangan, Departemen Keuangan
Vol. 9 No. 4, Desember 2005. http:mashidayat. files.wordpress.com20071202-faktor-yang-
mempengaruhi-nilai-tukar-kek-des-2005.pdf.
9
E D I S I 0 2 T A H U N X V I I 2 0 1 1 Most of the remaining unresolved issues in poverty analysis
are related directly or indirectly to the multidimensional nature and dynamics of poverty Thorbecke, 2005. Analysis
on multidimensional poverty has occupied much attention of economists and policymakers, particularly since the writing
of Sen 1976 and the rising of data availability for relevant research purpose. A significant development for research has
been the improvement in constructing a coherent framework for measuring poverty in multidimensional environment
analogously to the set of techniques developed in one- dimension space. Multidimensionalmeasures provide another
insight into particular elements of poverty that is useful and relevant to poverty interventions.
The advances in poverty research also embrace the dynamic perspective in assessing living conditions. The distinction of
poverty condition between chronic and transient is not only important from the perspective of measurement accuracy, but
also for policy implication purposes as well. Chronic versus transient poverty would call for different policy alleviation
strategies Hulme and Shepherd, 2003.
This paper provides microeconometric analysis of the socio economic variables using Indonesian panel household surveys.
Dharendra Wardhana
10
E D I S I 0 2 T A H U N X V I I 2 0 1 1 The first topic is the determinants of multidimensional poverty
for household, with special attention given to operationalise conceptual thinking of multidimensional poverty. The second
topic adopts multiple correspondence analyses MCA in order to construct an index which better reflects poverty
measurement. The third topic looks at how multidimensional poverty index can play a major role in observing whether
people are trapped in poverty over long periods to establish the extent of chronic and transient poverty in Indonesia.This
paper estimates the incidence of multidimensional poverty to reach higher level compared to monetary poverty. Two types of
poverty are quite positively correlated and have similar trend. It is also found that chronic poverty has characterised the pattern
for the long run.
Keywords: Multidimensional poverty, chronic poverty, transient poverty, multiple correspondence analyses.
I. INTRODUCTION