2
E D I S I 0 2 T A H U N X V I I 2 0 1 1
Gunarta
I. PENDAHULUAN
Indeks kesengsaraan misery index merupakan salah satu cerminan seberapa baik kondisi perekonomian nasional
suatu negara. Lebih jauh lagi, indeks kesengsaraan dipakai untuk mengukur kinerja periode pemerintahan yang sedang
berjalan, terutama dalam hal bagaimana pemerintah dapat menyejahterakan masyarakatnya. Normanya, semakin tinggi
indeks kesengsaraan, maka pemerintahan yang sedang berjalan dianggap kurang mampu menyejahterakan rakyatnya.
Sebaliknya jika indeks kesengsaraan rendah, masyarakat akan merasa sejahtera, harga kebutuhan pokok terjangkau inflasi
rendah, dan jumlah masyarakat yang menganggur sedikit.
Indeks kesengsaraan pertama kali diperkenalkan oleh Arthur Melvin Okun, ekonom dari Yale University. Okun adalah
penasehat President Amerika Serikat Lyndon Johnson pada tahun 1960-an. Menurut Okun, indeks kesengsaraan
diperoleh dengan menjumlahkan tingkat inflasi dan tingkat pengangguran di suatu negara, dua hal yang mencerminkan
biaya ekonomi dan sosial suatu negara Shane, 2010. Dalam perkembangannya, indeks kesengsaraan ini diperbaharui oleh
Robert Joseph Barro dari Harvard University pada tahun 1970-an dengan menambahkan unsur tingkat bunga bank
dan Gross Domestic Product GDP untuk melihat dinamika kesengsaraan masyarakat dari waktu ke waktu. Indeks yang
sudah diubah ini kemudian disebut Modified Misery Index.
3
E D I S I 0 2 T A H U N X V I I 2 0 1 1 Kondisi sosial, ekonomi, politik, hukum, politik, pertahanan,
dan keamanan pada pemerintahan periode reformasi yang bergulir sejak tahun 1998 di Indonesia, menunjukkan
dinamika yang sangat dinamis. Pada tahap-tahap awal, sistem pemerintahan jatuh bangun, harga kebutuhan pokok
melonjak-lonjak, tindak kriminal meningkat tajam, konflik horizontal tersulut dengan penyebab yang sangat sepele, dan
sikap primordial masyarakat sangat mengemuka. Kondisi perekonomian terutama dari aspek pertumbuhan ekonomi,
iklim investasi, penciptaan lapangan kerja, maupun pasokan kebutuhan pokok masyarakat bergejolak dan sangat rentan
terhadap dinamika internal dalam negeri dan eksternal luar negeri.
Pada saat ini kondisi perekonomian Indonesia sudah relatif stabil, namun era demokrasi yang belum sepenuhnya berjalan
pada rel yang sesungguhnya, menyebabkan pelaksanaan roda kepemerintahan tidak berjalan secara optimal. Banyak
program dan kegiatan yang merupakan visi dan misi kepala pemerintahan terpilih, tidak terealisir sepenuhnya. Sejumlah
besar waktu dan sumberdaya pemerintah terpaksa terkuras untuk mengurusi hal-hal yang berbau politik dan kekuasaan.
Hal ini tercermin dari banyaknya pejabat pemerintah, kepala pemerintah daerah, atau para anggota dewan yang terlibat
masalah politik dan hukum pada masa aktifnya.
Meskipun tidak populer, penulis tertarik untuk mengkaji indeks kesengsaraan ini. Minimnya literatur dan penelitian tentang
indeks kesengsaraan, merupakan tantangan tersendiri bagi penulis untuk mengkaji secara lebih mendalam. Dalam kajian
ini digunakan model dasar Misery Index yang diperkenalkan oleh Okun, bukan Modified Misery Index mengingat tujuan
utama dari kajian ini adalah untuk mengetahui apakah ada korelasinya dengan perilaku kriminalitas. Perilaku kriminalitas
dalam hal ini bisa dianggap sebagai penyebab atau akibat dari goncangan inflasi atau tingkat pengangguran. Ketika
dianggap sebagai penyebab, maka tidak stabilnya keamanan dan ketertiban masyarakat akan dianggap sebagai biang keladi
tingginya tingkat pengangguran dan inflasi. Sementara itu ketika dianggap sebagai akibat, maka gejolak ekonomi yang
berimplikasi pada tingginya tingkat pengangguran dan inflasi akan menjadi pendorong meningkatnya tindak kriminalitas.
Data yang digunakan adalah data sekunder time series dari tahun 1998 – 2009 yang terdiri dari data inflasi tahunan,
tingkat pengangguran tahunan, dan data kriminalitas tahunan. Tahun 1998 dianggap sebagai awal reformasi karena pada tahun
ini merupakan titik awal perubahan sistem pemerintahan Orde Baru yang identik dengan Pemerintahan Presiden Suharto ke
sistem pemerintahan yang sama sekali baru. Jika selama Orde Baru sentral kekuasaan berada di tangan presiden, maka pada
periode reformasi ini kekuasaan presiden dan parlemen menjadi saling berimbang. Bahkan adakalanya parlemen menjadi lebih
kuat sehingga dapat menjatuhkan pemerintahan yang sedang berjalan.
II. INDEKS KESENGSARAAN DI BERBAGAI NEGARA