PENUTUP DAN REKOMENDASI Majalah Perencanaan Pembangunan

58 E D I S I 0 2 T A H U N X V I I 2 0 1 1

VI. BELAJAR DARI MALADEWA

Berdasarkan pengamatan di berbagai media dan studi literatur, beberapa negara telah berhasil mensejahterakan masyarakatnya dengan mengembangkan pulaunya menjadi daerah tujuan wisata dengan strategi sewaleasing pulau. Negara tersebut antara lain Yunani, dan MaldiveMaladewa. Republik Maladewa adalah sebuah negara yang luasnya 298 km 2 , berupa kepulauan yang terdiri dari kumpulan atol suatu pulau koral yang mengelilingi sebuah laguna sebagian atau seluruhnya di Samudra Hindia. Maladewa terletak di sebelah selatan-barat daya India, sekitar 700 km sebelah barat daya Sri Lanka. Negara ini memiliki 26 atol yang terbagi menjadi 20 atol administratif dan 1 kota. Jumlah penduduk pada tahun 2005 adalah 349.106 orang dengan PDB - Total US2,38 miliar, income per capita US7.327. Pulau di maldive dikembangkan oleh operator internasional Hilton, Villa, dsb. Satu pulau dikelola oleh satu manajemen. Berbasis pada sektor perikanan pengalengan ikan, pembuatan kapal, sektor pariwisata Pemanfaatan pulau, perdagangan, kerajinan. Kira-kira 500.000 turis utamanya dari Amerika, Eropa, Jepang berkunjung setiap tahun. Sebagian besar karyawan resor-resor di Maldive adalah putera-puteri Indonesia. Penentuan pengelola dilakukan dengan sistem tender terbuka secara nasional dan internasional. Sistem pengelolaan sewa pulau berdasarkan kontrak selama 25-35 tahun sesuai jumlah investasi yang ditanam. Dalam kontrak diatur secara rinci apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh pengelola beserta sanksi dan pengawasan pulau. Semua syarat-syarat investasi di pulau diatur dalam peraturan perundang-undangan secara rinci dan lengkap. Pemerintah Maladewa telah mengoptimalkan pengelolaan pulau-pulau kecil sebagai sumber pendapatan negara maupun masyarakat dari mengembangkan wisata bahari. Pulau- pulau tersebut, tambahnya, disewakan ke investor untuk dikembangkan sebagai kawasan wisata yang mana nilai investasi mencapai US150-200 juta per pulau. Sementara itu, setelah wilayah tersebut dikembangkan sebagai kawasan wisata dan mampu mendatangkan turis maka masyarakat yang dulunya menggantungkan dari menangkap ikan beralih usaha seperti menyewakan taxi ataupun penyewaan kamar. Sewa kamar per malam dapat mencapai US 600 hingga US 1.000, sedangkan pendapatan nelayan yang dulunya US 600-800 saat ini dapat mencapai US 10.000 dari sektor pariwisata.

VII. PENUTUP DAN REKOMENDASI

Ditengah-tengah ketidak jelasan aturan main, sesungguhnya sebagaimana diungkap oleh situs http:www.majalahtrust.com, walaupun bisnis ini belum jelas dari sisi kepastian hukumnya, bisnis menyewakan pulau sudah lama berlangsung. Sebagai contoh: di antara pulau-pulau di Kepulauan Seribu di Teluk Jakarta, misalnya, beberapa pulau sudah ada yang punya dipasang papan nama. Sejumlah pulau lain dari Sabang sampai Merauke, ternyata banyak yang dijadikan lahan usaha oleh orang-orang yang tinggal tak jauh dari pulau-pulau itu, Pulau Kanawa yang menghadap Samudra Indonesia itu sebagai tempat wisata, berhasil pasang promosi di biro-biro perjalanan luar negeri, misalnya di Belanda, Pulau Banyak Di kawasan Nanggroe Aceh Darussalam, dan status usaha itu tidak jelas: apakah pengusaha itu menyewa pulau itu, dari siapa, dengan harga berapa, dan untuk berapa lama. Juga, apakah usahanya tersebut, misalnya menyewakan penginapan di pulau nan sepi itu, berizin serta membayar pajak atau tidak. Masih dalam situs yang sama, pemerintah pernah gagal melaksanakan rencana penyewaan pulau. Hal ini terjadi pada tahun 2001 di Riau. Saat itu pemerintah berencana mengontrakkan satu pulau dari tiga ribuan pulau yang ada di provinsi tersebut. Tapi baru gagasan tersebut terlontar, langsung masyarakat dari semua kalangan memprotes, karena hal itu dianggap mengurangi kedaulatan Indonesia dan menjatuhkan harga diri rakyat Riau. Ini tidak nasionalistis, kata yang protes. Mencermati fenomena polemik yang telah terjadi ditengah- tengah masyarakat dalam membangun kepulauan menjadi daerah tujuan wisata, disarankan agar pemerintah melakukan hal-hal sebagai berikut: 1. Perencanaan mengembangkan pulau-pulau untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pembangunan daerah di dalamnya termasuk daya saing pariwisata memerlukan perencanaan yang terintegrasi integrated planning. Untuk itu, perlu ada semacam forum bersama yaitu “Forum Koordinasi Perencanaan Pengembangan Pariwisata di Pulau-Pulau Kecil FKP4K”. 2. Memperhatikan pengalaman Negara Maldive dalam pengelolaan pulaunya yang disewakan kepada investor untuk tujuan wisata, ada satu kementerian yang bertanggungjawab merumuskan peraturan perundang- undangan sebagai aturan main pengembangan pariwisata di pulau yaitu Menteri Pariwisata, Seni dan budaya. Di dalam peraturan perundang-undangan ini diatur secara rinci mekanisme investasi di pulau untuk tujuan wisata yang 59 E D I S I 0 2 T A H U N X V I I 2 0 1 1 dikelola secara profesional, transparan, dan akuntabel. 3. Berdasarkan butir 1 dan 2 di atas, dan dalam rangka terwujudnya harmonisasi pengembangan pulau-pulau untuk tujuan wisata, disarankan agar Kementerian Kelautan dan Perikanan yang telah memiliki peraturan perundang-undangan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau Kecil dan Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata yang memiliki visi yang sama bersinergi menyelenggarakan kegiatan FKP4K dengan mengundang KL terkait, para pakar, praktisi pariwisata dan stakeholders lainnya; 4. Dalam waktu dekat diharapkan Kementerian Budpar dan Kementerian Kelautan dan Perikanan mampu menghasilkan rumusankonsep rancangan peraturan perundang-undangan Pengembangan Pariwisata di Pulau- Pulau Kecil serta menetapkan proyek percontohan di 10 sepuluh pulau-pulau kecil. 5. Mengambil pengalaman Maldive, satu pulau dikembangkan tidak hanya untuk pariwisata tetapi juga sektor lainnya seperti perikanan pengalengan ikan, pembuatan kapal, sektor pariwisata Pemanfaatan pulau untuk resort, hotel, perdagangan, kerajinan. Penentuan pengelola dilakukan dengan sistem tender terbuka secara nasional dan internasional. Sistem pengelolaan sewa pulau berdasarkan kontrak selama 25-35 tahun sesuai jumlah investasi yang ditanam. Dalam kontrak diatur secara rinci apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh pengelola beserta sangsi dan pengawasan pulau. Semua syarat-syarat investasi di pulau diatur dalam peraturan perundang-undangan secara rinci dan lengkap. 6. Perencanaan pembangunan di bidang pariwisata perlu mencari terobosan-terobosan baru guna meningkatkan kesejahteraan dan daya saing pariwisata. Hal ini, pernah dilakukan oleh para perencana pembangunan yang diawali pada era tahun 70-an. Dalam pembangunan pariwisata, pemerintah pada tahun 1970-an memiliki pengalaman yang sangat berharga dan fenomenal yaitu mampu menyusun perencanaan membangun kawasan Nusa Dua- Bali, pada saat ini kawasan nusa dua menjadi destinasi pariwisata terkenal di dunia. Kawasan ini dulunya adalah daerah miskin, terisolir, tandus. Disinilah sesungguhnya awal lahirnya konsep kerjasama pemerintah dan swasta KPSpublic private partnership PPP di Indonesia. Dari dokumen perencanaan pembangunan Repelita I nampak dengan jelas idealisme perencana pembanguna pariwisata dengan memberikan fokus perhatian pada pulau Bali dengan tidak mengenyampingkan pulau-pulau lainnya. Dalam dokumen tersebut diuraikan dengan terang benderang dukungan sarana dan prasarana yang diperlukan untuk menggerakkan pembangunan pariwisata Bali, antara lain dari jaringan listrik, telekomunikasi, jalan, air, dan bandara udara. 7. Mengingat Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.508 pulau besar dan kecil, sekitar 6.000 di antaranya tidak berpenghuni, sudah saatnya memberikan fokus perhatian pembangunan pariwisata dengan menyewakan pulau-pulau kecil sebagai alternatif kebijakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Marzuki Usman dalam “Belajar dari Maldive Maladewa, Sinar Harapan, 17 Januari 2011menyatakan bahwa alangkah indahnya kalau pengalaman Maldive ini dapat diterapkan di Provinsi-provinsi: Papua, Maluku, NTT, dan Kepulauan Riau. “Alangkah bahagianya kita melihat nanti saudara-saudara kita di kepulauan itu menjadi kaya, terampil dan atau professional, dan lebih berbahagia lagi, ketika melihat turis-turis manca negara pada berhamburan kepulau-pulau itu. Semoga mimpi ini menjadi kenyataan Amien.” Dari beberapa saran tersebut di atas, kedepan diharapkan Pemerintah bersama-sama dengan para pemangku kepentingan mampu mengoptimalkan pengelolaan pulau-pulau kecil sebagai sumber pendapatan negara maupun masyarakat dari pengembangan sektor pariwisata. Setelah wilayah tersebut dikembangkan sebagai kawasan wisata dan mampu mendatangkan turis dan devisa maka dalam jangka panjang diharapkan tercipta masyarakat kepulauan yang semakin sejahtera, aman dan damai sesuai dengan prinsip dalam pembangunan pariwisata yaitu pro poor, pro growth, and pro job dan berkesinambungan. n I Dewa Gde Sugihamretha adalah Perencana Madya, Direktorat Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga, Bappenas Rujukan: United Nation for World Tourism Organization UNWTO Report World Economic Forum, The Travel Tourism Competitive Index TTCI Liputan6.com, Padang, http:nasional.kompas.com read2009082822381059Jual.Pulau.Bisa. Dipenjara.10.Tahun Liputan6.com, Jakarta, ttp:static.rnw.nlmigratiewww. ranesi.nltinjauan_persp http:www.skyscrapercity.comshowthread. php?t=107334page=9 http:travel.kompas.comread2010111116292014Pihak. Asing.Bisa.Sewa.Pulau.Kecil-14 Liputan6.com, Jakarta, [baca: Menteri Kelautan Bantah Tiga Pulau Dijual].ZAQ Diena Lestasri, Bisnis Indonesia Suara Pembaharuan Daily Sewa Pulau Harus Izin Pemerintah Pusat Batam Antara News, http:nusantara.tvone.co.idberita view20657200908203_pulau_di_makassar_siap_ disewakan_ke_investor http:www.majalahtrust.com 60 E D I S I 0 2 T A H U N X V I I 2 0 1 1 M. Firman Hidayat, Luthfi Ridho, and Gaffari Ramadhan

I. INTRODUCTION