Pengaturan Kegiatan Usaha Perusahaan Asuransi Dalam Menjalankan Kegiatan Perasuransian

Menteri Keuangan dapat mencegah berlangsungnya kegiatan tidak sah dari perusahaan yang telah dicabut izin usahanya, sehingga kemungkinan terjadinya kerugian yang lebih luas pada masyarakat dapat dihindarkan. Hak utama yang dimaksud dalam Pasal 20 ayat 2 UU Usaha Perasuransian mengandung pengertian bahwa dalam hal kepailitan, hak pemegang polis mempunyai kedudukan yang lebih tinggi daripada hak pihak-pihak lainnya, kecuali dalam hal kewajiban untuk negara, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

D. Pengaturan Kegiatan Usaha Perusahaan Asuransi Dalam Menjalankan Kegiatan Perasuransian

Berdasarkan uraian pada sub bab tersebut di atas, telah dijelaskan beberapa prinsip-prinsip yang berlaku dalam perjanjian asuransi dan berakhirnya asuransi atau kegiatan usaha perasuransian, maka dalam sub bab ini dijelaskan mengenai pengaturan kegiatan usaha perasuransian. Dasar hukum pengaturan kegiatan perasuransian telah diatur di dalam KUH Perdata dan KUHD, dan kemudian diatur dalam UU Usaha Perasuransian serta diikuti dengan peraturan teknis melalui PP No.73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Perasuransian. Penegasan Pasal 1 angka 1 UU Usaha Perasuransian menentukan asuransi disamakan dengan pertanggungan. Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita Universitas Sumatera Utara tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan. Jenis usaha perasuransian menurut Pasal 3 UU Usaha Perasuransian, meliputi usaha asuransi dan usaha penunjang usaha asuransi. Usaha asuransi adalah usaha jasa keuangan yang dengan menghimpun dana masyarakat melalui pengumpulan premi asuransi memberikan perlindungan kepada anggota masyarakat pemakai jasa asuransi terhadap kemungkinan timbulnya kerugian karena suatu peristiwa yang tidak pasti atau terhadap hidup atau meninggalnya seseorang. Usaha perasuransian hanya dapat dilakukan oleh badan hukum yang berbentuk: Perusahaan Perseroan Persero, Koperasi, dan usaha bersama. Jenis usaha asuransi menurut Pasal 1 huruf a UU Usaha perasuransuan terdiri dari: 1. Usaha asuransi kerugian yang memberikan jasa dalam penanggulangan risiko atas kerugian, kehilangan manfaat, dan tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga, yang timbul dari peristiwa yang tidak pasti; 2. Usaha asuransi jiwa yang memberikan jasa dalam penanggulangan risiko yang dikaitkan dengan hidup atau meninggalnya seseorang yang dipertanggungkan; 3. Usaha reasuransi yang memberikan jasa dalam pertanggungan ulang terhadap risiko yang dihadapi oleh Perusahaan Asuransi Kerugian dan atau Perusahaan Asuransi Jiwa. Usaha penunjang usaha asuransi adalah menyelenggarakan jasa keperantaraan, penilaian kerugian asuransi dan jasa akturia. Jenis usaha penunjang usaha asuransi menurut Pasal 3 huruf b UU Usaha Perasuransian, terdiri dari: 1. Usaha pialang asuransi yang memberikan jasa keperantaraan dalam penutupan asuransi dan penanganan penyelesaian ganti rugi asuransi dengan bertindak untuk kepentingan tertanggung; 2. Usaha pialang reasuransi yang memberikan jasa keperantaraan dalam penempatan reasuransi dan penanganan penyelesaian ganti rugi reasuransi dengan bertindak untuk kepentingan perusahaan asuransi; Universitas Sumatera Utara 3. Usaha penilai kerugian asuransi yang memberikan jasa penilaian terhadap kerugian pada obyek asuransi yang dipertanggungkan; 4. Usaha konsultan akturia yang memberikan jasa konsultasi akturia; 5. Usaha Agen Asuransi yang memberikan jasa keperantaraan dalam rangka pemasaran jasa asuransi untuk dan atas nama penanggung. Pengelompokan jenis usaha perasuransian menjadi usaha asuransi dan usaha penunjang asuransi didasarkan pada pengertian bahwa perusahaan yang melakukan usaha asuransi adalah perusahaan yang menanggung risiko asuransi. Selain itu, dalam perasuransian terdapat pula perusahaan-perusahaan yang kegiatan usahanya tidak menanggung risiko asuransi yang kegiatannya dikelompokkan sebagai usaha penunjang usaha asuransi. Walaupun demikian sebagai sesama penyedia jasa di bidang perasuransian, perusahaan di bidang usaha asuransi dan perusahaan di bidang usaha penunjang usaha asuransi merupakan mitra usaha yang saling membutuhkan dan saling melengkapi, yang secara bersama-sama perlu memberikan kontribusi bagi kemajuan sektor perasuransian di Indonesia. Selain pengelompokan menurut jenis usaha, usaha asuransi dapat pula dibagi berdasarkan sifat dari penyelenggaraan usahanya menjadi dua kelompok, yaitu yang bersifat sosial dan yang bersifat komersial. Usaha asuransi yang bersifat sosial adalah dalam rangka penyelenggaraan Program Asuransi Sosial, yang bersifat wajib berdasarkan Undang-undang dan memberikan perlindungan dasar untuk kepentingan masyarakat. 78 Ruang lingkup kegiatan usaha asuransi ditentukan dalam Pasal 4 UU Usaha Perasuransian, yaitu hanya dapat dilakukan oleh perusahaan perasuransian, dengan ruang lingkup kegiatan: Perusahaan Asuransi Kerugian, Perusahaan Asuransi Jiwa, 78 Penjelasan Pasal 3 UU Usaha Perasuransian. Universitas Sumatera Utara dan Perusahaan Reasuransi hanya dapat menyelenggarakan usaha pertanggungan ulang. Perusahaan asuransi kerugian hanya dapat menyelenggarakan usaha dalam bidang asuransi kerugian, termasuk reasuransi. Perusahaan asuransi jiwa hanya dapat menyelenggarakan usaha dalam bidang asuransi jiwa, dan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan diri, dan usaha anuitas, serta menjadi pendiri dan pengurus dana pensiun sesuai dengan peraturan perundang-undangan dana pensiun yang berlaku. Perusahaan reasuransi hanya dapat menyelenggarakan usaha pertanggungan ulang. Ditentukan dalam Pasal 8 UU Usaha Perasuransian syarat mutlak pendirian perusahaan perasuransian hanya dapat didirikan oleh Warga Negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia yang sepenuhnya dimiliki Warga Negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia, atau perusahaan perasuransian yang tunduk pada hukum asing. Perusahaan perasuransian yang didirikan tersebut harus merupakan perusahaan perasuransian yang mempunyai kegiatan usaha sejenis dengan kegiatan usaha dari perusahaan perasuransian yang mendirikan atau memilikinya. Perusahaan asuransi kerugian atau perusahaan reasuransi, yang para pendiri atau pemilik perusahaan tersebut adalah perusahaan asuransi kerugian dan atau perusahaan reasuransi. Pasal 9 UU Usaha Perasuransian, menentukan kewajiban memperoleh izin usaha dari Kemenkeu. Untuk mendapatkan izin usaha harus dipenuhi persyaratan mengenai: 1. Anggaran dasar; 2. Susunan organisasi; Universitas Sumatera Utara 3. Permodalan; 4. Kepemilikan; 5. Keahlian di bidang perasuransian; 6. Kelayakan rencana kerja; 7. Hal-hal lain yang diperlukan untuk mendukung pertumbuhan usaha perasuransian secara sehat. Dalam hal terdapat kepemilikan pihak asing, maka untuk memperoleh izin usaha wajib dipenuhi persyaratan tersebut di atas serta ketentuan mengenai batas kepemilikan dan kepengurusan pihak asing. Mengenai pembinaan dan pengawasan kegiatan usaha perasuransian dilakukan oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia Kemenkeu. Ketentuan lebih lanjut mengenai kepemilikan perusahaan perasuransian diatur dengan Peraturan Pemerintah No.73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usah Perasuransian kemudian dirubah melalui Peraturan Pemerintah No.39 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No.73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian, kemudian diubah melalui PP No.81 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Peraturan Pemerintah No.73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian selanjutnya disingkat PP Penyelenggaraan Usaha Perasuransian. Pasal 2 PP Penyelenggaraan Usaha Perasuransian menenutkan bahwa perusahaan asuransi yang mendapat izin usaha dari Menteri Keuangan. Pasal 10 PP Penyelenggaraan Usaha Perasuransian menenutkan bahwa izin usaha perusahaan perasuransian dapat dicabut apabila, dalam jangka waktu 3 tiga bulan terhitung Universitas Sumatera Utara sejak tanggal izin usaha ditetapkan, Perusahaan Perasuransian yang bersangkutan tidak menjalankan kegiatannya. Pasal 3 PP Penyelenggaraan Usaha Perasuransian, menentukan bahwa perasuransian dalam melaksanakan kegiatan usahanya harus memenuhi ketentuan dalam anggaran dasar dinyatakan bahwa maksud dan tujuan pendirian perusahaan hanya untuk menjalankan satu jenis usaha perasuransian. Permodalan sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. Susunan organisasi perusahaan paling sedikit meliputi fungsi: 1. Bagi Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi, yaitu fungsi pengelolaan risiko, fungsi pengelolaan keuangan, dan fungsi pelayanan; 2. Bagi Perusahaan Pialang Asuransi dan Perusahaan Pialang Reasuransi, yaitu fungsi pengelolaan keuangan dan fungsi pelayanan; 3. Bagi Perusahaan Agen Asuransi, Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi, dan Perusahaan Konsultan Aktuaria, yaitu fungsi teknis sesuai dengan bidang jasa yang diselenggarakannya. Perasuransian dalam melaksanakan kegiatan usahanya harus mempekerjakan tenaga ahli sesuai dengan bidang usahanya dalam jumlah yang cukup untuk mengelola kegiatan usahanya. Untuk perusahaan asuransi, memiliki komisaris independen yang: 1. Tugas pokoknya adalah untuk menyuarakan kepentingan pemegang polis; 2. Bukan merupakan afiliasi dari pemegang saham, direksi, atau komisaris; dan 3. Menjabat sebagai komisaris independen paling banyak pada 2 dua perusahaan asuransi. Sedangkan untuk perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi yang menyelenggarakan seluruh atau sebagian usahanya berdasarkan prinsip syariah, memiliki dewan pengawas syariah. Melaksanakan pengelolaan perusahaan perasuransian berdasarkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik. Universitas Sumatera Utara Ketentuan dalam Pasal 3 PP No.39 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua PP Penyelenggaraan Usaha Perasuransian, mempersyaratkan adanya komisaris independen, sebelumnya dalam Pasal 3 PP No.73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usah Perasuransian syarat komisaris independen tidak disyaratkan. Tujuan mempersyaratkan adanya komisaris independen pada perusahaan asuransi sebagai perlindungan terhadap pihak tertanggung. Perlindungan kepada pihak tertanggung dimaksud karena tugas komisaris independen ini adalah untuk menyuarakan kepentingan pemegang polis asuransi yang dalam hal ini yaitu tertanggung, tidak terafiliasi dengan pemegang saham, direksi, atau komisaris dan hanya dapat menjabat paling banyak pada 2 dua perusahaan asuransi. 79 1. Atas permintaan likuidator dalam hal perusahaan dilikuidasi; atau Perlindungan atas kepentingan pemegang polis asuransi juga dipersyaratkan bagi perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi harus memiliki 20 dua puluh per seratus dari modal disetor yang dipersyaratkan, dalam bentuk deposito berjangka dengan perpanjangan otomatis pada bank umum di Indonesia yang bukan afisial dari perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi yang bersangkutan. Ditentukan dalam Pasal 7 ayat 5 PP No.73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usah Perasuransian, deposito tersebut dapat dicairkan atas persetujuan Kemenkeu berdasarkan: 2. Atas permintaan perusahaan yang bersangkutan dalam hal izin usahanya dicabut atas permintaan perusahaan yang bersangkutan dengan ketentuan kewajibannya telah diselesaikan. 79 Ibid., hal. 147. Universitas Sumatera Utara Ketentuan di atas hanya disyaratkan atas persetujuan atas permintaan likuidator dan atas permintaan perusahaan sendiri yang bersangkutan. Tetapi dalam Pasal 7 ayat 5 PP No.39 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua PP Penyelenggaraan Usaha Perasuransian, mempersyaratkan bahwa dana jaminan tersebut dapat dicairkan atau dijual hanya atas persetujuan Kemenkeu atau pejabat yang mendapat pendelegasian untuk itu berdasarkan permintaan: 1. Likuidator dalam hal perusahaan dilikuidasi; 2. Perusahaan yang bersangkutan dalam hal izin usahanya dicabut atas permintaan perusahaan yang bersangkutan dengan ketentuan kewajibannya telah diselesaikan; 3. Perusahaan yang bersangkutan dalam hal jumlah dana jaminan yang dimiliki perusahaan yang bersangkutan telah melebihi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 3; atau 4. Perusahaan yang bersangkutan dalam hal akan melakukan pemindahan atau penggantian dana jaminan, setelah terlebih dahulu menempatkan dana jaminan dalam jumlah yang sekurang-kurangnya sama dengan jumlah dana jaminan yang akan dipindahkan atau diganti. Persyaratan atas perusahaan yang bersangkutan dengan ketentuan kewajibannya telah diselesaikan. Perusahaan yang bersangkutan dalam hal jumlah dana jaminan yang dimiliki perusahaan yang bersangkutan telah melebihi ketentuan bahwa jaminan sekurang-kurangnya 20 dua puluh persen dari modal disetor minimum yang dipersyaratkan dalam bentuk deposito berjangka danatau surat utang atau surat berharga lain yang diterbitkan oleh Pemerintah. Dana jaminan yang dapat dicairkan adalah deposito berjangka, sedangkan dana jaminan yang dapat dijual adalah surat utang atau surat berharga lain yang diterbitkan oleh Pemerintah. Persyaratan atas perusahaan yang bersangkutan dengan ketentuan bahwa perusahaan yang bersangkutan dalam hal akan melakukan pemindahan atau penggantian dana jaminan, setelah terlebih dahulu menempatkan dana jaminan dalam Universitas Sumatera Utara jumlah yang sekurang-kurangnya sama dengan jumlah dana jaminan yang akan dipindahkan atau diganti. Persyaratan untuk mempailitkan atau mencabut izin perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi sebagaimana ditentukan dalam Pasal 20 ayat 1 UU Usaha Perasuransian, mempersyaratkan bahwa pencabutan izin usaha perusahaan yang bersangkutan oleh Kemenkeu harus berdasarkan kepentingan umum. Syarat karena pertimbangan kepentingan umum atau kepentingan para kreditor dapat memintakan kepada Pengadilan agar perusahaan yang bersangkutan dinyatakan pailit. Pasal 6G ayat 4 PP Penyelenggaraan Usah Perasuransian menentukan bahwa Menteri Keuangan mencabut izin usaha Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Perusahaan Pialang Asuransi, dan Perusahaan Pialang Reasuransi yang tidak menyampaikan rencana kerja dan belum memenuhi ketentuan permodalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6B, Pasal 6C, dan Pasal 6E harus menyampaikan rencana kerja untuk memenuhi ketentuan pentahapan permodalan paling lambat tanggal 30 September tahun berjalan. Pencabutan izin usaha Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Perusahaan Pialang Asuransi, dan Perusahaan Pialang Reasuransi dilakukan Menetri Keuangan dengan tetap memperhatikan tahapan pengenaan sanksi. Universitas Sumatera Utara

BAB III KEPAILITAN PERUSAHAAN ASURANSI MENURUT UU NO.37 TAHUN