Faktor-Faktor Penyebab Pencabutan Izin Usaha Perusahaan Asuransi

BAB IV LEGAL STANDING PERUSAHAAN ASURANSI YANG DICABUT IZIN

USAHANYA DALAM MENJALANKAN PERMOHONAN PAILIT BERDASARKAN PUTUSAN MARI NOMOR 338KPDT.SUS2010

A. Faktor-Faktor Penyebab Pencabutan Izin Usaha Perusahaan Asuransi

PT. Asuransi Prima Indonesia telah mendapatkan izin usaha berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor Kep- 257KM.131991 tertanggal 31 Agustus 1991 tentang Pemberian Izin Usaha Dalam Bidang Asuransi Kerugian Kepada PT. Wataka General Insurance, sebagai nama awal ketika pertama kali berdiri, hingga diubah namanya menjadi PT. Asuransi Prima Indonesia. Pada tahun 2006 PT. Asuransi Prima Indonesia mengalami kesulitan untuk memenuhi standar kecukupan modal sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 424KMK.062003 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135PMK.052005 tanggal 27 Desember 2005 tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 424KMK.062003 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Reasuransi. Pembatasan kegiatan usaha sesuai yang ditentukan dalam Pasal 17 ayat 1 UU Usaha Perasuransian dalam hal terdapat pelanggaran terhadap ketentuan dalam UU Usaha Perasuransian atau peraturan pelaksanaannya, Menteri dapat melakukan tindakan berupa pemberian peringatan, pembatasan kegiatan usaha, atau pencabutan izin usaha secara bertahap. Sebelum pencabutan izin usaha, Menteri memerintahkan Universitas Sumatera Utara perusahaan yang bersangkutan untuk menyusun rencana dalam rangka mengatasi penyebab dari pembatasan kegiatan usahanya. 1. Tidak Menjalankan Kegiatan Usaha Karena Masalah Perimbangan Kekayaan Dengan Kewajiban Menteri telah memberikan peringatan dan pembatasan kegiatan usaha PT. Asuransi Prima Indonesia sebelum dilakukan pencabutan izin usaha. Jika dalam waktu 3 tiga bulan terhitung tanggal surat tersebut pihak PT. Asuransi Prima Indonesia tidak juga memenuhi ketentuan Pasal 32 ayat 1 Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 424KMK.062003 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135PMK.052005 tanggal 27 Desember 2005 tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 424KMK.062003 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Reasuransi, maka izin usaha PT. Asuransi Prima Indonesia akan dicabut. Pasal 10 PP No.73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usah Perasuransian kemudian dirubah melalui PP No.39 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua PP Penyelenggaraan Usaha Perasuransian, kemudian dirubah melalui PP No.81 Tahun 2008 tentang Perubahan Ketiga PP Peneyelenggaraan Usaha Perasuransian selanjutnya disebut PP Penyelenggaraan Usaha Perasuransian, menentukan: “Izin usaha Perusahaan Perasuransian dapat dicabut apabila, dalam jangka waktu 3 tiga bulan terhitung sejak tanggal izin usaha ditetapkan, Perusahaan Perasuransian yang bersangkutan tidak menjalankan kegiatannya”. Ternyata ketentuan Pasal 32 ayat 1 Kepmen tersebut di atas juga tidak dapat terpenuhi oleh PT. Asuransi Prima Indonesia. Ketentuan tersebut tidak dapat dipenuhi oleh PT. Asuransi Prisma Indonesia untuk memperbaiki keadaannya setelah Universitas Sumatera Utara lewat dari jangka waktu 3 tiga bulan hingga pada akhinya izin usaha Pemohon dicabut oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor: Kep-081KM.102008 tertanggal 13 Mei 2008 dan terhitung sejak tanggal ini PT. Asuransi Prisma Indonesia dilarang untuk melakukan kegiatan usaha di bidang asuransi kerugian. Ketentuan Pasal 32 ayat 1 Kepmen tersebut di atas, menentukan, “Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi harus memiliki kekayaan dalam bentuk investasi yang telah memenuhi ketentuan mengenai jenis, penilaian, dan pembatasan kekayaan yang diperkenankan, paling sedikit sebesar jumlah cadangan teknis dan kewajiban pembayaran klaim retensi sendiri”. Inilah sebagai faktor penyebab PT. Asuransi Prima Indonesia dicabut izin usahanya. Ketentuan Pasal 32 ayat 1 Kepmen di atas terkait masalah perimbangan kekayaan dengan kewajiban. Kewajiban pembayaran klaim retensi sendiri merupakan kewajiban pembayaran atas klaim yang telah disepakati tetapi belum dibayar dikurangi dengan beban klaim yang menjadi bagian dari penanggung ulang. Perusahaan asuransi yang menghadapi ketidaksesuaian mismatch antara kekayaan dan kewajiban dalam setiap jenis mata uang asing, dan atau ketidaksesuaian mismatch antara tingkat bunga kewajiban dan tingkat bunga hasil investasi tingkat bunga umum, dapat melakukan transaksi turunan derivative semata-mata hanya untuk keperluan lindung nilai hedging. Transaksi turunannya hanya dapat dilakukan apabila memenuhi ketentuan sebagai berikut: 109 a. Terdapat kewajiban pembayaran di masa depan yang perlu dilindungi; 109 Pasal 33 Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 424KMK.062003 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135PMK.052005 tanggal 27 Desember 2005 tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 424KMK.062003 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Reasuransi. Universitas Sumatera Utara b. Setelah terlebih dahulu memberitahukan rencana transaksi tersebut kepada direktur jenderal lembaga keuangan. c. Pada bank yang memenuhi tingkat kesehatan keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan yang berlaku di bidang perbankan. d. Dalam hal dilakukan baling hapus offset antara perubahan nilai kewajiban yang dilindungi dan perubahan nilai wajar transaksi turunan yang digunakan untuk melindungi kewajiban dimaksud, maka tidak boleh dirancang untuk menimbulkan adanya perkiraan keuntungan atau kerugian. Pemberitahuan rencana transaksi kepada Kemenkeu direktur jenderal lembaga keuangan harus paling sedikit mencakup: 110 a. Kondisi ketidaksesuaian yang dihadapi. b. Daftar riwayat hidup tenaga pengelola yang telah berpengalaman di bidang pengelolaan risiko investasi. c. Pertimbangan dalam setiap langkah pengambilan posisi dan nilai kerugian poterisial dari setiap langkah tersebut. d. Strategi yang diambil dalam mengelola risiko akibat ketidaksesuaian keuangan yang dihadapi. Perusahaan asuransi hanya dapat memiliki Premi Neto paling banyak 300 tiga ratus per seratus dari Modal Sendiri periode berjalan. Perusahaan asuransi setiap tahun harus menyesuaikan jumlah Deposito Jaminan sehingga jumlah Deposito Jaminan yang dimiliki memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat 1 dan ayat 4 PP No.73 tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian sebagaimana telah diubah dengan PP No.63 tahun 1999, dengan ketentuan jumlah Deposito Jaminan minimum yang harus dimiliki adalah: 111 2. Perusahaan Asuransi Tidak Menjalankan Kegiatan Usahanya Pada Kantor Cabang 110 Ibid., Pasal 33 ayat 3 Kepmen. 111 Ibid., Pasal 36 Kepmen. a. Bagi Perusahaan Asuransi Jiwa, paling sedikit memiliki jumlah Deposito Jaminan sebesar 20 dua puluh per seratus dari modal setor minimum yang dipersyaratkan ditambah dengan 5 lima per seratus dari cadangan premi, termasuk cadangan atas premi yang belum merupakan pendapatan. b. Bagi Perusahaan Asuransi Kerugian dan Perusahaan Reasuransi, paling sedikit memiliki jumlah Deposito Jaminan sebesar 20 dua puluh per seratus dari modal setor minimum yang dipersyaratkan ditambah dengan 1 satu per seratus dari Premi Neto. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan Pasal 30 PP No.73 tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian sebagaimana telah diubah dengan PP No.63 tahun 1999, menentukan bahwa izin pembukaan kantor cabang dapat dicabut, jika dalam jangka waktu 2 dua bulan terhitung sejak tanggal izin pembukaan kantor cabang ditetapkan, kantor cabang yang bersangkutan tidak menjalankan kegiatan usahanya dan harus memenuhi tingkat solvabilitas.

B. Syarat-Syarat Mengajukan Permohonan Pailit Perusahaan Asuransi