Posisi Kasus Legal Standing Perusahaan Asuransi Yang Dicabut Izin Usahanya Dalam Mengajukan Permohonan Pailit

38. Debitor pailit, direktur, komisaris perusahaan pailit, tidak boleh menjadi direktur atau komisaris di perusahaan lain. 39. Hak-hak tertentu dari debitor pailit tetap berlaku. 40. Seluruh harta kekayaan debitor pailit akan diurus atau dibereskan oleh kurator. Berdasarkan akibat-akibat hukum tersebut di atas, pemberlakuan UUK dan PKPU cenderung berupaya mengurangi tindakan-tindakan debitor agar tidak berlanjut. Namun kendatipun demikian, bukan berarti semua hak debitor tanpa terkecuai akan dikenakan kepailitan. Sunarmi, mengatakan, kepailitan hanya menyangkut kekayaan debitor pailit dan bukan hak pribadi debitor. 118

D. Legal Standing Perusahaan Asuransi Yang Dicabut Izin Usahanya Dalam Mengajukan Permohonan Pailit

Hal ini berarti debitor masih memiliki hak-hak tertentu untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang berkaitan dengan kedudukannya sebagai suami terhadap anak-anaknya, hubungan pribadi antara debitor pailit dengan keluarga dan masyarakat sekitarnya, dan lain- lain. Sebagai kajian dalam penerapan UU Usaha Perasuransian dan UUK dan PKPU mengenai perusahaan asuransi yang dicabut izin usahnya disertai dengan pengajuan permohonan pernyataan pailit, dianalisis pada Putusan MA Nomor 338KPDT.Sus2010 dengan Pemohon Pailit atas nama PT. Asuransi Prisma Indonesia.

4. Posisi Kasus

118 Sunarmi, Op. cit., hal. 86. Universitas Sumatera Utara PT. Asuransi Prisma Indonesia dalam perkara ini bertindak sebagai debitor debitor pailit. Bahwa sebelumnya perusahaan ini didirikan dengan nama PT. Wataka General Insurance 119 Selanjutnya, PT. Wataka General Insurance berubah nama menjadi PT. Asuransi Prisma Indonesia , dan telah mendapatkan izin usaha berdasarkan SK Menteri Keuangan No.Kep-257KM.131991 rtanggal 31 Agustus 1991 tentang Pemberian Izin Usaha Dalam Bidang Asuransi Kerugian Kepada PT. Wataka General Insurance. 120 . Maksud dan tujuan PT. Wataka General Insurance adalah melakukan usaha asuransi kerugian dan reasuransi kerugian. 121 PT. Asuransi Prisma Indonesia tidak mampu memenuhi ketentuan sebagaimana ditetapkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. Hingga diubahnya nama perusahaan ini menjadi PT. Asuransi Prisma Indonesia tetap mamiliki maksud dan tujuan yang sama yaitu melakukan kegiatan usaha asuransi kerugian dan reasuransi kerugian. PT. Asuransi Prisma Indonesia pada tahun 2006 mengalami kesulitan untuk memenuhi standar kecukupan modal sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.424KMK.062003 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 135PMK.052005 tanggal 27 Desember 2005 Tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Keuangan No. 424KMK.062003 Tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Reasuransi. 119 Berdasarkan Akta Perseroan Terbatas No.5 tanggal 1 Maret 1991 dibuat dihadapan Abdul Latief Notaris di Jakarta. 120 Berdasarkan Akta Pernyataan Keputusan Rapat No.24 tanggal 9 April 2001 dibuat dihadapan H. Rizul Sudarmadi, SH, Notaris di Jakarta. 121 Berdasarkan Akta Perseroan Terbatas No.5 tanggal 1 Maret 1991 dibuat dihadapan Abdul Latief, Notaris di Jakarta. Universitas Sumatera Utara 424KMK.062003 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 135PMK.052005 tanggal 27 Desember 2005 tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Keuangan No.424KMK.062003 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Reasuransi. Sehingga Menteri Keuangan memberikan sanksi kepada PT. Asuransi Prisma Indonesia melalui: a. Surat Nomor S-644MK.122006 tertanggal 5 Desember 2006, perihal sanksi Peringatan Pertama. b. Surat Nomor S-841MK.102007 tertanggal 16 Juli 2007, perihal sanksi Peringatan Kedua. c. Surat Nomor S-840MK.102007 tertanggal 16 Juli 2007, perihal sanksi Peringatan Ketiga. Dengan dikeluarkannya ketiga sanksi peringatan tersebut, maka upaya yang dilakukan PT. Asuransi Prisma Indonesia adalah berusaha semaksimal mungkin mencari solusi dan satu diantaranya adalah mencari investor baru untuk, namun upaya yang dilakukan mengalami kegagalan. Setelah ketiga surat peringatan tersebut, Menteri Keuangan mengeluarkan Surat Nomor: S-1199MK.102007 tertanggal 26 September 2007 tentang Sanksi Pembatasan Kegiatan Usaha. Kepada PT. Asuransi Prisma Indonesia diberikan sanksi pembatasan kegiatan usaha dan dilarang melakukan penutupan pertanggungan baru. Pembatasan kegiatan usaha sesuai yang tentukan dalam Pasal 17 ayat 1 UU Usaha Perasuransian dilakukan sebelum pencabutan izin usaha. Jika dalam waktu 3 tiga bulan terhitung tanggal surat tersebut Pemohon tidak juga memenuhi ketentuan Pasal 32 ayat 1 Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Universitas Sumatera Utara No.424KMK.062003 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan No.135PMK.052005 tanggal 27 Desember 2005 tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Keuangan No.424KMK.062003 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Reasuransi, maka izin usaha Pemohon akan dicabut. Ketentuan tersebut tidak dapat dipenuhi oleh PT. Asuransi Prisma Indonesia untuk memperbaiki keadaannya setelah lewat dari jangka waktu 3 tiga bulan hingga pada akhinya izin usaha Pemohon dicabut oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor: Kep- 081KM.102008 tertanggal 13 Mei 2008 dan terhitung sejak tanggal ini PT. Asuransi Prisma Indonesia dilarang untuk melakukan kegiatan usaha di bidang asuransi kerugian. Setelah izin usahanya dicabut oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia, maka pihak PT. Asuransi Prisma Indonesia secara sukarela melakukan pembubaran diri likuidasi diputuskan dalam Rapat Umum Pemegang Saham tanggal 17 Juni 2008 dan kemudian dinyatakan dalam Akta Pernyataan Keputusan Rapat PT. Asuransi Prisma Indonesia No.1 tertanggal 11 Juli 2008 isinya menentukan bahwa PT. Asuransi Prisma Indonesia berada dalam proses Iikuidasi. Likuidasi yang lakukan PT. Asuransi Prisma Indonesia debitor sendiri telah diumumkan dalam surat kabar Harian Suara Pembaharuan pada tanggal 12 Juli 2008 yang diinformasikan bahwa para kreditor PT. Asuransi Prisma Indonesia memiliki waktu untuk mengajukan tagihan selama 60 enam puluh hari terhitung sejak tanggal 12 Juli 2008. Berdasarkan hasil perhitungan ternyata hutang yang dimiliki PT. Asuransi Prisma Indonesia lebih besar daripada aset kekayaan. Berdasarkan estimasi harta Universitas Sumatera Utara dan kewajiban per tanggal 4 Desember 2009 total hutang kewajiban PT. Asuransi Prisma Indonesia adalah sebesar Rp.11.566.335.013,- sebelas milyar lima ratus enam puluh enam juta tiga ratus tiga puluh lima ribu tiga belas rupiah, sementara aset Pemohon diperkirakan senilai Rp.1.641.819.209,- satu milyar enam ratus empat puluh satu juta delapan ratus sembiIan belas ribu dua ratus sembilan rupiah. Selain kondisi kewajiban utang tersebut, PT. Asuransi Prisma Indonesia pada saat permohonan pailit diajukan sedang menghadapi sengketa perdata di pengadilan dengan pihak-pihak: a. Punj Lloyd Indonesia, Perkara Nomor: 290Pdt.G2007PN.JKT.PST di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. b. Wisnu Soehardono, Perkara Nomor: 966Pdt.G2008PN.JKT.SEL di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. c. Frederick Rachmat, Perkara Nomor: 284Pdt.G2007PN.JKT.UT di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Alasan PT. Asuransi Prisma Indonesia mengajukan pailit juga didasarkan pada Pasal 149 ayat 2 UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas UUPT menentukan bahwa dalam hal likuidator memperkirakan bahwa utang Perseroan lebih besar daripada kekayaan perseroan, likuidator wajib mengajukan permohonan pailit perseroan, kecuali peraturan perundang-undangan menentukan lain, dan semua kreditor yang diketahui identitas dan alamatnya, menyetujui pemberesan dilakukan diluar kepailitan. Selain itu, dikarenakan izin usaha PT. Asuransi Prisma Indonesia sudah dicabut oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia maka menurut pihak PT. Asuransi Prisma Indonesia, Menteri Keuangan tidak berhak mengajukan Universitas Sumatera Utara permohonan pailit atas PT. Asuransi Prisma Indonesia. Selanjutnya dikarenakan jumlah utang Pemohon diperkirakan lebih besar dari kekayaan, maka pihak PT. Asuransi Prisma Indonesia lah yang wajib mengajukan permohonan pailit sesuai ketentuan Pasal 149 ayat 2 UUPT. Mahkamah Agung dalam putusan ini berpendapat bahwa kewenangan untuk mengajukan permohonan pailit untuk perusahaan asuransi sepenuhnya ada pada Menteri Keuangan hal ini didasarkan pada ketentuan Pasal 2 ayat 5 UU KPKPU. Ketentuan ini diperlukan untuk membangun tingkat kepercayaan masyarakat terhadap perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi sebagai lembaga pengelola risiko dan sekaligus sebagai lembaga pengelola dana masyarakat yang memiliki kedudukan strategis dalam pembangunan dan kehidupan perekonomian. 122 Semua hutang PT. Asuransi Prisma Indonesia tersebut telah jatuh tempo dan telah ditagihkan oleh para kreditor. Oleh karena alasan-alasan tersebut di atas, maka PT. Asuransi Prisma Indonesia memiliki hutang kepada para kreditor yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih. Para kreditornya yaitu: PT. Dekai Indonesia, IBS RE Jakarta, IBS RE Singapore, Pana Harrison, PT. Parolamas, PT. Reasuransi Internasional Indonesia, Trinity RE, PT. Tugu Re, PT. Nasre, Korean Reins Company, Tugu Insurance Company, PT. Indoturbine, PT. Bukit Makmur Makna Mandiri, PT. Radita, dan PT. Manunggal Bhakti Suci, total hutang sebesar Rp.11.566.335.013,- sebelas milyar lima ratus enam puluh enam juta tiga ratus tiga puluh lima ribu tiga belas rupiah, sementara aset Pemohon diperkirakan senilai Rp.1.641.819.209,- satu milyar enam ratus empat puluh satu juta delapan ratus sembiIan belas ribu dua ratus sembilan rupiah. 122 Sunarmi, Op. cit., hal. 51. Universitas Sumatera Utara sesungguhnya PT. Asuransi Prisma Indonesia telah memenuhi persyaratan untuk dinyatakan pailit sebagaimana ditentukan Pasal 2 ayat 1 UUK dan PKPU yang menentukan bahwa debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu hutang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit melalui putusan pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya.

5. Pertimbangan Hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat