Asas-Asas dan Prinsip-Prinsip Hukum Kepailitan

BAB III KEPAILITAN PERUSAHAAN ASURANSI MENURUT UU NO.37 TAHUN

2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG

D. Asas-Asas dan Prinsip-Prinsip Hukum Kepailitan

1. Asas-Asas Hukum Kepailitan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang UUK dan PKPU memuat asas-asas hukum yang dapat diterima secara global. Asas-asas tersebut harus sejalan tujuan hukum kepailitan. Asas-asas yang terkandung di dalam UUK dan PKPU antara lain: asas keseimbangan, asas kelangsungan usaha, asas keadilan, dan asas integrasi. Kesimbangan berasal kata dasar ”seimbang” evenwicht yang menunjukkan pada suatu pengertian ”keadaan pembagian beban pada kedua sisi berada dalam keadaan stabil”. Keseimbangan dipahami sebagai ”keadaan hening atau keselarasan karena dari berbagai gaya yang bekerja tidak satu pun mendominasi yang lainnya, atau karena tidak satu elemen pun dapat menguasai elemen lainnya. Keseimbangan sebagai asas merupakan gagasan dari hukum adat yang mengedepankan suatu kesetaraan kedudukan antara idividu dengan kemunitas dalam kehidupan bersama. 80 Potensi kemampuan manusia secara sadar terwujud dalam perbuatannya suatu tindakan yang akibatnya betul dikehendaki kemunculannya ataupun terarah pada diupayakannya suatu perbaikan kondisi kehidupan. Hal ini berarti bahwa kata “keseimbangan”, pada satu sisi, dibatasi oleh kehendak yang dimunculkan oleh pertimbangan atau keadaan yang menguntungkan, dan pada sisi lain, oleh keyakinan akan kemampuan untuk mengejawantahkan hasil atau akibat yang dikehendaki. Dalam batasan kedua sisi ini tercapailah keseimbangan yang dapat yang dimaknai positif. Melalui suatu perjanjian, seseorang secara kejiwaan psyche menempatkan dirinya dalam suatu situasi dengan keyakinan bahwa “sebagai akibat dari kondisi 80 Herlien Budiono, Op. cit, hal. 304-305. Universitas Sumatera Utara yang menguntungkan” secara nalar akan dapat diupayakan akibat yang memang dikehendaki. 81 a. Lamanya jangka waktu penangguhan yang sudah berlangsung; UUK dan PKPU mengatur beberapa ketentuan yang merupakan perwujudan dari asas keseimbangan, yaitu di satu pihak terdapat ketentuan yang dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata dan lembaga kepailitan oleh debitor yang tidak jujur, sedangkan di lain pihak, terdapat ketentuan yang dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata dan lembaga kepailitan oleh kreditor yang tidak beritikad baik. Asas kelangsungan usaha dalam UUK dan PKPU terkandung dari ketentuan yang memungkinkan bagi perusahaan debitor yang prospektif tetap dilangsungkan. Seperti yang terkandung dalam Pasal 57 ayat 6 UUK dan PKPU bahwa dalam memutuskan permohonan para kreditor atau pihak ketiga yang haknya ditangguhkan dapat mengajukan permohonan kepada kurator untuk mengangkat penangguhan atau mengubah syarat penangguhan tersebut, maka hakim pengawas harus mempertimbangkan: b. Perlindungan kepentingan kreditor dan pihak ketiga dimaksud; c. Kemungkinan terjadinya perdamaian; d. Dampak penangguhan tersebut atas kelangsungan usaha dan manajemen usaha debitor serta pemberesan harta pailit. Asas kelangsungan usaha tetap menjadi satu di antara pertimbangan bagi hakim pengawas dalam melaksanakan penangguhan kepailitan bagi perusahaan debitor khususnya debitor yang prospektif atau debitor yang menyangkut pelayanan 81 Ibid., hal. 304. Universitas Sumatera Utara penting dan strategis dalam pembangunan ekonomi tetap dilangsungkan. Upaya penangguhan dimungkinkan atas karena permohonan debitor sendiri. Asas keadilan dalam UUK dan PKPU mengandung pengertian, bahwa ketentuan mengenai kepailitan dapat memenuhi rasa keadilan bagi para pihak yang berkepentingan. Asas keadilan ini untuk mencegah terjadinya kesewenangwenangan pihak penagih yang mengusahakan pembayaran atas tagihan masing-masing terhadap debitor, dengan tidak mempedulikan kreditor lainnya. Asas keadilan bertujuan untuk mencari makna asas proporsionalitas. Keadilan dapat terwujud apabila sesuatu yang diberikan kepada seseorang sebanding dengan yang seharusnya ia terima praeter proportionem dignitas ipsius. Sebanding berarti tidak ada perseteruhan di antara para pihak dan masing-masing menerima keputusan tanpa permusuhan para pihak. 82 2. Prinsip-Prinsip Hukum Kepailitan Asas integrasi dalam UUK dan PKPU mengandung pengertian bahwa sistem hukum formil dan hukum materilnya merupakan satu kesatuan yang utuh dari sistem hukum perdata dan hukum acara perdata nasional. Prosedur beracara dalam hukum kepailitan harus sejalan dengan ketentuan yang diatur dalam UUK dan PKPU, dan tidak saling tumpang tindih pengaturan. Selanjutnya terkait dengan prinsip-prinsip dalam hukum kepailitan, dikenal beberapa prinsip antara lain: prinsip paritas creditorium, pari passu prorata parte, structured creditors, prinsip utang, debt collection, debt polling, debt forgivenes, 82 Agus Yudha Hernoko, “Azas Proporsionalitas Sebagai Jalan Keluar Terhadap Diskursus Keseimbangan Versus Keadilan Dalam Kontrak”, Artikel Media Online Gagasan Hukum, Edisi Kamis Tanggal 8 Juli 2010, hal. 4. Universitas Sumatera Utara prinsip universal dan prinsip teritorial. Prinsip-prinsip hukum diperlukan sebagai dasar dalam pembentukan aturan hukum khususnya hukum kepailitan. Prinsip paritas creditorium diartikan sebagai kesetaraan kedudukan para kreditor dalam menentukan bahwa para kreditor memiliki hak yang sama terhadap semua harta benda debitor. Konsekuensi prinsip ini adalah jika debitor tidak dapat membayar utangnya, maka harta kekayaan debitor menjadi sasaran semua kreditor. 83 Prinsip pari passu prorata pare diartikan bahwa harta kekayaan debitor merupakan jaminan bersama para kreditor dan hasilnya harus dibagikan secara proporsional di antara para kreditor, kecuali jika antara para kreditor tersebut ada yang dikecualikan undang-undang harus didahulukan dalam memberikan pembayaran tagihannya. 84 Prinsip structured creditors atau prinsip structured prorata yang diartikan sebagai prinsip yang mengklasifikasikan atau mengelompokkan berbagai macam kreditor sesuai dengan kelasnya masing-masing antara lain kreditor separatis, preferen, dan kongkruen. 85 Kreditor adalah orang yang memiliki piutang. Kreditor separatis adalah kreditor yang memiliki jaminan kebendaan yang memberikan wewenang kepada kreditor untuk menjual secara lelang kebendaan yang dijaminkan kepadanya untuk memperoleh pelunasan. 86 Sedangkan kreditor preferen adalah kreditor yang berkedudukan istimewa privilege atau kreditor yang hak-haknya didahulukan daripada kreditor lainnya 83 Mahadi, Op. cit., hal. 135. 84 Ibid. 85 M. Hadi Shubhan, Op. cit, hal. 31-32. 86 Lilik Mulyadi, Perkara Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang PKPU Teori dan Praktik, Dilengkapi Dengan Putusan Pengadilan Niaga, Bandung: Alumni, 2010, hal. 95. Universitas Sumatera Utara Pasal 1139 dan Pasal 1149 KUH Perdata. 87 Kreditor kongkruen adalah kreditor yang biasa yang tidak dijamin dengan gadai, jaminan fidusia, hipotik, dan hak tanggungan dan pembayarannya dilakukan secara berimbang. Kreditor inilah yang umum melaksanakan prinsip pari passu prorata parte, pelunasan secara bersama- sama tanpa hak yang didahulukan, dihitung besarnya piutang masing-masing terhadap piutang secara keseluruhan dari seluruh kekayaan debitor. 88 Prinsip utang sebagai dasar utama untuk mempailitkan debitor. Utang sangat menentukan dalam perkara kepailitan. Tanpa ada utang tidak mungkin muncul perkara kepailitan. Utang merupakan kewajiban dalam hukum perdata, dan setiap kewajiban itu harus diberikan hak bagi orang lain dalam rangka melaksanakan kewajiban. Jika kewajiban tersebut tidak dilaksanakan, maka pihak lain dapat menuntut seseorang atas haknya secara perdata. 89 Prinsip debt collection, dimaknai sebagai konsep pembalasan dari kreditor terhadap debitor pailit dengan menagih kalimnya terhadap debitor atau harta debitor. Pada zaman dahulu prinsip ini dimanifestasikan dalam perbudakan, pemotongan sebahagian tubuh debitor mutilastion dan bahkan mencincang tubuh debitor dismemberment. Tetapi tidak demikian halnya penerapannya dalam hukum kepailitan. Dalam hukum kepailitan diterapkan prinsip debt collection ini bertujuan untuk melikuidasi aset debitor pailit. 90 Dengan menerapkan prinsip debt collection ini kepailitan dapat digunakan sebagai mekanisme pemaksaan debitor secara yuridis mau membayar utangnya kepada para kreditornya dengan cara melikuidasi seluruh asetnya sampai sejauh 87 Ibid., hal. 96. 88 Ibid., hal. 98. 89 M. Hadi Shubhan, Op. cit., hal. 34-35. 90 Ibid., hal. 36. Universitas Sumatera Utara kemampuan aset debitor bisa melunasi utang-utangnya kepada para kreditor. Prinsip ini juga memiliki konsekuensi kepada debitor agar berhati-hati melaksankan pengurusan usahanya dan manajemen usaha agar tidak sampai bangkrut. 91 Selanjutnya prinsip debt polling merupakan prinsip yang dimaknai sebagai prinsip yang mengatur bagaimana harta kekayaan pailit tersebut harus dibagi-bagi di antara para kreditornya. Prinsip ini menghendaki pendistribusian aset debitor pailit kepada para kreditor. Pendustribusian aset tersebut dilakukan melalui kurator untuk mengurusi dan kurator tersebut berpedoman teguh kepada prinsp paritas creditorium dan prinsip pari passu prorata parte serta prinsip structured creditors pembagian berdasarkan jenis masing-masing kreditor. 92 Prinsip debt forgivenes, mengandung arti bahwa kepailitan tidak identik hanya sebagai pranata penistaan terhadap debitor saja atau hanya sebagai sarana tekanan akan tetapi bisa pula dimaknai sebaliknya yakni merupakan pranata hukum yang dapat digunakan sebagai alat untuk memperingan beban yang harus ditanggung oleh debitor karena sebagai akibat kesulitan keuangannya tidak mampu membayar utang-utangnya. Prinsip ini bahkan dapat berujung pada pengampunan atas utang- utangnya jika ternyata setelah dilikuidasi seluruh aset debitor tidak mencukupi untuk melunaskan utang-utangnya kepada para kreditor, maka utang-utang debitor tersebut dapat menjadi hapus sama sekali. 93 Prinsip universal dalam hukum kepailitan mengandung makna bahwa putusan pailit dari suatu pengadilan di suatu negara berlaku terhadap semua harta debitor baik yang berada di dalam negeri di tempat putusan pailit diputuskan maupun terhadap 91 Emmy Yuhassarie, Undang-Undang Kepailitan dan Perkembangannya, Jakarta: Pusat Pengkajian Hukum, 2005, hal. 19. 92 M. Hadi Shubhan, Op. cit., hal. 41. 93 Ibid., hal. 43. Universitas Sumatera Utara harta debitor pailit yang berada di luar negeri. Prinsip ini menekankan aspek internasional hukum kepailitan yang dikenal dengan cross border insolvency. 94 Sedangkan prinsip teritorial dimaknai bahwa putusan pailit dari suatu putusan pengadilan negara tertentu, hanya berlaku pada negara tertentu tersebut. Putusan pailit pada suatu negara tertentu tidak diakui dan tidak dapat dieksekusi oleh pengaidlan negara lain. Prinsip ini dinilai sebahagian ahli sebagai penghalang hukum kepailitan khususnya pemikiran-pemikiran yang berusaha melindungi kepentingan para kreditor. Sebab, harta kekayaan debitor yang ada di negara lain tidak serta merta dapat dilikuidasi. 95

E. Syarat-Syarat dan Prosedur Permohonan Pailit