Sistem Sosial

D. Sistem Sosial

Baghdad merupakan pusat kota terbesar di Timur Tengah yang merupakan percampuran berbagai unsur kedaerahan dari segala lapisan dan penjuru sungai Tigris. Pada abad ke-19, luas kota ini 25 mil persegi, berpenduduk sekitar 300.000 sampai 500.000. Kota ini 10 x lebih luas bila dibandingkan Ctesiphon dan ia lebih besar daripada segala pemukiman lainnya (kota, kampung, dusun dan gabungan dusun-dusun kecil diwilayah Diyala. Bahkan Baghdad lebih besar dibandingkan dari kota-kota besar lainnya di Timur Tengah hingga Istambul di abad ke-19. Pada zaman itu Baghdad merupakan kota terbesar di dunia selain Cina.

Kebebasan Baghdad mer upakan prestasi tidak tertandingi yang menunjukkan pentingnya kota ini dalam pembentukkan imperium Abbasiyah, kemasyarakatan dan budaya. Sebagai ibu kota, Baghdad merupakan pusat ekonomi. Baghdad tumbuh menjadi kota besar bagi perdagangan internasional dan sangat produktif dengan sejumlah industri yang menghasilkan tekstil, sutra, kertas dan berbagai hasil industri lainnya. Namun yang paling penting dalam sejarah Timur Tengah adalah bahwa kota Baghdad bercorak kosmopolitan karena keberagaman Kebebasan Baghdad mer upakan prestasi tidak tertandingi yang menunjukkan pentingnya kota ini dalam pembentukkan imperium Abbasiyah, kemasyarakatan dan budaya. Sebagai ibu kota, Baghdad merupakan pusat ekonomi. Baghdad tumbuh menjadi kota besar bagi perdagangan internasional dan sangat produktif dengan sejumlah industri yang menghasilkan tekstil, sutra, kertas dan berbagai hasil industri lainnya. Namun yang paling penting dalam sejarah Timur Tengah adalah bahwa kota Baghdad bercorak kosmopolitan karena keberagaman

Pada saat ini Baghdad merupakan produk dari pergolakan, pergerakan penduduk, perubahan ekonomi dan peralihan dari beberapa abad sebelumnya. Baghdad menjadi negeri bagi masyarakat Timur Tengah baru, menjadi kota heterogen dan kosmopolitan yang terdiri dari kelompok Arab dan non Arab yang bernaung dalam satu negara yaitu negara Arab dan Agama Islam.

Semenjak berkuasa Diansti baru ini banyak mengalami problem yang telah menganggu seperti pembangunan institusi pemerintahan yang efektif dan memobilisasi dukungan dari kalangan Muslim Arab, muslim non Arab dan dari komunitas non muslim melalui pembayaran pajak. Untuk berkuasa di tengah sejumlah problem tersebut, Dinasti Abbasiyah menetapkan prinsip-prinsip kebijakan Umar II. Abbasiyah menghilangkan supremasi kasta Arab dan menerapkan prinsip universalitas di kalangan ummat muslim. Mereka meng- hilangkan anakronisme bangsa Arab dalam hal kemiliteran

Dinasti Abbasiyah dan secara ramah menjadikan seluruh pemeluk Islam sebagai

pendukung mereka. Rezim baru ini mengadakan kelonggaran rekruitmen dari sebuah sebuah spektrum yang luas dan bersifat perwakilan dari kalangan elite Timur Tengah dan mempromosikan mereka sampai pada jabatan-jabatan kemiliteran yang lebih ting gi dan sebagai pegawai pemerintah.

Supremasi kasta Arab kehilangan arti politiknya dan hanya dengan sebuah rezim koalisi, kesatuan antara elemen Arab dan non Arab, imperium ini dijalankan. Perkembangan Arab sebagai Lingua Franca, penyebaran Islam dan pengislaman sebagian penduduk, ekspansi aktivitas perdagangan yang amat pesat, pergolakan ekonomi dan demografi telah menjadikan masyarakar Abbasiyah terlepas dari kehidupan lama dimasa Dinasti Umayyah.

Mereka memegang sejumlah karir baru di berbagai kota , yang memungkinkan perluasan sebuah rekruitmen per- sonal dan dukungan politik terhadab dinasti baru ini, sehingga Dinasti ini bukan lagi dimiliki oleh prang Arab, sekalipun mereka telah menaklukkan beberapa teritorial, tetapi impe- rium ini telah dimiliki seluruh warga yang terlibat bersama dalam Islam dan dalam mengembangkan loyalitas politik, sosial ekonomi dan loyalitas kultural yang memantapkan sebuah masyarakat baru Timur Tengah yang kosmopolitan.