Pembentukan Dinasti Abbas

A. Pembentukan Dinasti Abbas

Sesuai pesan Ibrahim, Abu al-Abbas dan keluarganya pergi ke Kufah. Mereka menuju Abu Salamah Al-Khalai, salah seorang tokoh propaganda di Kufah. Akan tetapi, Abu Salah merahasiakan kedatangan mereka. Menurut suatu riwayat, Abu Salamah hendak mengalihkan khilafah kepada Bani Ali. Sungguhpun demikian, tokoh-tokoh yang lain setelah mengetahui kedatangan Abu Abbas dan keluarganya segera membai’at Abu a]-Abbas. Abu Salamah sendiri, meskipun terlambat, berbai’at pula kepada Abu al-Abbas. Namun Abu al-abbas sudah mengetahui niat jahat Abu Salamah (Ibrahim Hasan, 1976, h. 17). Pada tanggal 13 Rabi’al-Awwal 132 H, bai’at ‘am terhadap Abu al-Abbas dilakukan di Masjid Kufah. Abu al-Abbas didampingi saudaranya, Abu Ja’far dan pamannya, Daud ibn Ali, dengan dibai’atnya Abu al-Abbas se bagai khalifah, maka secara de Sesuai pesan Ibrahim, Abu al-Abbas dan keluarganya pergi ke Kufah. Mereka menuju Abu Salamah Al-Khalai, salah seorang tokoh propaganda di Kufah. Akan tetapi, Abu Salah merahasiakan kedatangan mereka. Menurut suatu riwayat, Abu Salamah hendak mengalihkan khilafah kepada Bani Ali. Sungguhpun demikian, tokoh-tokoh yang lain setelah mengetahui kedatangan Abu Abbas dan keluarganya segera membai’at Abu a]-Abbas. Abu Salamah sendiri, meskipun terlambat, berbai’at pula kepada Abu al-Abbas. Namun Abu al-abbas sudah mengetahui niat jahat Abu Salamah (Ibrahim Hasan, 1976, h. 17). Pada tanggal 13 Rabi’al-Awwal 132 H, bai’at ‘am terhadap Abu al-Abbas dilakukan di Masjid Kufah. Abu al-Abbas didampingi saudaranya, Abu Ja’far dan pamannya, Daud ibn Ali, dengan dibai’atnya Abu al-Abbas se bagai khalifah, maka secara de

Philip K. Hitti ( 1970) mengartikan kata al-saffah sebagai the bloodshedder (penumpah darah). Menurut K. Hitti kata itu telah menjadi julukan sekaligus ejekan bagi Abu al- Abbas. Sebagian penulis mengartikan sebagai “al-Katsir al- `athaya” (orang-orang yang dermawan). Pendapat pertama lebih melihat kepada pembantaian dan kekejaman yang dilakukan Abu al-Abbas terhadap lawan-lawan politiknya meskipun ia tidak sendirian dalam kasus ini. Sementara pendapat kedua lebih menitikberatkan kepada kebaikan dan kedermawanan Abu al-Abbas terhadap masa pendukungnya. Dengan demikian pendapat ini dapat dibenarkan dengan alasan yang berbeda.

Selanjutnya Abu al-Abbas memusatkan perhatiannya untuk menghancurkan sisa-sisa kekuatan Bani Umayyah. dalam kaitan ini ia menunjuk Abdullah ibn Ali untuk menghadapi pasukan Marwan ibn Muhammad. Kedua pasukan bertemu di Zab dan pertempuran terjadi dengan kemenangan di pihak Abdullah. Marwan melarikan diri, tetapi kemudian dapat ditangkap dan dibunuh, setelah dikejar-kejar dari satu tempat ke tampat lain ( (Ibn al-Atsir, 1965, h. 425).

Abdullah ibn Ali juga melakukan pembataian dan pembunuhan secara besar-besaran terhadap kaum Amawiyah di Syria. Ia bahkan menyuruh membongkar kuburan khalifah-khalifah Bani Umayyah, seperti kuburan Mu’awiyah ibn Sufyan, Yazid ibn Mu’awiyah, Abdul Malik ibn Marwan dan kuburan Hisyam ibn Abd al-Malik. Dalam pembokaran

Dinasti Abbasiyah ini hanya mayat Hisyam yang ditemukan utuh, maka Abdullah

memancungnya, lalu mencambuk dan membakar (Ibn al- Atsir, 1975, 430)

Abdullah ibn Ali juga membunuh anak-anak khalifah Bani Umayyah, seperti Muhammad ibn Abd al-Malik dan al-Wahid ibn Sulaiman ibn al-Malik. Pembunuhan ini diikuti pula oleh Sulaiman, saudara Abdullah ibn Ali terhadap kaum Umayyah di Basrah.

Abu al-Abbas sendiri membunuh Abu Salamah al- Khalal setelah mendapat persetujuan Abu Muslim al- Khurasani. Selanjutnya karena pertimbangan keamanan Abu al-Abbas pindah ke Anbar dan membangun istana di sana. Di tempat itu pula ia meninggal pada tanggal 12 Dzulhijjah 136 H dalam usia 33 tahun. (Hasan Ibrahim Hasan, 1976,

h. 27). Sepeninggal Abu Abbas, jabatan khalifah dipegang oleh Abu Ja’far yang mendirikan Dinasti Bani Abbas, tetapi pembina sesungguhnya adalah Mansur, bahkan khalifah-khalifah sesudahnya secara keseluruhan merupakan keturunan Mansur. la tidak segan-segan menggunakan kekerasan demi mem- pertahankan kekuasaannya. Mansur tidak saja membunuh musuh-musuhnya akan tetapi juga membunuh orang-orang yang sebelumnya turut membantu mendirikan Dinasti Bani Abbas.Tantangan yang mula-mula dihadapi oleh Mansur adalah pemberontakan Abdullah ibn Ali, paman Mansur, pahlawan perang Zab dan Gubernur Syria pada pemerintahan Abu al-Abbas. Mansur menunjuk Abu Muslim untuk memimpin pasukan menghadapi pasukan Abdullah. Abu Muslim berhasil mencerai beraikan pasukan Abdullah. Abdullah sendiri melarikan diri ke Basrah, tempat Sulaiman ibn Ali, saudara Abdullah. Namun Mansur meminta Sulaiman h. 27). Sepeninggal Abu Abbas, jabatan khalifah dipegang oleh Abu Ja’far yang mendirikan Dinasti Bani Abbas, tetapi pembina sesungguhnya adalah Mansur, bahkan khalifah-khalifah sesudahnya secara keseluruhan merupakan keturunan Mansur. la tidak segan-segan menggunakan kekerasan demi mem- pertahankan kekuasaannya. Mansur tidak saja membunuh musuh-musuhnya akan tetapi juga membunuh orang-orang yang sebelumnya turut membantu mendirikan Dinasti Bani Abbas.Tantangan yang mula-mula dihadapi oleh Mansur adalah pemberontakan Abdullah ibn Ali, paman Mansur, pahlawan perang Zab dan Gubernur Syria pada pemerintahan Abu al-Abbas. Mansur menunjuk Abu Muslim untuk memimpin pasukan menghadapi pasukan Abdullah. Abu Muslim berhasil mencerai beraikan pasukan Abdullah. Abdullah sendiri melarikan diri ke Basrah, tempat Sulaiman ibn Ali, saudara Abdullah. Namun Mansur meminta Sulaiman

Setelah pemberontakan Abdullah dapat dihancurkan, kini terpikir oleh Mansur untuk membunuh Abu Muslim. Mansur sadar bahwa ia tidak akan dapat menghancurkan Abu Muslim dengan kekuatan, karena itu, ia menggunakan tipu muslihat, ia meminta Abu Muslim datang ke istana dan kemudian membunuhnya dengan cara yang kejam dan licik (Hamka, tt, h. 135). Mansur kelihatan sangat khawatir terhadap kekuatan Abu Muslim dan pengaruhnya semakain meluas. Sentimen pribadi dan dendam Mansur kepada Abu Muslim yang sudah lama terpendam, tentu menjadi salah satu faktor membunuh Abu Muslim.

Kematian Abu Muslim menimbulkan dampak psikologis yang kurang baik bagi orang-orang Khurasan dan membuka peluang bagi timbulnya pemberontakan- pemberontakan seperti pemberontakan kaum Rawadiah dan pemberontkan Sanbadz yang menuntut balas atas kematian Abu Muslim. Namun Mansur dapat mengatasi semua pemberontakan itu. Dengan terbunuhnya Abdullah ibn Ali dan kemudian Abu Muslim, bar ulah Mansur merasa dirinya sebagai penguasa Dinasti Bani Abbas yang sebenarnya.

Untuk lebih menjamin kekuasaan dan keamanan dirinya. Mansur mengembangkan kota Bagdad di dekat bekas ibu kota Persia pada tahun 742 M (Harun Nasution, h.270). Pembangunan kota Bagdad yang diberi nama “Kota Kedalaman” (Madinat al-Salam) menelan biaya sebesar 4.883.000 Dirham dengan 100.000 arsitek dan ahli bangunan dari Syiria, Mesopotamia dan daerah-daerah lainnya (Philip

Dinasti Abbasiyah K. Kitti, 1973, h.88)

Pada saat Mansur sibuk membangun kota Bagdad di atas, Muhammad ibn Abdillah ibn Hasan Ibn Hasan ibn Ali yang bergelar al-Nafs al-Zakiyah memproklamirkan dirinya sebagai khalifah Madinah dan menentang pe- merintahan Bani Abbas Ibrahim ibn Abdillah juga memberontak dan menyerang kota Basrah. Pemberontakan Bani Ali ini dapat pula ditumpas oleh Mansur, namun ini tidak berar ti perlawanan Bani Ali telah berakhir. Pertentangan Bani Abbas dengan Bani Ali terus berlanjut sehingga tidak ada seorang pun dari Khalifah Bani Abbas yang tidak terlibat dalam pertikaian dengan Bani Ali. (Jamal al-din, h.200)

Khalifah-khalifah yang telah memimpin dinasti Bani Abbas secara berurutan dapat disebutkan sebagai berikut :