Perkembangan Intelektual: Keagamaan, Kedokteran Pendidwan, Sains, Teknologi, Astronomi, Matematika, Filsafat dll

E. Perkembangan Intelektual: Keagamaan, Kedokteran Pendidwan, Sains, Teknologi, Astronomi, Matematika, Filsafat dll

Pada masa Bani Abbas dunia Islam telah mencapai tingkat yang sangat tinggi dalam bidang ilmu dan peradaban. Saat ini buku-buku yang terdapat di negara-negara lain seperti

India, Persia, Yunani dan Romawi telah dapat diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Diasumsikan bahkan dari hasil terjemahan itu dapat diciptakan ilmu baru, disamping ciptaan-ciptaan asli yang timbul waktu itu (Ahmad Amin, 1979, h. 5), kota -kota besar seperti Bagdad, Damascus, Cairo dan Qairawan selain sebagai pusat-pusat perdagangan juga sebagai pusat ilmu pengetahuan dan peradaban.

Pada waktu itu hampir semua ilmu agama telah dituntaskan, seperti penafsiran Al-Qur’an, pengumpulan hadist dan penulisan ilmu-ilmunya, pembukuan kaidah- kaidah bahasa Arab, pembukuan Fiqih baik oleh tokoh- tokohnya maupun oleh para pengikutnya, dan pembukuan syair Arab. Untuk memudahkan pemahaman tentang kemajuan peradaban masa Bani Abbas akan dikemukakan secara sistimatis kemajuan ilmu agama, filsafat, sain dan ilmu pemerintahan.

Ilmu Agama

a. Hadits Gerakan ilmiah dalam bidang hadits pada masa Bani

Abbas ditandai dengan gerakan pembukuan. Sebelum itu para sahabat dan tabi’at masih berselisih mengenai perlu tidaknya pembukuan hadits ini, namun akhirnya perselisihan itu hilang dan berganti dengan kesepakatan bahwa pengumpulan hadits itu sering dilaksanakan. Umar ibn Abd Aziz adalab orang pertama yang mempunyai rencana dan sekaligus melaksanakan pembukuan hadits itu. Ia telah memerintahkan kepada Abu Bakar bin Muhammad untuk mengumpulkan dan membukukan hadits. Namun hasil pengumpulan itu tidak sampai pada kita.

Dinasti Abbasiyah Pada Bani Abbas telah terjadi persaingan yang ketat

antara beberapa ulama dari kota-kota yang berlainan, seperti Ibnu Juraid di Mekah (wafat 150 H), Muhammad ibn Ishaq di Madinah (w. 151 H), Malik ibn Anas (w. 179 H), Al-Robi’ ibn Shabih di Basrah (w. 160 H), Ahmad ibn Salamah di Kufah (w. 161 H), Al-Auzai di Syam (w 156 H) dan Al-Litsi di Mesir (w. 175 H).

b. Tafsir Ada dua cara yang ditempuh para mufassir dalam

menafsirkan al-Qur’an, pertama tafsir bi al-ma’tsur (menafsirkan al-Qur’an dengan hadits dan penjelasan para shahabat besar), kedua tafsir bi al-ra’yi (menafsirkan al-Qur’an dengan menggunakan akal lebih banyak daripada hadits). Pada masa Bani Abbas ini ditandai dengan menculnya kelompok mu’tarilah yang tidak terikat pada hadits maupun Aqwa al-Shahabah. Diantara tokoh-tokoh mufassir kelompok pertama: al-Thabrani, al-Soda dan Muqatil ibn Sulaiman.

Dan tokoh-tokoh mufassir kelompok kedua: Abu Bakar al-Asham, Abu Muslim Muhammad ibn Badr al- Isfahami dan Ibnu Jaru al-Asadi (ketiga-tiganya sebagai penganut Mu’tazilah (Hasan Ibrahim Hasan, 1970, h. 137)

c. Fiqih Masa Bani Abbas merupakan puncak kemajuan dunia

Islam dalam ilmu agama. Dalam bidang fiqh, para fugaha masa itu mampu menyusun kitab-kitab fiqh yang tetap terkenal sampai saat ini. Para fuqaha pada masa itu dapat dibagi menjadi du golongan; pertama, Ahl al-Hadits, golongan Islam dalam ilmu agama. Dalam bidang fiqh, para fugaha masa itu mampu menyusun kitab-kitab fiqh yang tetap terkenal sampai saat ini. Para fuqaha pada masa itu dapat dibagi menjadi du golongan; pertama, Ahl al-Hadits, golongan

Pada masa ini telah terjadi pertentangan seru di antara para mustasyari’in mengenai penggunaan sumber. Per- tentangan ini berkisar, al Sunnah, al-Qiyas, al-Ra’yu, Ijma’ dan taklif. Dari pertentangan itu akhirnya melahirkan apa yang mereka namakan ushul al-fiqh, yaitu kaidah yang harus diikuti oleh para mujtahid dalam mengambil hukum. (Hudari, 1965, h. 183).

d. Falsafah Diantara ilmu yang menarik perhatian kaum muslimin

pada masa Bani Abbas adalah falsafat. Ilmu itu berasal dari Yunani, kemudian diterjemahkan dalam bahasa Arab. Karena besarnya perhatian kaum muslimin terhadap bidang ini pada waktu itu maka semua buku falsafat untuk Yunani diterjemahkan ke dalam bahasa Arab, baik yang berbahasa Yunani, Persi maupun Suryani. Setelah itu kaum muslimin sibuk mempelajarinya, memberi penjelasan bahkan diantara mereka ada yang berusaha umuk menyesuaikan falsafah Yunani ini dengan jiwa Islam. Dari sinilah timbul filosof- filosof Islam, seperti Al-Kindi, Al-Farabi, Ibn Sina, Al-Rozi, al-Ghazali dan Ibn Rusyd.

Ilmu Kedokteran

Tokoh-tokoh Islam dalam bidang ilmu kedokteran, antara lain al-Rozi, ia adalah seorang ahli kedokteran dan ahli klinik. Ia juga dianggap sebagai orang-orang yang

Dinasti Abbasiyah menemukan benang fontanel untuk dipergunakan dalam ilmu

bedah. Keterangan al-Rozi yang terpenting adalah al-Hawi yang diterjemahkan ke dalam bahasa Latin pada tahun 1299.

Nama lain yang paling gemilang dalam ilmu kedokteran adalah Ibnu Sina, keterangannya berbentuk ensiklopedi yang diterjemahkan orang dengan nama Canon, dianggap sebagai bahan terbaik dalam bidang kedokteran di perguruan- perguruan Eropa, keterangan lainnya yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris Materia Medica, memuat kira-kira 760 obat-obatan, dipakai sebagai pedoman utama untuk ilmu kedokteran barat pada abad ke XII sampai abad XVII H (Hudari, 1965, h. 141).

Ilmu Kimia

Ilmu Kimia termasuk ilmu yang dikembangkan oleh kaum muslimin. Dalam bidang ini mereka memperkenalkan eksperimen obyektif. Hal ini merupakan suatu perbaikan yang tegas dari cara spekulasi yang ragu-ragu dari Yunani. Mereka melakukan pemeriksaan gejala-gejala dan mengumpulkan kenyataan-kenyataan untuk membuat hipotesa dan memberi kesimpulan-kesimpulan yang berdasarkan ilmu pengetahuan, diantara tokoh kimia adalah Jabir Ibn Hayyan. Selain ilmu kedokteran dan ilmu kimia masih banyak ilmu lain yang dikembangkan kaum muslimin saat itu, seperti matematika dan astronomi.