BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Reformasi  manajemen  keuangan  negara  di  Indonesia  diawali  lahirnya paket  peraturan  perundang-undangan  di  bidang  keuangan  negara.  Lahirnya
regulasi  ini  sebagai  babak  baru  bagi  tata  kelola  keuangan  negara  dengan  fokus utama  semakin  mengarahkan perhatian pada aspek partisipatif, transparansi serta
aspek  akuntabilitas.  Kondisi  ini  memaksa  banyak  pihak  untuk  berupaya menerapkan sistem tata kelola organisasi pemerintahan dengan semangat baru dan
lebih  modern.  Tata  kelola  organisasi  tersebut  memiliki  unsur-unsur  pemisahan kewenangan  seperti  pihak  eksekutif  diawasi  ketat  oleh  legislatif,  lembaga
yudikatif yang dipisahkan dari unsur eksekutif, bank sentral yang dibentuk secara independen  serta  lembaga  auditor  Negara,  yaitu  Badan  Pemeriksa  Keuangan
Republik Indonesia BPK RI yang berdiri sendiri tanpa ada unsur lain yang dapat melakukan intervensi terhadap pelaksanaan tugas dan fungsinya.
Berdasarkan  Undang-Undang  Dasar  1945  Pasal  23E,  Undang-Undang Nomor  15  Tahun    2004  tentang  Pemeriksaan  Pengelolaan  dan  Tanggung  Jawab
Keuangan Negara, serta   Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa  Keuangan, tugas   dan wewenang BPK adalah  memeriksa pengelolaan
dan  tanggung  jawab  keuangan    negara  yang  dilakukan  oleh  pemerintah  pusat, pemerintah daerah,  lembaga  negara    lainnya, Bank Indonesia,  badan usaha  milik
1
Universitas Sumatera Utara
negara  BUMN,  badan  layanan  umum    BLU,  badan  usaha  milik  daerah BUMD, dan lembaga atau badan lainnya yang mengelola keuangan negara.
Undang-undang nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara pada pasal  56  telah  mengatur  proses  penyusunan  laporan  keuangan,  yang  meliputi  :
Laporan Realisasi Anggaran LRA, Laporan Arus KAS LAK dan Catatan  atas Laporan  Keuangan  CaLK.  Laporan  keuangan  tersebut  kemudian  diserahkan
kepada  BPK  untuk  dilakukan  pemeriksaan  berdasarkan  ketentuan  perundang- undangan.  Berdasarkan  aturan  tersebut,  seluruh  perangkat  Negara,  mulai  dari
pemerintah  pusat,  kementerian    dan  lembaga  Negara,  pemerintah  daerah,  yang meliputi  pemerintah  Provinsi,  kabupaten  dan  kota  diwajibkan  menyampaikan
laporan keuangannya kepada BPK RI untuk dilakukan pemeriksaan. Setiap  tahun  anggaran  pemerintah  pusat  mengalokasikan  anggaran  dalam
bentuk  dana  transfer  ke  pemerintah  daerah  untuk  membiayai  pembangunan  dan pelayanan pada masyarakat sebagai pemegang kedaulatan sepenuhnya. Dalam hal
pengalokasian  anggaran  ke  pemerintah  daerah  ini,  Mardiasmo  2004 mengemukakan  bahwa  “Salah  satu  aspek  dari  pemerintahan  daerah  yang  harus
diatur secara hati-hati adalah masalah pengelolaan keuangan daerah, dan anggaran daerah,  karena  anggaran  daerah  ini  merupakan  instrumen  kebijakan  yang  utama
bagi pemerintah daerah”. Pengelolaan keuangan daerah dimulai dari perencanaan penganggaran  sampai  pada  penyusunan  Laporan  Keuangan  Pemerintah  Daerah
LKPD. LKPD  sebelum  disampaikan  kepada  rakyat  melalui  lembaga  perwakilan
terlebih  dahulu  dilakukan  pemeriksaan  oleh  Badan  Pemeriksaan  Keuangan mengenai  semua  hal  yang  material  tentang  informasi  dalam  laporan  keuangan
Universitas Sumatera Utara
tersebut. Pada pasal 4 ayat 2 Undang-undang Republik Indonesia nomor 15 tahun
2004  tentang  Pemeriksaan  Pengelolaan  dan  Tanggung  Jawab  Keuangan  Negara dinyatakan  bahwa  pemeriksaan  keuangan  adalah  pemeriksaan  atas  laporan
keuangan.  Pemeriksaan  keuangan  yang  dimaksud adalah  pemeriksaan  yang
dilaksanakan  oleh,  untuk  dan  atas  nama  Badan  Pemeriksa  Keuangan  Republik Indonesia  BPK  RI  dalam  rangka  memeriksa  pengelolaan  dan  tanggungjawab
keuangan negara, yang meliputi pendapatan dan belanja pemerintah pusat maupun pemerintah  daerah.  Nantinya,  pada  laporan  hasil  pemeriksaan  keuangan  akan
dimuat opini atas laporan keuangan tersebut. Opini adalah pernyataan profesional sebagai  kesimpulan  pemeriksa  auditor  mengenai  tingkat  kewajaran  informasi
yang disajikan dalam laporan keuangan. Pada penjelasan pasal 16 Undang-undang nomor 15 Tahun 2004 dijelaskan bahwa opini merupakan pernyataan profesional
pemeriksa mengenai kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan  yang  didasarkan  pada  kriteria.  Kriteria  yang  dimaksud  adalah
kesesuaian  dengan  standar  akuntansi  pemerintahan,  kecukupan  pengungkapan adequate  disclosures,  kepatuhan  terhadap  peraturan  perundang-undangan,  dan
efektivitas  sistem  pengendalian  internal.  Merujuk  pada  pada  Buletin  Teknis  01 tentang  Pelaporan  Hasil  Pemeriksaan  atas  Laporan  keuangan  Pemerintah  yang
diatur  dalam  Keputusan  BPK  RI  Nomor  4KI-XIII.292012  pragraf  13  tentang jenis opini, terdapat empat jenis opini yang dapat diberikan pemeriksa, yaitu wajar
tanpa pengecualian WTP, wajar dengan pengecualian WDP, tidak wajar TW dan  pernyataan  menolak  memberikan  opini  atau  tidak  memberikan  pendapat
TMP. Fenomena  yang  berkembang  sehubungan  dengan  opini  audit  yang
diberikan  BPK  RI  terhadap  pengelolaan  tanggung  jawab  keuangan  Negara  yang
Universitas Sumatera Utara
dilakukan  oleh  KementeriaLembaga  Negara  menujukkan  opini  yang  terus membaik  dari  tahun  ke  tahun.  Opini  WTP  yang  diberikan  BPK  RI  terhadap
Laporan  Keuangan  Kementerian  dan  Lembaga  Negara  LKKL  dari  tahun  2006 hingga  tahun  2011  menunjukkan  tren  yang  terus  meningkat  jumlahnya,
berbanding  terbalik  dengan  opini  lainnya,  yaitu  WDP,  TW  dan  TMP  yang menunjukkan tren yang terus menurun dari tahun ke tahun.
Tabel  1.1.  Perkembangan  Opini  Audit  LKKL  Tahun  2006  hingga  Tahun 2011
Sumber : BPK – RI 2012
Opini  audit  yang  diberikan  BPK-RI  terhadap  penyelenggara  negara  KL berbanding  terbalik  dengan  opini  audit  yang  diberikan  BPK  RI  kepada
penyelenggara  Negara  pemerintah  Daerah.  Opini  audit  WDP  mendominasi LKPD,  baik  pada  tingkat  Provinsi  maupun  tingkat  KabupatenKota.  Jumlah
LKPD  yang  mendapatkan  Opini  WDP  dari  BPK  RI  dari  tahun  2007  sampai dengan tahun 2011 berada pada kisaran rata
– rata di atas 50, dan menunjukkan tren  atau  kecenderungan  meningkat  dari  tahun  ke  tahun.  Untuk  lebih  jelasnya,
perkembangan  opini  audit  yang  diberikan  BPK – RI terhadap LKPD dari tahun
2007  sampai  dengan  tahun  2011  ditunjukkan  pada  Tabel  1.2.  dan  Gambar  1.1. dibawah ini.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 1.2.   Perkembangan  Opini  Audit  LKPD  dari  Tahun  2007  hingga Tahun 2011
Sumber :
BPK – RI 2012
Gambar 1.1. Opini LKPD Tahun 2011 Berdasarkan Tingkat Pemerintahan
Sumber :
BPK – RI 2012
Fenomena domain pemberian opini audit WDP oleh BPK – RI juga terjadi
atas  sebagian  besar  LKPD  KabupatenKota  se-Sumatera  Utara,  seperti ditunjukkan pada Tabel berikut ini.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 1.3.   Perkembangan  Opini  Audit  LKPD  KabupatenKota  se- Sumatera Utara dari Tahun 2007 hingga tahun 2011
No .
Entitas Pemerintah Daerah Opini
Tahun 2007
Opini Tahun 2008
Opini Tahun 2009
Opini Tahun 2010
Opini Tahun 2011
I Prov. Sumatera Utara
LKPD 27
27 29
34 34
1 Prov. Sumatera Utara
1 TMP
1 WDP
1 WDP
1 WDP
1 WDP
2 Kab. Asahan
1 TMP
1 WDP
1 WDP
1 TMP
1 WDP
3 Kab. Batubara
1 WDP
1 TMP
1 TMP
1 TMP
1 TMP
4 Kab. Dairi
1 TMP
1 WDP
1 WDP
1 WDP
1 WDP
5 Kab. Deli Serdang
1 WDP
1 TMP
1 TMP
1 TMP
1 TMP
6 Kab. Humbang Hasundutan
1 WDP
1 WDP
1 WDP
1 WDP
1 WTP
7 Kab. Karo
1 TMP
1 WDP
1 WDP
1 WDP
1 WDP
8 Kab. Labuhanbatu
1 TMP
1 TMP
1 WDP
1 WDP
1 WDP
9 Kab. Labuhanbatu Selatan
- -
- 1
WDP 1
WDP 10
Kab. Labuhanbatu Utara -
- -
1 TMP
1 TMP
11 Kab. Langkat
1 TMP
1 TMP
1 TMP
1 TMP
1 WDP
12 Kab. Mandailing Natal
1 TMP
1 TMP
1 WDP
1 WDP
1 WDP
13 Kab. Nias
1 TMP
1 TMP
1 TMP
1 TMP
1 TMP
14 Kab. Nias Barat
- -
- 1
TMP 1
TMP 15
Kab. Nias Selatan 1
TMP 1
TMP 1
TMP 1
TMP 1
TMP 16
Kab. Nias Utara -
- -
1 TMP
1 TMP
17 Kab. Padang Lawas
- -
1 TMP
1 TMP
1 TMP
18 Kab. Padang Lawas Utara
- -
1 TMP
1 TMP
1 WDP
19 Kab. Pakpak Bharat
1 WDP
1 WDP
1 WDP
1 WDP
1 WDP
20 Kab. Samosir
1 WDP
1 WDP
1 WDP
1 WDP
1 WDP
21 Kab. Serdang Bedagai
1 WDP
1 WDP
1 WDP
1 WDP
1 WDP
22 Kab. Simalungun
1 TMP
1 WDP
1 WDP
1 WDP
1 WDP
23 Kab. Tapanuli Selatan
1 WDP
1 TMP
1 TW
1 TW
1 WDP
24 Kab. Tapanuli Tengah
1 WDP
1 WDP
1 WDP
1 WDP
1 TMP
25 Kab. Tapanuli Utara
1 TMP
1 TMP
1 WDP
1 WDP
1 WDP
26 Kab. Toba Samosir
1 TMP
1 TMP
1 WDP
1 WDP
1 WDP
27 Kota Binjai
1 WDP
1 WDP
1 TW
1 TW
1 WDP
28 Kota Gunung Sitoli
- -
- 1
WDP 1
WDP 29
Kota Medan 1
TMP 1
TMP 1
TMP 1
WDP 1
WTP 30
Kota Padangsidimpuan 1
TMP 1
TMP 1
WDP 1
WDP 1
WDP 31
Kota Pematangsiantar 1
TMP 1
TMP 1
TMP 1
WDP 1
WDP 32
Kota Sibolga 1
WDP 1
WDP 1
WDP 1
WDP 1
WTP DPP 33
Kota Tanjungbalai 1
WDP 1
WDP 1
WDP 1
WDP 1
WDP 34
Kota Tebing Tinggi 1
WDP 1
WDP 1
WDP 1
WDP 1
WDP
Sumber :
BPK – RI 2012
Tabel    di  atas  menunjukkan  dari  34  LKPD  KabupatenKota  se-Sumatera Utara  yang  diperiksa  BPK  RI  pada  tahun  2011,  hanya  3  LKPD  8.82  yang
mendapatkan  opini  WTP  dari  BPK  RI,  yaitu  LKPD  Kabupaten  Humbang Hasundutan,  Kota Medan dan  Kota Sibolga. Sedangkan  sisanya,  yakni sebanyak
Universitas Sumatera Utara
9  LKPD  26.47  mendapatkan  opini  TMP  dan  sebanyak  22  LKPD  64.71 mendapatkan opini WDP.
Menurut  Mulyadi  2002  auditor  memberikan  pendapat  wajar  dengan pengecualian  dalam  laporan  audit,  apabila  1  Lingkup  audit  dibatasi  oleh  klien,
2  Auditor  tidak  dapat  melaksanakan  prosedur  auditing  atau  tidak  dapat memperoleh  informasi  penting  karena  kondisi-kondisi  yang  berada  diluar
kekuasaan  klien  maupun  auditor;  3  Laporan  keuangan  tidak  disusun  sesuai dengan  prinsip  akuntansi  yang  berterima  umum;  dan  4  Prinsip  akuntansi  yang
berterima  umum  yang  digunakan  dalam  penyusunan  laporan  keuangan  tidak diterapkan secara konsisten. Pada sektor publik, di dalam memberikan opini audit,
Bastian  2007  menyebutkan  terdapat  8  delapan  standar  pelaporan  yang  harus dipertimbangkan,  yakni  :  1  Standar  Pelaporan  Pertama.  Keputusan  terhadap
Prinsip  Akuntansi  yang  Berlaku  Umum;  2  Standar  Pelaporan  Kedua. Konsistensi  Penerapan  Prinsip  Akuntansi  yang  Berlaku  Umum;  3  Standar
Pelaporan  Ketiga.Pengungkapan  yang  Memadai  dalam  Laporan  Keuangan;  4 Standar  Pelaporan  Keempat.  Pengaitan  Nama  Auditor  dengan  Laporan
Keuangan;  5    Standar  Pelaporan  Tambahan  Pertama.  Pelaporan  Kepatuhan terhadap  SAP;  6    Standar  Pelaporan  Tambahan  Kedua.  Pelaporan  tentang
Kepatuhan  terhadap  Peraturan  Perundang-undangan  dan  Pengendalian  Internal; 7  Standar  Pelaporan  Tambahan  Ketiga.  Informasi  Istimewa  dan  Rahasia.  8
Standar Pelaporan Tambahan Keempat. Distribusi Laporan Audit. Banyak peneliti terdahulu  yang telah  mengidentifikasi  faktor
– faktor yang mempengaruhi  auditor  didalam  memberikan  opini  suatu    audit,  namun
kebanyakan  penelitian  dilakukan  pada  sektor  swasta,  sedangkan  penelitian  opini
Universitas Sumatera Utara
audit pada sektor publik masih relatif sedikit. Beberapa penelitian opini audit pada sektor  swasta  diantaranya:  Januarti  2009  menemukan  variabel  yang
mempengaruhi  pemberian  opini  audit  going  concern  adalah  variabel  default,  ln sales size, lamanya perikatan audit clienttenure, opini tahun sebelumnya prior
opinion  dan  kualitas  auditor  specialization.  Astuti  2012  menemukan  debt default,  reputasi  auditor  dan  audit  lag  berpengaruh  terhadap  pemberian  opini
going  concern  oleh  auditor .
Pada  sektor  publik,    Sunarsih  2010  menemukan tingkat materialitas, pelanggaran SAP, kelemahan terhadap peraturan perundang-
undangan berpengaruh signifikan terhadap pemberian opini disclaimer, sedangkan Lasena  2012  menemukan  tujuh  faktor  yang  mempengaruhi  opini  disclaimer
BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah yaitu faktor sistem pengendalian internal  SPI,  faktor  perencanaan  penganggaran,  faktor  standar  akuntansi
pemerintah  SAP,  faktor  pelaksanaan  anggaran,  faktor  tindak  lanjut  temuan, faktor regulasi, faktor manajemen aset.
Beberapa  temuan  penelitian  di  atas  menunjukkan  belum  adanya keseragaman  variabel  maupun  faktor
–  faktor  yang  mempengaruhi  pemberian opini suatu audit, baik di sektor swasta maupun di sektor publik. BPK
– RI dalam IHPS  Tahun  2012  mengidentifikasi  3  faktor  sistem  pengendalian  intern  SPI
yang  mempengaruhi  pemberian  opini  audit  pada  LKPD  se-Indonesia,  yakni  1 Kelemahan  sistem  pengendalian  akuntansi  dan  pelaporan;  2  Kelemahan  sistem
pelaksanaan  anggaran  pendapatan  dan  belanja  dan  3  kelemahan  struktur pengendalian  intern.  Disamping  faktor  SPI,  opini  audit  pada  LKPD  tahun  2011
juga  dipengaruhi  oleh  ketidakpatuhan  terhadap  ketentuan  perundang – undangan
yang  berdampak  pada  :  1  Kerugian  daerah,  2  Potensi  kerugian  daerah;  3
Universitas Sumatera Utara
Kekurangan  penerimaan;  4  Administrasi;  5  Ketidakhematan  dan  6 Ketidakefektifan.
Fenomena  faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian opini oleh BPK RI terhadap  LKPD  Provinsi,  Kabupaten  dan  Kota  di  Sumatera  Utara,  belum
seragamnya  variabel  maupun  faktor  yang  mempengaruhi  pemberian  opini  suatu audit  baik  disektor  swasta  maupun  di  sektor  publik,  tidak  ditemukan  penelitian
yang  sama  tentang  faktor  yang  mempengaruhi  pemberian  opini  baik  disektor swasta  maupun  sektor  publik  dan  hasil  identifikasi  BPK  RI  dalam  IHPS  2012
atas  3  faktor  SPI  dan  7  faktor  kepatuhan  yang  mempengaruhi  pemberian  opini pada sebagian besar KabupatenKota dan Provinsi Sumatera Utara merupakan ide
yang  mendasari  dilakukannya  replikasi  penelitian  dalam  penelitian  ini  dengan menetapkan  judul  penelitian  :    “Analisis  Faktor-Faktor  yang  Mempengaruhi
Pemberian  Opini  Audit  oleh  BPK  RI  atas  LKPD  Provinsi,  Kabupaten  dan  Kota se-
Sumatera Utara”.
1.2. Perumusan Masalah