Kekuatan Sang Perempuan

IV.1. Kekuatan Sang Perempuan

Penderitaan demi penderitaan di atas terbukti tidak menyurutkan Ruyati dalam berjuang. Justru melalui perjuangan Ruyati menemukan dirinya semakin kuat, perjuangan adalah pemulihan diri untuk menjadi lebih kuat. Kekuatan ini di- gunakan menghidupi dan sekaligus dihidupi oleh aktivitas Paguyuban, dan sekarang juga IKOHI (Ikatan Keluarga Orang Hilang).

Ruyati memiliki kemampuan pemulihan yang luar biasa, termasuk dalam hal mengatasi situasi yang sangat drastis. Dulu Ruyati berasal dari keluarga yang mampu secara ekonomi. Ayahnya adalah seorang pengusaha berhasil di daerah asalnya, Bandung. Dia juga bersuami seorang laki-laki yang memiliki kedudukan dalam sebuah bank di Jakarta, sampai mendapatkan PHK tahun 2006. Bersama suami dan anak-anaknya Ruyati pernah mengenyam kehidupan yang mapan. Mereka memiliki perangkat komunikasi telepon selular ketika be- lum banyak tetangga memilikinya, mereka juga memiliki rumah yang mapan dan alat transportasi keluarga, mobil. Namun sejak kerusuhan Mei 1998 kon- disi ini berangsur surut, dan mencapai titik nadir hingga sekarang, di mana mereka tinggal di rumah kotak terdiri dari dua ruang tamu sekaligus ruang keluarga, dan separuh di belakang dijadikan sebagai dapur dan kamar mandi. Antara dua ruang ini hanya disekat dengan kain.

Rumah dengan penerangan listrik 10 watt ini juga bukan rumah sendiri, melain- kan rumah kontrakan. Mereka juga masih kerepotan untuk dapat membayar kontrakan tepat waktu. Namun Ruyati tidak pernah jatuh karena keadaan berubah seperti ini. Dia adalah seorang perempuan yang memiliki seperangkat kemampuan praktis untuk keluar dari masalah kesulitan hidup tanpa mem- buat masalah lebih besar, sekaligus berjuang demi kelompok korban lebih luas.

Kemampuan ini banyak dimiliki kaum perempuan. Hal ini terbukti bahwa dalam aktivitas paguyuban perempuan lebih aktif daripada laki-laki. Suami Ruyati semula juga aktif di paguyuban, namun lama kelamaan tinggal Ruyati yang bertahan, bahkan memimpin paguyuban. Banyak laki-laki yang tidak bisa bertahan seperti suaminya, sebagian karena depresi dengan lamanya per- juangan tanpa keberhasilan, namun sebagian lainnya memang sudah pasif se- jak semula.

15 Wawancara dengan Ruyati pada tanggal 27 Januari 2009.

Ruyati masih mampu mengelola aktivitasnya di rumah dengan situasi yang sulit, juga di Paguyuban serta kini di IKOHI. Baginya hal ini adalah sebuah keniscayaan. Mungkin perempuan memang lebih kuat dari laki-laki.

“Kalau saya bertengkar dengan suami saya, saya malah lebih kuat. Pikiran dia macam-macam, saya malah beraktivitas, sejak pagi-pagi. Saya langsung berangkat, tidak sarapan. Berdoa malam hari dengan tasbih. Semoga saya mendapat peluang

seperti mereka”. 16 Kadang-kadang untuk keluar dari situasi di rumah harus menghadapi hal

yang sepele namun menjengkelkan, hal yang remeh bagi banyak orang namun begitu berat baginya karena harus mengeluarkan uang. Kadang-kadang dia harus berangkat walaupun hanya memegang uang 10.000 Rupiah. Rahasianya adalah naik kereta. Pada pagi buta dia sudah bangun, masih sempat menyiap- kan kopi untuk suami, lalu berangkat dengan naik kereta ekonomi. Baginya yang sudah berumur 62 tahun hal ini bukan perkara mudah, namun Ruyati tetap semangat. Sebab dengan naik kereta api dia hanya mengeluarkan uang sebesar 1.000 Rupiah. Dari stasiun Klender dia akan berhenti di stasiun Cikini, atau kadang-kadang Stasiun Kramat. Dari sana tidak jarang dia berjalan kaki sampai ke kantor IKOHI yang jaraknya lumayan jauh. Kadang dia merasa iri kepada orang-orang yang bisa naik ojek dengan leluasa, atau naik angkutan umum lainnya. Dia merasa besyukur sekali ketika kadang-kadang ada rejeki cukup dia bisa naik metromini yang membuatnya bisa duduk tenang tidak

bergelantungan seperti di kereta. 17