Pergulatan Hidup Sang Buruh

III. Pergulatan Hidup Sang Buruh

Paska PHK, Kiswoyo beserta kawan-kawan buruh PT. Istana Magnoliatama otomatis tidak mempunyai penghasilan. Upah yang diterima setiap bulan dari bekerja di pabrik praktis terhenti, karena PHK. Penghasilan Kiswoyo per bu- lan, yaitu sekitar Rp. 900.000,- kini tidak didapat lagi olehnya. Kewajiban mem- berikan nafkah sebagai seorang kepala rumah tangga yang harus dilaksanakan, kini terkendala akibat PHK sepihak dari pengusaha.

Kemudian muncul pertanyaan dalam benak Kiswoyo pascaperistiwa tersebut, bagaimana dia dapat menjadi kepala keluarga, yang menafkahi keluarganya. Di lain sisi, ia harus memimpin serikat buruh untuk mengambilalih pabrik dan tentu saja akan menyita waktu dan perhatian cukup banyak. Hiruk pikuk

advoaksi krisis finansial keluarga tentu menempatkan Kiswoyo dalam posisi yang dilematis.

Didorong oleh kondisi, Kiswoyo menjadi orang yang pantang menyerah dan mau untuk mempelajari hal serta keahlian baru. Tuntutan untuk menghidupi keluarganya menjadi dorongan kuat baginya untuk melakukan berbagai upaya untuk menopang ekonomi keluarganya.

Berbagai upaya terus dilakukan oleh Kiswoyo untuk tetap bertahan dan dapat menafkahi keluarganya. Sembari juga membantu dan tidak meninggalkan perjuangan kawan-kawannya, Kiswoyo mencoba untuk berdagang baso, mie ayam, dan jahe wangi. Walaupun selama hidupnya dia tidak pernah membuat baso dan mie ayam, tapi dia belajar dari pedagang-pedagang yang menjadi tetangganya di sekitar kontrakannya.

Tetapi karena kondisi perjuangan yang memposisikan dia sebagai pemimpin, usaha yang dirintisnya sebagai pencaharian baru untuk menghidupi keluarg- anya menjadi tidak maksimal. Urusan serikat buruh, persidangan di PHI, serta rapat-rapat rutin dengan lembaga-lembaga pendamping sangat menyita wak- tu, sehingga menjadikan usaha berdagangnya putus ditengah jalan.

Beruntung istri Kiswoyo juga bekerja. Walaupun juga sebagai buruh pabrik, upah yang didapat istri Kiswoyo dapat memenuhi kebutuhan keluarga, dan anak-anaknya. Tetapi menurut pengakuan Kiswoyo, kebutuhan untuk dirinya,

penuhi saja kebutuhan keluarga” 5 .

Solidaritas dari serikat buruh yang sekawan serta bantuan dari pihak-pihak yang bersimpati menjadi tumpuan Kiswoyo serta buruh-buruh lainnya, untuk bertahan dalam proses perjuangan buruh PT. Istana Magnoliatama. Upaya un- tuk memberikan pemahaman kepada keluarga, istri serta orang tua terus di- lakukan oleh Kiswoyo:

“Apalagi posisi saya adalah sebagai kepala rumah tangga, sebagai suami yang harus bisa bertanggung jawab dan memberikan nafkah kepada keluarga. Tapi ini adalah re- alita yang harus dijalani, jadi saya harus bisa memberikan pemahaman kepada keluarga saya. Asalkan kita tidak melakukan hal-hal yang tidak diinginkan, saya rasa, istri saya cukup memahami keadaan ini.” 6

Meski demikian, upaya memberikan bentuk pemahaman kepada keluarga ter- kadang masih mengalami hambatan. Seperti yang dialami langsung oleh Kis- woyo:

“Kalau dilihat dan dirasakan, saya merasa istri saya kurang mendukung. Tetapi kem- bali ke itu tadi, bahwa saya harus bisa memberikan pemahaman yang jelas mengenai tanggung jawab serta keberadaan saya. Sebenarnya banyak tantangan-tantangan yang besar yang harus saya hadapi. Saya sebenarnya kadang juga mengeluh. kalau dulu ke- luarga saya bisa mendapatkan upah sebagai hasil kerja saya, namun keadaan sekarang sudah berbeda. Dan sebagai istri, dia tentunya mengharapkan nafkah dari saya. Tapi

sekarang kan sudah berbeda keadaannya” 7 .

Bentuk hambatan itu lebih banyak dipandang oleh Kiswoyo sebagai tantangan yang harus bisa ia jalani sebagai bagian dari proses advokasi:

“Saya pernah disuruh oleh istri saya untuk negosiasi dengan pengusaha. Tetapi saya berprinsip bahwa ini adalah merupakan tanggung jawab. Itu harus saya jalani sampai

tuntas” 8 . Kendala finansial dalam keluarga Kiswoyo dapat dipahami oleh istrinya.

Penjelasan terhadap keluarga tentang kondisi yang dihadapi menjadi kunci penting dalam memecahkan masalah ini. Selain itu, dana yang dikeluarkan oleh Kiswoyo dalam proses perjuangan yang melalui tahap-tahap advokasi

5 Kutipan wawancara dengan Kiswoyo 6 Petikan wawancara dengan Kiswoyo 7 Petikan wawancara dengan Kiswoyo 8 Petikan wawancara dengan Kiswoyo

Dana yang dikeluarkan oleh SKBU berasal dari iuran kolektif, serta sumban- gan dari organisasi pendamping dan juga dari berbagai pihak yang bersimpati. “Ini merupakan masalah bersama, jadi harus dihadapi bersama. Apapun kondisinya,

solidaritas dan kolektivitas harus terus dijaga” 9 . Kendala Kiswoyo dalam melak- sanakan perannya dalam proses perjuangan buruh PT. Istana Magnoliatama adalah pembagian waktu. Terlebih lagi sekarang proses produksi oleh buruh

PT. Istana Magnoliatama sudah mulai berjalan 10 .

“Bagaimana menyiasati kendala pembagian waktu, sampai sekarangpun saya belum bisa juga. Jadi kalau ada 2 agenda yang bentrok saya bingung untuk mengaturnya. Kalau berkaitan dengan kasus, paling dilangsungin aja. Con- tohnya, kalau habis dari PHI, saya bisa langsung ke LBH, atau konsolidasi den- gan federasi. Tapi kalau untuk keperluan produksi, itu yang susah. Keperluan mencari order, ngambil sampel atau nganterin pesanan, itu yang kadang harus

bolak-balik. Tapi yang terpenting adalah kita harus disiplin dengan waktu” 11 . Yang bisa dilakukan oleh Kiswoyo adalah terus-menerus melibatkan kawan-

kawan buruh yang lain. Hal ini dilakukan agar bukan hanya dia saja yang mempunyai kemampuan dan pengalaman untuk melakukan proses advokasi, khususnya advokasi litigasi dalam proses di PHI. Ini adalah proses learning by doing. Apabila setiap buruh pernah terlibat serta mempunyai kemampuan advokasi, peran Kiswoyo sedikit demi sedikit dapat digantikan dengan yang lain. Dan pembagian tugas dapat berjalan dengan lancar.

Solidaritas dan kolektivitas memainkan peran penting dalam menghadapi kendala serta memelihara semangat untuk tetap terus melakukan perjuangan. Tanggungjawab yang diberikan kepada Kiswoyo oleh kawan-kawan buruh lainnya juga menjadi motivasi baginya untuk tetap bertahan dalam perjuangan melawan ketidakadilan pengusaha.