Husnuzhann (Baik Sangka)

6. Husnuzhann (Baik Sangka)

Husn azh-zhann adalah berbaik sangka atau berprasangka baik kepada Allah dan rasul-Nya, kepada orang lain, dan juga kepada sesama makhluk. Terhadap Allah dan rasul-Nya kita bahkan seharus- nya bukan hanya berbaik sangka (husn azh-zhann), melainkan juga harus husn al-yaqîn (baik keyakinan)!

Husn azh-zhann atau husn al-yaqîn ini menjadi kunci bagi ber- bagai hikmah dan faedah, serta menjadi sumber bagi bermacam- macam manfaat dan mashlahah. Sebaliknya, berprasangka buruk (sû’ azh-zhann) menjadi sumber dari bermacam-macam fitnah kerusakan, menjadi sumber macam-macam pertengkaran dan permusuhan, dan merupakan penggoncang kekompakan dan persatuan. Oleh karena itu, kita harus selalu husn azh-zhann kepada siapa saja, meski bagai- manapun keadaannya. Kecuali terhadap musuh atau orang yang men- curigakan maka kita harus waspada, termasuk kepada nafsu kita sendiri yang merupakan musuh yang paling jahat, seperti disabdakan oleh

80 Ibn Ibad, Syarh al-Hikam, Juz II, hlm. 63.

Tasawuf Kultural: Fenomena Shalawat Wahidiyah Rasulullah: “Sejahat-jahat musuhmu adalah nafsumu yang berada

pada dirimu (HR. Baihaqi dari Ibn Abbas). Dengan demikian, terhadap nafsu yang ada pada diri, kita harus

bersikap waspada, meskipun ketika kita sedang menjalankan ibadah karena pada saat itulah nafsu biasanya menggunakan berbagai macam cara untuk merusak amal ibadah dengan menaburkan racun ujub, riya, dan takabur, dengan cara yang sangat halus. Orang yang belum lillah dan billâh tentu akan sangat mudah terkena godaan nafsu yang akan menghancurkan amalnya. 81

Di dalam hadits qudsi Allah berfirman: “Aku (Allah) adalah sesuai dengan prasangka hamba-Ku; jika hambaku berprasangka baik maka Aku menjadi baik, dan jika dia berprasangku buruk maka Aku menjadi buruk” (HR. Abu Na’im, At-Tabrani, dan Ibn Asakir).

Sû’uzhan adalah kebalikan dari husnuzhan, yaitu berprasangka buruk yang tegas-tegas dilarang oleh Allah. 82 Orang yang bersikap sû’uzhan senantiasa lupa kepada Allah, tidak sadar atas qudrah dan

81 Ada suatu hikayah: Syaikh Junaid al-Baghdadi, waliyullah yang terkenal, pada suatu hari melihat seorang laki-laki masih muda dan masih kuat badannya

mengemis di muka suatu masjid. Dalam hati Syaikh Junaid timbul suatu angan- angan: “Sayang orang itu; masih muda dan masih kuat badannya kok pekerjaannya mengemis; seandainya dia mau bekerja, tentu ia menjadi terhormat”.

Pada malam harinya, Syaikh Junaid terasa berat dalam menjalankan awrâd lailiyah (amalan di waktu malam) yang sudah menjadi kebiasaannya. Akhirnya dia tertidur, dan di dalam tidurnya itu dia bermimpi didatangi beberapa orang yang membawa bungkusan, dan menyerahkan bungkusan tersebut kepada Syaikh Junaid sambil berkata: “Makanlah daging mentah saudaramu yang kamu prasangkai buruk dalam hatimu siang tadi”. Setelah dia buka, ternyata isi bungkusan tersebut adalah gumpalan daging manusia. Syaikh Junaid terkejut dan terbangun. Pagi harinya, dia mencari pengemis yang dilihatnya kemarin di depan masjid. Setelah bertemu dengannya, Syaikh Junaid pun meminta maaf. 82 Dalam Al-Qur’an ditegaskan: “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan

dari prasangka. Sesungguhnya sebagian dari prasangka itu adalah dosa, janganlah kamu mencari kesalahan orang lain, dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang diantara kamu memakan daging saudara- nya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan ber- takwalah kepada Allah; sesung-guhnya Allah Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang” (QS. Al-Hujurat [49]: 12).

Wahidiyah dan Fenomena Tasawuf Kultural iradah Allah, bahwa semuanya berasal dari Allah sebagaimana firman-

Nya: “Katakanlah, segala-galanya itu berasal dari Allah” (Q S. An-Nisa [4]: 78).

Dalam kaitannya dengan sikap husnuzhan ini, Imam asy-Syafi’i mengatakan: “Barang siapa yang ingin memeroleh husnul khâtimah maka ber-husnuzhan-lah kepada manusia”.

Dari uraian di atas dapatlah disimpulkan betapa pentingnya sikap husnuzhan. Meski demikian, ada hal yang perlu diperhatikan bahwa di samping husnuzhan, kita juga harus tetap waspada dan bijaksana dalam menyikapi sesuatu, terutama kepada nafsu kita sendiri.