Shalawat dan Syafa’at dalam Dunia Tasawuf

C. Shalawat dan Syafa’at dalam Dunia Tasawuf

Dalam dunia tasawuf, shalawat kepada Nabi Muhammad dapat menjadi wasilah (perantara) dan dengan wasilah ini orang yang mem- baca shalawat akan memeroleh garansi syafa’at dari nabi. 13 Wasîlah memiliki peran penting. Ia merupakan sarana berupa jalan untuk menuju kepada Allah. Oleh karena itu, dalam setiap aliran tarekat dan tasawuf hampir bisa dipastikan terdapat shalawat kepada Nabi Muhammad. Hal ini terkait dengan konsep dalam tasawuf tentang

al-haqîqah al-Muhammadiyah (hakikat ke-Muhammad-an), 14 yakni

12 Sesuai dengan ajaran muallif Shalawat Wahidiyah, Mujahadah Kubro dilaksana- kan dua kali dalam satu tahun, yakni pada bulan Muharram dan bulan Rajab.

13 Lihat Imam Muslim, Shahîh Muslim, hadits nomor 577 pada kitab (bab) ash- Shalâh. Ini adalah hadits syarif yang marfu’, diriwayatkan dari Abdullah bin Amr

bin Ash. 14 Dalam konsep martabat tujuh, al-haqîqah al-Muhammadiyah—sebagai martabat kedua—merupakan ta’ayyun al-awwal (penampakan pertama Tuhan). Dalam martabat ini tampak pengetahuan Tuhan tentang zat dan sifat-Nya serta mawjudat (wujud-wujud) secara rinci. Martabat di atasnya (martabat pertama) adalah martabat ahadiyah yang disebut martabat mutlak Zat semata atau disebut wujud lâ ta’ayyun. Yang ada hanya Tuhan atau kunhi-Nya saja.

Wahidiyah dan Fenomena Tasawuf Kultural bahwa segala sesuatu tercipta dari Nur Muhammad, atas kehendak

Allah. Bahkan dalam hadits qudsi dijelaskan: “Jika tidak ada engkau (Muhammad), niscaya Aku tidak menciptakan segala cakrawala.” 15

Dalam kaitannya dengan shalawat sebagai wasîlah, penulis me- ngutip empat poin dari beberapa penjelasan ulama ahli tasawuf. Pertama, jalan yang paling dekat (menuju wushul) kepada Allah pada akhir zaman, khususnya bagi orang yang senantiasa berbuat dosa, adalah memperbanyak istighfar (memohon ampun) dan membaca

shalawat kepada nabi. 16 Kedua, sesungguhnya membaca shalawat kepada nabi dapat menerangi hati dan me-wushul-kan tanpa guru kepada Allah Yang Maha Mengetahui segala yang gaib. 17 Ketiga, secara umum, membaca shalawat kepada nabi dapat me-wushul-kan kepada Allah tanpa guru karena sesungguhnya guru dan sanad di dalam shalawat adalah shahib ash-shalawat (pemilik shalawat) itu sendiri, yakni Rasulullah. Hal ini karena shalawat diperlihatkan kepada nabi dan Allah memberi shalawat kepada pembacanya. Ini berbeda dengan zikir-zikir selain shalawat yang mengharuskan adanya guru (mursyid ) yang ‘arif billah. Sebab, jika tidak ada guru atau mursyid maka setan akan masuk ke dalam zikir itu dan orang yang

berzikir tidak akan dapat memeroleh manfaat dari zikirnya. 18 Keempat, sesungguhnya para ulama sependapat bahwa semua amal perbuatan ada yang diterima dan ada yang ditolak, terkecuali shalawat kepada nabi karena sesungguhnya shalawat kepada nabi itu maqbûlatun qath’an (diterima secara pasti). 19

15 Syaikh Diyauddin Ahmad Musthafa an-Naqsyabandi, Jâmi’ al-Ushûl fi al-Auliyâ’, (Jiddah: al-Haramain, t.t.), hlm. 89. 16 Sayyid Syaikh Yusuf, Sa’âdah ad-Dârain, hlm. 35. 17 Ibid, hlm. 36. 18 Ibid, hlm. 90. 19 Sayyid Ahmad bin Sayyid Zaini Dakhlan, Taqrîb al-Ushûl li Tahshîl al-Ushûl fî Ma’rifah ar-Rabb wa ar-Rasûl, (Mesir: Musthafâ al-Bâbi al-Halabi wa Aulâduh,

1349 H.), hlm. 57. Bandingkan dengan Sayyid Abu Bakr Bakry al-Maliki bin Sayyid Muhammad Syatha ad-Dimyathi , Kifâyah al-Atqiyâk, (T.tp.: Dar Akhyar, t.t.), hlm. 48.

Tasawuf Kultural: Fenomena Shalawat Wahidiyah Sedangkan dalam pemahaman syari’ah, membaca shalawat dapat

memperbanyak pahala bagi pembacanya. D alam hadits nabi di- jelaskan bahwa orang yang membaca shalawat satu kali akan dibalas oleh Allah dengan bacaan shalawat sepuluh kali. 20

Di dalam Al-Qur’an juga disebutkan bahwa Allah memerintah- kan kepada orang-orang yang beriman agar membaca shalawat dan salam kepada nabi. 21 Sedangkan Rasulullah sendiri pernah bersabda: “Perbanyaklah membaca shalawat kepadaku, sesungguhnya Allah me- nugaskan malaikat untukku di kuburku; apabila seseorang dari umatku membaca shalawat kepadaku maka malaikat tersebut akan berkata kepadaku: ‘Ya Muhammad, sesungguhnya fulan bin fulan membaca shalawat kepadamu” (H.R. ad-Dailami dari Abu Bakar ash-Shiddiq dan oleh an-Numairi dari Hammad al-Kufi).