Arsitektur Jawa Dalam Tampilan Fisik
2.5.2. Arsitektur Jawa Dalam Tampilan Fisik
Sebagai dhapur griya, arsitektur Jawa memiliki kekayaan bentuk bangunan yang dapat dbedakan menjadi lima tipe, yaitu panggang-pe, kampung, limasan , joglo/tikelan, dan tajug/tajub/masjid (Mintoboedjono dalam Budiharjo, 1994:11-22 dan Hamzuri, t.t.;14). Masing-masing tipe tersebut masih berkembang menjadi berbagai varian/ragam bentuk menyesuaikan situasi dan kondisi lingkungan sekitar. Dengan demikian, penyelesaian dan perkembangan arsitektur Jawa di satu wilayah berbeda dengan wilayah lain karena masing- masing wilayah memiliki situasi dan kondisi lingkungan yang berbeda sehingga tidak ada satu pembakuan yang berlaku di seluruh Jawa (Parmono dalam Budiharjo, 1994:11). Sebagai contoh, setiap wilayah di Jawa Tengah memiliki kekhasan arsitektur sendiri-sendiri (Soegeng dalam Budiharjo, 1994:11-12), yakni sebagai berikut.
commit to user
memiliki kekhasan atap penchu, bekuk-lulang dan konsolnya.
2) Wilayah selatan (eks Karesidenan Kedu dan Banyumas) memiliki
kekhasan atap srotongan, trojogan, dan tikelan.
3) Wilayah tengah (eks Karesidenan Surakarta dan sekitarnya) memiliki kekhasan atap joglo.
a. Tipe Arsitektur Jawa
Berikut disajikan tabel yang berisi uraian kelima tipe arsitektur Jawa, yaitu panggang pe, kampung, limasan, joglo/tikelan, dan tajug/masjid menurut Hamzuri (t.t.: 14-60).
Tipe Arsitektur Jawa
Uraian
Kegunaan
Panggang pe
- Mempunyai tiang atau saka sebanyak empat
atau enam buah. - Pada sisi-sisi kelilingnya diberi dinding
sekedar penahan
hawa lingkungan
sekitarnya.
- Rumah tinggal orang desa atau kampung yang kurang mampu
Kampung
- Memiliki denah persegi atau persegi
panjang dengan dua bidang atap yang dipertemukan pada sisi atasnya dan ditutup menggunakan tutup keong.
- Bangunan pokoknya terdiri dari saka-saka yang berjumlah 4, 6, 8, dan seterusnya. - Ruangan dibagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian depan, tengah, dan belakang. Ruangan bagian tengah dibagi menjadi tiga kamar atau senthong, yaitu senthong kiwa (kamar kiri), senthong tengah (kamar tengah) dan senthong tengen (kamar kanan).
- Rumah tinggal orang desa atau kampung yang kurang mampu
Limasan - Memiliki denah persegi atau persegi
panjang dengan empat bidang atap, yaitu dua atap berbentuk segitiga (kejen/cocor) dan dua atap berbentuk trapesium sama kaki (brunjung).
- Ruangan dibagi menjadi tiga bagian, yaitu ruang depan, ruang tengah, dan ruang belakang. Pada ruang belakang terdapat tiga senthong, yaitu: senthong kiwa, senthong tengah dan senthong tengen. Sedangkan penambahan senthong atau kamar biasanya ditempatkan di sebelah kiri, senthong kiwa,
- Rumah tinggal orang mampu
Tabel 2.1. Tipe Arsitektur Jawa
commit to user
Joglo/tikelan
- Memiliki empat tiang pokok (saka guru)
dan blandar bersusun yang disebut blandar tumpang sari . Blandar tumpang sari ini merupakan blandar yang tersusun makin ke atas makin melebar.
- Memiliki kerangka yang disebut sunduk atau sunduk kili. Sunduk ini berfungsi sebagai penyiku atau penguat bangunan agar tidak berubah posisinya.
- Rumah tinggal orang terpandang dan dihormati.
Tajug/masjid - Memiliki denah bujur sangkar dengan
empat tiang dan empat bidang atap yang bertemu di satu titik puncak yang runcing.
- Bangunan sakral seperti cungkup, makam, langgar, mushola,
dan masjid.
b. Arsitektur Jawa Kontemporer (Masa Kini)
Prijotomo (1995:1) mengungkapkan bahwa arsitektur Jawa bukanlah arsitektur yang mandeg, mati, atau tak memungkinkan untuk ditafsir ke dalam massa kini dan masa depan. Dari pernyataan tersebut diketahui bahwa arsitektur Jawa dapat hadir dalam tampilan yang baru (kontemporer/masa kini) namun masih memegang hakekat arsitektur Jawa sebagai arsitektur pernaungan dengan konsep kosmologi Jawa di dalamnya. Masjid Said Na’um dijadikan Prijotomo (1995:1) sebagai contoh perkembangan arsitektur Jawa masa kini.