ditinjau dari segi pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia maka sebagai Lembaga Pemerintah Non Departemen yang bertanggung jawab langsung
kepada Presiden, diperintahkan oleh Undang-Undang untuk mengajukan prakarsa kepada Presiden dalam hal pengajuan pembentukan peraturan perundang-undangan
sepanjang menyangkut di bidang pemerintah, di bidang obat dan makanan dalam rangka mengambil suatu kebijakan yang mengacu kepada peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
C. Peranan Badan Pengawas Obat dan Makanan BPOM melalui Kebijakan
Obat Nasional
Menurut SK Menteri Kesehatan. No.25KabB.VII 71 tanggal 9 Juni 1971, yang disebut dengan obat ialah suatu bahan atau paduan bahan-bahan untuk
digunakan dalam menetapkan diagnosis, mencegah, mengurangi, menghilangkan, menyembuhkan penyakit, luka atau kelainan badaniah dan rohaniah pada manusia
atau hewan, memperelok badan atau bagian badan manusia. Menurut Undang-undang Farmasi obat adalah suatu bahan atau bahan-bahan
yang dimaksudkan untuk digunakan dalam menetapkan diagnosa, mencegah, mengurangi, menghilangkan dan menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit,
luka, ataupun kelainan badaniah, rohaniah pada manusia ataupun hewan. Sedangkan, Pengertian Obat dalam arti luas ialah setiap zat kimia yang dapat
mempengaruhi proses hidup, maka farmakologi merupakan ilmu yang sangat luas cakupannya.
39
39
http:sebuahsejuk.wordpress.com20110909obat-adalahdiakses pada tanggal 30 September 2013.
Universitas Sumatera Utara
Kebijakan Obat Nasional dalam pengertian luas dimaksudkan untuk meningkatkan pemerataan dan keterjangkauan obat secara berkelanjutan agar
tercapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Keterjangkauan dan penggunaan obat yang rasional merupakan bagian dari tujuan yang hendak
dicapai. Pemilihan obat yang tepat dengan mengutamakan penyediaan obat esensial dapat meningkatkan akses serta kerasionalan penggunaan obat.
Semua obat yang beredar harus terjamin keamanan, khasiat dan mutunya agar memberikan manfaat bagi kesehatan. Bersamaan dengan itu masyarakat harus
dilindungi dari salah penggunaan dan penyalahgunaan obat. Dengan demikian tujuan Kebijakan Obat Nasional adalah menjamin :
1. Ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat, terutama obat esensial.
2. Keamanan, khasiat dan mutu semua obat yang beredar serta melindungi
masyarakat dari penggunaan yang salah dan penyalahgunaan obat. 3.
Penggunaan obat yang rasional.
40
Pembangunan di bidang obat menunjukkan pula hasil yang meningkat, sampai tahun pertama Pelita I, sebagian besar kebutuhan obat masih sangat
tergantung pada import. Oleh karena itu, kebijaksanaan obat pada Pelita I dititkberatkan pada produksi obat jadi dalam Negeri.
41
Hambatan dalam upaya pendekatan dan pemerataan obat pada masyarakat antar lain adalah tingginya
harga obat, khususnya yang diproduksi oleh Penanaman Modal Asing PMA. Sebelum krisis moneter, konsumeen tidak hanya dibingungkan dengan ribuan
jumlah obat yang beredar, melainkan juga harganya. Dengan meningkatnya
40
http:seksikefarmasiansumenep.blogspot.com201302kebiajakan-obat-nasional.html dieakses pada tanggal 01 Oktober 2013.
41
Depkes RI. Kebijaksanaan obat nasional. Jakarta. Departemen Kesehatan, 1983, hal. 24.
Universitas Sumatera Utara
kesadaran masyarakat akan kesehatan dan pertumbuhan ekonomi, persentase yang mencari pengobatan akan naik dan penggunaan obat dalam pengobatan
sendiri. Berdasarkan uraian di atas, maka jelaslah perlunya peningkatan
penyelenggaraan upaya-upaya kesehatan untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan ini, dengan didukung oleh peningkatan pembangunan di bidang obat.
Maka dirumuslah KepMenKes RI No. 47MenkesSKII1983 tentang kebijaksanaan obat Nasional yang antara lain mengatur distribusi dan pelayanan obat,
penandaan, promosi, informasi, dan penyuluhan serta system informasi obat. Dengan dirumuskannya kebijaksanaan obat nasional tersebut, maka diharapkan
penggunaan obat dalam pengobatan mandiri selain dapat meningkatkan perluasan dan pemerataan jangkauan obat, dapat pula mencegah timbulnya kerugian dan
bahaya yang diakibatkan oleh kesalahan penggunaan yang kurang tepat dan berlebihan. Oleh karenanya dalam kebijaksanaan obat nasional ini dilakukan
upaya pengendalian dan pengawasan serta pembinaan dan penyuluhan, termasuk juga dalam hal pemberian informasi melalui promosi agar tidak menyesatkan
pemakaian obat yaitu : 1.
Penilaian, Pengujian, dan Pendaftaran Terhadap obat-obat Nasional, juga dilakukan penilaian, pengujian dan
pendaftaran adalah untuk menjamin agar obat yang beredar berkhasiat nyata, keamanannya dapat dipertanggungjawabkan, bermutu baik serta sesuai dengan
kebutuhan nyata. Sedangkan tujuan lain daripada penilaian, pengujian dan pendaftaran adalah meningkatkan ketetapan dan kerasionalan penggunaan obat.
Adapun aspek yang dinilai pada pendaftaran obat adalah setiap obat yang
Universitas Sumatera Utara
diedarkan harus melalui proses penilaian, pengujian, dan pendaftaran terlebih dahulu. Selain dilakukan penilaian dan pengujian untuk membuktikan
khasiat, keamanan dan mutunya, dilakukan juga penilaian terhadap kemanfaatannya didasarkan pada kebutuhan nyata. Dalam pelaksanaan uji
klinik perlindungan keselamatan perorangan dan masyarakat harus diperhatikan. Uji klinik diutamakan bagi pengembangan obat baru yaitu
sungguh-sungguh diperlukan sesuai dengan kebutuhan nyata serta untuk mengadakan penyesuaian dengan kondisi setempat Indonesia.
Sedangkan langkah-langkah dalam melakukan penilaian, pengujian, dan pendaftaran antara lain sebagai berikut :
a. Melaksanakan penilaian, pengujian, dan pendaftaran semua obat jadi
sebelum diedarkan b.
Penilaian dan pengujian kembali obat yang telah beredar, berdasarkan data baru yang terungkap setelah obat diedarkan
c. Melaksanakan penilaian dan pengujian mutu, serta pendaftaran bahan baku
dari sebagai sumber d.
Melaksanakan penilaian terhadap obat yang akan digunakan untuk uji klinik, serta melakukan pengawasan pelaksanaannya.
e. Melaksanakan kerjasama lintas program, sektoral, regionl, internasional,
dalam rangka penilaian, pengujian, dan pendaftaran obat. Khusus dalam penilaian dan pengujian obat hewan dilakuakan kerjasama yang serasi dan
saling mengisi dengan Departemen Pertanian. f.
Melaksanakan Rasionalisasi nama dagang dan penerapan konsepsi nama generic.
42
42
Midian Sirait, Op.Cit , hal. 56-58.
Universitas Sumatera Utara
2. Sistem Informasi Obat
Sistem informasi obat yang dilakukan oleh pemerintah ini bertujuan untuk menunjang pelaksanaan pengendalian, pengawasan dan pengelolaan
obat dengan tersedianya informasi yang diperlukan. Langkah-langkah yang ditempuh dalam melakukan sistem informasi
obat ini adalah : a.
Pengembangan pusat informasi obat untuk pengumpulan, pengelolaan dan penyebaran informasi kepada semua pihak yang memerlukan
b. Pengembangan dan peningkatan Monitoring Efek Samping Obat MESO
c. Pengembangan dan peningkatan monitoring dan penggunaan obat,
termasuk monitoring residu obat pada produk hewani dengan kerjasama dengan instansi yang terkait.
d. Pengembangan dan peningkatan monotering kerusakan obat
e. Pengembangan kerjasama lintas program, lintasan sektoral, regional, dan
internasional dengan peran serta organisasi profesi dalam pengumpulan, pertukaran, pengelolaan dan penyebaran informasi.
Sistem informasi obat ini dilaksanakan dan dikelola secara terpadu dengan kerjasama lintas program, lintas sektoral, regional, dan internasional
dengan pengikutsertaan semua pihak yang terkait dengan upaya-upaya di bidang obat dan harus dapat menunjang tercapainya tujuan pembangunan
di bidang obat. Perihal kebijaksanaan obat nasional ini merupakan salah satu tugas dari Departemen Kesehatan, dimana juga merupakan salah satu upaya dalam
memberikan perlindungan masyarakat terhadap peredaran dan penggunaan obat.
Universitas Sumatera Utara
Instansi yang mempunyai tugas melakukan pengawasan obat adalah Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, sebagai unit pertama
Departemen Kesehatan yang melaksanakan pokok upaya kesehatan melindungi masyarakat. Yang menjadi landasan dari pengawasan periklanan
adalah Keputusan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Penerangan No. 252MenkesSKBVIII80 dan No.122KepMenpen1980 tentang
pengendalian dan pengawasan iklan obat, makanan minuman, kosmestika, dan alat kesehatan. Menurut keputusan tersebut, Menteri Kesehatan
melakukan pengawasan terhadap materi periklanan melalui kriteria teknis medis maupun etis.
3. Monitoring Efek Samping Obat MESO
Beredarnya obat-obat dalam masyarakat harus disertai adanya sistem informasi yang efektif, sehingga pemerintah dapat mendeteksi setiap
permasalahan yang ada untuk kemudian dapat diatasi secara cepat dan tepat. Monitoring adalah suatu sistem pencacatan, analisis, dan evaluasi mengenai
setiap efek samping yang timbul saat pemakaian obat untuk manusia. Walaupun pendaftaran telah dilakukan evaluasi mengenai khasiat, keamanan
dan kemanfaatan obat, tetapi ada beberapa efek obat yang hanya diketahui setelah obat beredar.
Maksud dan tujuan MESO adalah untuk sedini mungkin memperoleh informasi baru mengenai efek samping obat, tingkat kegawatan serta
frekuensi kejadiannya, sehingga dapat segera dilakukan tindak lanjut yang
Universitas Sumatera Utara
diperlukan, seperti penarikan obat yang bersangkutan dari peredaran; pembatasan penggunaan obat, misalnya perubahan golongan obat;
pembatasan indikasi; perubahan penandaan; dan tindakan lain yang dianggap perlu untuk pengamanan atau penyesuaian penggunaan obat.
Sebagai tindak lanjut intruksi Menteri Kesehatan RI No. 186Menkes IV1980 tanggal 21 Mei 1980, telah dibentuk tim MESO Nasional.
Dalam penyelanggaraan MESO, Pusat MESO Nasional bekerjasama dengan WHO, dan dalam kerjasama ini pusat MESO Nasional memproleh informasi
mengenai efek samping dari WHO dan memeberikan input secara aktif kepada WHO.
43
4. Pemeliharaan Mutu Obat
Usaha pemeliharaan mutu obat dititikberatkan pada tanggung jawab produksi obat itu sendiri. Dalam hal ini telah dianjurkan pelaksanaan produksi
dan pemeriksaan mutu yang baik good practices in the manufacture and quality control of drugs: GMP dan telah ditetapkan beberapa peraturan
pendukung berupa : a.
Keputusan Menteri Kesehatan tentang persyaratan minimal sarana produksi dan pemeliharaan mutu
b. Keputusan Menteri Kesehatan tentang peraturan dan distribusi obat yang
antara lain mengharuskan pabrik farmasi, melakukan pemeriksaan terhadap bahan baku yang digunakan dan obat jadi produksi.
43
Ibid, hal. 71.
Universitas Sumatera Utara
Sebagai patokan baik untuk produsen maupun untuk pengawasan mutu obat, telah ditetapkan spesifikasi dan metode pemeriksaan terhadap
obat, antara lain Farmakope Indonesia Edisi III dan Extra Farmakope Indonesia. Telah diterbitkan pula Materi Medika Indonesia yang berisi
spesifikasi untuk simplisia. Pengawasan terhadap mutu obat dilakukan oleh pemerintah dengan
melakukan sampling terencana dan pemeriksaan secara laboratorium. Pemeriksaan dilakukan oleh Pusat Pemeriksaan Obat dan Makanan di Jakarta
dan Balai pemeriksaan Obat di daerah. Berkaitan dengan pelaksanaan GMP dalam kriteria obat jadi diisyaratkan pula bahwa industri farmasi pemohon
harus memiliki fasilitas pemeriksaan mutu obat yang lengkap sesuai dengan jenis obat yang didaftarkan. Disadari bahwa bagi kebayakan pabrik
farmasi nasional, persyaratan ini sulit dipenuhi. Dengan mempertimbangkan pemerataan kesempatan berusaha, dipikirkan jalan keluar melalui konsepsi
“jointreferral laboratory” tanpa mengorbankan prinsip GMP.
44
5. Pengaturan dan Pengawasan Obat
Meningkatkan produksi dan distribusi obat jelas disertai langkah pengendalian dan pengawasan yang tepat dengan upaya yang terpadu,
sehingga obat-obat yang beredar di masyarakat senantiasa terjaga kualitas, khasiat dan keamanannya. Di samping registrasi obat jadi, beberapa langkah
pokok pemerintah di bidang pengendalian dan pemeriksaan sarana produksi dan distribusi.
44
Ibid, hal. 72.
Universitas Sumatera Utara
6. Pengujian Laboratorium
Terhadap obat-obat yang belum maupun telah beredar di masyarakat, pemerintah melakukan sampling untuk dilakukan pengujian di laboratorium.
Badan POM mempunyai Balai Pemeriksaan Obat dan Makanan yang berada di Jakarta. Dengan adanya laboratorium-laboratorium tersebut, maka langkah
pengawasan akan dapat dilakukan dengan lebih baik, dan setiap adanya bentuk kemunduran mutu obat yang beredar akan dapat dideteksi lebih awal
sebelum berakibat luas di masyarakat. 7.
Pemeriksaan Sarana Produksi dan Distribusi Karena keterbatasan tenaga dan fasilitas, pemeriksaan setempat belum
dapat dilakukan dengan baik. Pada dewasa ini, pemeriksaan produksi dan distribusi dapat dilakukan dengan lebih baik, lebih intensif yang dilakukan
oleh aparat kepolisian khusus POLSUS Badan POM. Pengadaan dan Pendidikan POLSUS ini akan ditingkatkan terus sehingga Badan POM dapat
melakukan tindakan cepat dan tepat apabila terjadi kasus-kasus pelanggaran di bidang produksi dan distribusi obat. Adanya aparat yang mempunyai
wewenang polisional terbatas ini banyak hal yang akan dapat melindungi masyarakat luas terhadap obat-obat palsu ataupun obat-obat sub standar.
45
8. Distribusi dan Pelayanan Obat
Pola sistem dan tatalaksana distribusi harus dapat menjamin pengaman lalu lintas dan penggunaan obat serta keabsahan dan mutu obat.
Distribusi obat terutama pelyanan langsung kepada masyarakat harus ditangani
45
Ibid, hal. 73.
Universitas Sumatera Utara
secara professional. Pemerataan pelayanan obat kepada masyarakat antara lain dilakukan dengan mengembangkan perwujudan asas kegotongroyongan
dalam pembiayaan. Adapun tujuan dari distribusi obat antara lain :
a Terlaksananya distribusi obat yang berdayaguna dan berhasilguna yang
menjamin penyebaran obat secara merata dan teratur serta dapat diperoleh oleh yang membutuhkan pada saat diperlukan.
b Terjaminnya mutu dan keabsahan obat serta ketepatan, kerasionalan dan
efisiensi penggunaan obat c
Terlaksananya pengamanan lalu lintas dan penggunaan obat d
Pemerataan pelayanan obat kepada masyarakat Sedangkan langkah-langkah yang diambil dalam distribusi dan
pelayanan obat adalah : a
Mengembangkan sarana distribusi obat yang memadai untuk setiap tingkat dan unit kesehatan sektor pemerintah dan meningkatkan pengelolaan
distribusi obat agar lebih berdayaguna dan berhasilguna. b
Penyempurnaan sistem distribusi obat untuk meningkatkan hasilguna dan berdayaguna dengan memperhatikan penyebaran dan pemerataan sarana
distribusi sesuai dengan kebutuhan. c
Menetapkan cara-cara distribusi yang lebih baik, termasuk pemelihara mutu. d
Memperluas, meratakan dan meningkatkan mutu pelayanan obat kepada masyarakat, melalui apotik dan sarana pelayanan obat lainnya.
e Meningkatkan kerjasama yang serasi antara profesi farmasi dan profesi
kedokteran dalam pelayanan obat kepada masyarakat.
46
46
Midian Sirait, Laporan Penyusunan Kebijakan Obat Nasional dalam Sidang Senat Institut Teknologi Bandung, 28 November 1992, hal. 8.
Universitas Sumatera Utara
D. Pengawasan Terhadap Peredaran Obat di Sumatera Utara