Pengertian Konsumen dan Hukum Perlindungan Konsumen

A. Pengertian Konsumen dan Hukum Perlindungan Konsumen

Praktis, sebelum tahun 1999, hukum positif Indonesia belum mengenal istilah konsumen. Kendatipun demikian, hukum posituf Indonesia berusaha untuk menggunakan beberapa istilah yang pengertiannya berkaitan dengan konsumen. Variasi penggunaan istilah yang berkaitan dengan konsumen tersebut mengacu kepada perlindungan konsumen, namun belum memiliki ketegasan dan kepastian hukum tentang hak-hak konsumen. 4 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1961 tentang Barang, dalam pertimbangannya menyebutkan “kesehatan dan keselamatan rakyat, mutu dan susunan komposisi barang”. Penjelasan undang-undang ini menyebutkan variasi barang dagangan yang bermutu kurang baik atau tidak baik dapat membahayakan dan merugikan kesehatan rakyat. Maka perlu adanya pengaturan tentang mutu maupun susunan bahan serta pembungkusan barang-barang dagangan. Ada beberapa pengertian konsumen menurut Undang-Undang yaitu : 1. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, secara tegas meneyebutkan dengan istilah “pengguna jasa” Pasal 1 Angka 10 sebagai konsumen jasa, yang diartikan sebagai setiap orang danatau badan hukum yang menggunakan jasa angkutan orang maupun barang. 2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan menggunakan istilah “setiap orang” untuk pemakai, pengguna danatau pemanfaat jasa kesehatan dalam konteks konsumen, hal ini disebutkan dalam Pasal 1 Angka 1, Pasal 3, 4, 5 dan Pasal 46. Istilah “masyarakat” juga digunakan dalam undang-undang ini dengan asumsi sebagai konsumen, hal ini termaktub dalam Pasal 9, 10 dan Pasal 21. 4 Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen, Prenada Media Group, Jakarta, 2013, hal. 13. Universitas Sumatera Utara 3. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan beberapa istilah yang berkaitan dengan konsumen, yaitu : pembeli, penyewa, penerima hibah, peminjam dan sebagainya. Adapun dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang ditemukan istilah tertanggung dan penumpang. 4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat telah mengenal istilah konsumen, dan menyebutkan bahwa konsumen adalah setiap pemakai danatau pengguna barang danjasa baik untuk kepentingan diri sendiri maupun untuk kepentingan pihak lain. Istilah konsumen berasal dan alih bahasa dari kata consumer, secara harafiah arti kata consumer adalah lawan dari produsen setiap orang yang menggunakan barang. Berdasarkan dari beberapa pengertian yang dikemukan di atas, maka konsumen dapat dibedakan kepada tiga batasan, yaitu : 1. Konsumen komersial commercial consumer, adalah setiap orang yang mendapatkan barang danatau jasa lain dengan tujuan mendapatkan keuntungan. 2. Konsumen antara intermediate consumer, adalah setiap orang yang mendapatkan barang danatau jasa yang digunakan untuk diperdagangkan kembali, juga digunakan dengan tujuan mencari keuntungan. 3. Konsumen akhir ultimate consumerend user, adalah setiap orang yang mendapatkan dan menggunakan barang danatau jasa untuk tujuan memenuhi kebutuhan kehidupan pribadi, keluarga, orang lain, dan mahluk hidup lainnya dan tidak untuk diperdagangkan kembali danatau untuk mencari keuntungan kembali. 5 Sesungguhnya peranan hukum dalam konteks ekonomi adalah menciptakan ekonomi dan pasar yang kompetatif. Terkait dengan hal ini pula, bahwa tidak ada pelaku usaha atau produsen tunggal yang mampu mendominasi pasar, 5 Zulham, Op.Cit., hlm.17 Universitas Sumatera Utara selama konsumen memiliki hak untuk memilih produk mana menawarkan nilai terbaik, baik dalam harga maupun mutu. Serta tidak ada pelaku usaha dan produsen yang mampu menetapkan harga berlebihan atau menawarkan produk dengan kualitas yang rendah, selama masih ada produsen lain dan konsumen akan pindah kepada produk lain tersebut. 6 Perlindungan konsumen harus mendapat perhatian yang lebih, karena investasi asing telah menjadi bagian pembangunan ekonomi Indonesia, dimana ekonomi Indonesia juga berkaitan dengan ekonomi dunia. Persaingan internasional dapat membawa implikasi negatif bagi konsumen. 7 Perlindungan konsumen tidak saja terhadap barang-barang berkualitas rendah, akan tetapi juga terhadap barang-barang berkualitas rendah, akan tetapi juga terhadap barang-barang yang membahayakan kehidupan masyarakat. Perlindungan konsumen adalah istilah yang dipakai untuk menggambarkan perlindungan hukum yang diberikan kepada konsumen dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhannya dari hal-hal yang merugikan konsumen itu sendiri. Undang-Undang Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. 8 Perlindungan konsumen mempunyai cakupan yang luas, meliputi perlindungan konsumen terhadap barang dan jasa hingga sampai akibat-akibat dari pemakaian barang danatau jasa tersebut. Cakupan perlindungan konsumen itu dapat dibedakan dalam dua aspek, yaitu: 9 6 Zulham, Op.Cit., hal. 21. 7 Ibid 8 Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. 9 Zulham, Op.Cit., hal. 22. Universitas Sumatera Utara 1. Perlindungan terhadap kemungkinan barang yang diserahkan kepada konsumen tidak sesuai dengan apa yang telah disepkati. 2. Perlindungan terhadap diberlakukannya syarat-syarat yang tidak adil kepada konsumen. Keinginan yang hendak dicapai dalam perlindungan konsumen dalam memenuhi kebutuhan adalah menciptakan rasa aman bagi konsumen dalam memenuhi kebutuhan hidup. Terbukti bahwa semua norma perlindungan konsumen dalam undang-undang perlindungan konsumen memiliki sanksi pidana. 10 Singkatnya bahwa segala upaya yang dimaksudkan dalam perlindungan konsumen tersebut tidak saja terhadap tindakan preventif, akan tetapi juga tindakan represif dalam semua bidang perlindungan yang diberikan kepada konsumen. Maka pengaturan perlindungan konsumen dilakukan dengan : 1. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur keterbukaan akses informasi, serta menjamin kepastian hukum. 2. Melindungi kepentingan konsumen pada khususnya dan kepentingan seluruh pelaku usaha. 3. Meningkatkan kualitas barang dan pelayanan jasa. 4. Memberikan perlindungan kepada konsumen dari praktik usaha yang menipu dan menyesatkan. 5. Memadukan penyelenggaraan, pengembangan dan pengaturan perlindungan konsumen dengan bidang-bidang perlindungan pada bidang-bidang lainnya. 11 Perlindungan konsumen menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Pasal 1 ayat 1 adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Sedangkan, konsumen adalah setiap orang pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan sendiri, keluarga, orang lain, maupun mahluk hidup lain dan untuk tidak diperdagangkan. 10 Ibid 11 Ibid Universitas Sumatera Utara Kepastian hukum dalam pengertian perlindungan konsumen dalam undang-undang tersebut di atas berarti konsumen mempunyai hak untuk memperoleh barang atau jasa yang menjadi kebutuhannya serta mempunyai hak untuk menuntut apabila dirugikan pelaku usaha penyediaan kebutuhan tersebut. Kepastian hukum tersebut secara umum bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat. Hukum konsumen diartikan sebagai keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah bersifat mengatur hubungan dan masalah antara berbagai pihak satu sama lain berkaitan dengan barang atau jasa konsumen di dalam pergaulan hidup. Sedangkan hukum perlindungan konsumen adalah hukum perlindungan konsumen merupakan bagian dari hukum konsumen yang memuat asas-asas atau kaidah-kaidah bersifat mengatur, dan juga mengandung sifat yang melindungi kepentingan konsumen. Jadi, dapat disimpulkan bahwa hukum konsumen berskala lebih luas daripada hukum perlindungan konsumen merupakan bagian dari hukum konsumen yang mengatur lebih rinci asas-asas perlindungan bagi konsumen sebagai pihak yang lebih lemah dibandingkan produsen. M.J. Leder menyatakan : “In a sanse there is no such creature as consumer law”. 12 Sekalipun demikian, secara umum sebenarnya hukum konsumen dan hukum perlindungan konsumen itu seperti yang dinyatakan oleh Lowe yakni : …rules of law which recognize the berganing weaknes recognize the begaining weakness of the individual consumer and which ensure the weakness is not unfairly exploited. 13 12 Celine Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, Sinar Grafika, Jakarta, 2011, hal. 13. 13 Ibid Universitas Sumatera Utara Karena, posisi konsumen yang lemah maka ia harus dilindungi oleh hukum. Salah satu sifat, sekaligus tujuan hukum itu adalah memberikan perlindungan pengayoman kepada masyarakat. Jadi, sebenarnya hukum konsumen dan hukum perlindungan konsumen adalah dua bidang hukum yang sulit dipisahkan dan ditarik batasnya. Ada juga yang berpendapat lain, seperti Az. Nasution berpendapat “hukum perlindungan konsumen merupakan bagian dari hukum konsumen yang memuat asas-asas atau kaidah-kaidah bersifat mengatur, dan juga sifat yang melindungi konsumen”. 14 Adapun hukum konsumen diartikan sebagai keseluruhan asas-asas hukum yang mengatur hubungan dan masalah antara berbagai pihak satu sama lain berkaitan dengan barang atau jasa konsumen di dalam pergaulan hidup. A.Z. Nasution mengakui, asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan dan masalah konsumen itu tersebar dalam berbagai bidang hukum, baik tertulis maupun tidak tertulis. Ia menyebutkan seperti hukum perdata, hukum dagang, hukum pidana, hukum administrasi negara dan hukum internasional, terutama konvensi-konvensi yang berkaitan dengan kepentingan-kepentingan konsumen. Dari pernyataan A.Z. Nasution ada yang belum jelas penjelasannya yaitu berkaitan dengan kaidah-kaidah hukum perlindungan konsumen yang senantiasa bersifat mengatur, dapat kita lihat jelasnya dalam Pasal 383 KUHP berikut ini. Diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan, seorang penjual yang berbuat curang terhadap pembeli : 14 Ibid Universitas Sumatera Utara 1. Karena sengaja menyerahkan barang lain daripada yang ditunjuk untuk dibeli, 2. Mengenai jenis keadaan atau bayaknya barang yang diserahkan dengan menggunakan tipu muslihat. Seharusnya ketentuan memaksa dalam Pasal 383 KUHP itu juga memenuhi syarat untuk dimasukkan ke dalam wilayah hukum perlindungan konsumen. Artinya inti persoalannya bukan terletak pada kaidah yang harus “mengatur” atau “memaksa”. Dengan demikian, seyogianya dikatakan, hukum konsumen berskala lebih luas meliputi berbagai aspek hukum yang terdapat kepentingan konsumen di dalamnya. Kata aspek hukum ini bergantung pada kemauan kita mengartikan “hukum”, termasuk juga hukum diartikan sebagai asas dan norma. Salah satu bagian dari hukum konsumen ini adalah aspek perlindungannya, misalnya bagaimana cara mempertahankan hak-hak konsumen terhadap gangguan pihak lain.

B. Latar Belakang Lahirnya Perlindungan Konsumen

Dokumen yang terkait

Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap Peredaran Produk Kosmetik Berbahaya Yang Mencantumkan Nomor Izin Edar Badan Pengawas Obat Dan Makanan Palsu (Studi Pada : BPOM Medan)

0 5 10

Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap Peredaran Produk Kosmetik Berbahaya Yang Mencantumkan Nomor Izin Edar Badan Pengawas Obat Dan Makanan Palsu (Studi Pada : BPOM Medan)

0 0 1

Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap Peredaran Produk Kosmetik Berbahaya Yang Mencantumkan Nomor Izin Edar Badan Pengawas Obat Dan Makanan Palsu (Studi Pada : BPOM Medan)

2 10 20

Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap Peredaran Produk Kosmetik Berbahaya Yang Mencantumkan Nomor Izin Edar Badan Pengawas Obat Dan Makanan Palsu (Studi Pada : BPOM Medan)

0 0 42

Perlindungan Konsumen Terhadap Peredaran Makanan dan Minuman yang Tidak Berlabel Halal di Kota Medan (Studi Kasus : BPOM Kota Medan dan MUI Kota Medan)

0 0 8

Perlindungan Konsumen Terhadap Peredaran Makanan dan Minuman yang Tidak Berlabel Halal di Kota Medan (Studi Kasus : BPOM Kota Medan dan MUI Kota Medan)

0 0 2

Perlindungan Konsumen Terhadap Peredaran Makanan dan Minuman yang Tidak Berlabel Halal di Kota Medan (Studi Kasus : BPOM Kota Medan dan MUI Kota Medan)

0 0 11

Perlindungan Konsumen Terhadap Peredaran Makanan dan Minuman yang Tidak Berlabel Halal di Kota Medan (Studi Kasus : BPOM Kota Medan dan MUI Kota Medan)

0 19 30

Perlindungan Konsumen Terhadap Peredaran Makanan dan Minuman yang Tidak Berlabel Halal di Kota Medan (Studi Kasus : BPOM Kota Medan dan MUI Kota Medan)

0 0 4

BAB I PENDAHULUAN - Aspek Perlindungan Konsumen Terhadap Peredaran Obat Keras Di Pasaran (Studi pada BPOM Medan)

0 0 15