Latar Belakang Lahirnya Perlindungan Konsumen

1. Karena sengaja menyerahkan barang lain daripada yang ditunjuk untuk dibeli, 2. Mengenai jenis keadaan atau bayaknya barang yang diserahkan dengan menggunakan tipu muslihat. Seharusnya ketentuan memaksa dalam Pasal 383 KUHP itu juga memenuhi syarat untuk dimasukkan ke dalam wilayah hukum perlindungan konsumen. Artinya inti persoalannya bukan terletak pada kaidah yang harus “mengatur” atau “memaksa”. Dengan demikian, seyogianya dikatakan, hukum konsumen berskala lebih luas meliputi berbagai aspek hukum yang terdapat kepentingan konsumen di dalamnya. Kata aspek hukum ini bergantung pada kemauan kita mengartikan “hukum”, termasuk juga hukum diartikan sebagai asas dan norma. Salah satu bagian dari hukum konsumen ini adalah aspek perlindungannya, misalnya bagaimana cara mempertahankan hak-hak konsumen terhadap gangguan pihak lain.

B. Latar Belakang Lahirnya Perlindungan Konsumen

Perkembangan perekonomian, perdagangan, dan perindustrian yang kian hari kian meningkat telah memberikan kemajuan yang luar biasa kepada konsumen karena ada beragam variasi produk barang dan jasa yang biasa dikonsumsi. 15 Produk barang dan jasa yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia semakin lama semakin canggih dan bayak memberikan manfaat bagi konsumen untuk memilih secara bebas barangjasa yang diinginkannya namun dapat pula menyebabkan posisi konsumen menjadi lemah daripada posisi pelaku usaha. 16 15 Happy Susanto, Op.Cit., hal. 2. 16 Ibid Universitas Sumatera Utara Perlindungan terhadap konsumen menjadi terasa penting apalagi mengingat makin lajunya ilmu pengetahuan dan teknologi yang merupakan motor penggerak bagi produktivitas dan efisiensi produsen atas barang atau jasa yang dihasilkannya dalam rangka mencapai sasaran usaha. 17 Praktik monopoli dan tidak adanya perlindungan konsumen meletakkan posisi konsumen dalam tingkat terendah dalam mengahadapi pelaku usaha ini jelas sangat merugikan kepentingan masyarakat. Terlebih di Indonesia petaka yang menimpa konsumen sering sekali terjadi. Selama beberapa dasawarsa sejumlah peristiwa penting yang menyangkut keamanan konsumen dalam mengkonsumsi barang dan jasa, mencuat ke permukaan sebagai keprihatinan nasional yang tidak kunjung mendapat perhatian dari sisi perlindungan konsumen. Dengan demikian, upaya-upaya untuk memberikan perlindungan yang memadai terhadap kepentingan perlindungan konsumen merupakan suatu hal yang penting dan sangat mendesak untuk dicari solusinya. Timbulnya kesadaran konsumen ini telah melahirkan salah satu cabang baru ilmu hukum, yaitu hukum perlindungan konsumen atau yang kadang kala dikenal juga dengan hukum konsumen consumers law. Hukum perlindungan konsumen merupakan cabang hukum baru, namun bercorak universal. 18 Perangkatnya diwarnai hukum asing, namun kalau kita teliti dari hukum positif yang sudah ada di Indonesia ternyata dasar-dasar yang menopang sudah ada sejak dulu, beberapa produk hukum yang diberlakukan sejak zaman kolonial bahkan juga telah menyinggung sendi-sendi penting perlindungan konsumen. 17 Celine Tri Siwi Kristiyanti, Op.Cit., hal. 5. 18 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2003, hal. 12. Universitas Sumatera Utara Maraknya gerakan konsumen dimulai seiring resolusi 2111 UNESCO tahun 1977 tentang perlindungan konsumen. Masalah perlindungan konsumen di Indonesia masih dianggap baru, sehingga terdapat kemungkinan bahwa peraturan perundang-undangan maupun segala aspek yang berkaitan dengan hal tersebut belum banyak dipahami oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Di Indonesia sendiri, gerakan perlindungan konsumen menggema dari gerakan serupa di Amerika Serikat yang dimulai dari tahun 1960-an dan baru terdengar pada tahun 1970-an. Tepatnya pada tanggal 20 April 1999 dan baru berlaku pada tanggal 20 April 2000, yang ditandai dengan lahirnya Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia YLKI Tahun 1973 yang mempunyai tujuan agar konsumen tidak dirugikan dalam mengkonsumsi barang dan jasa. Sebelum berlakunya UUPK, konsumen dapat memperjuangkan kepentingan-kepentingan hukumnya dengan memanfaatkan instrumen-instrumen pokok hukum perdata, hukum pidana, hukum dagang, hukum acara perdata, hukum acara pidana, hukum internasional, meskipun secara empiris itu tidak begitu meningkatkan martabat konsumen, apalagi mengayomi konsumen. Konsumen masih tetap berada pada posisi yang lemah. Tetapi itu tidak berarti konsumen tidak dilindungi sama sekali, betapapun lemahnya instrumen-instrumen hukum pokok. Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen ini diharapkan dapat mendidik masyarakat Indonesia untuk lebih menyadari akan segala hak-hak dan kewajiban-kewajibanya yang dimiliki terhadap pelaku usaha. 19 Dimana juga 19 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Op.Cit., hal. 2. Universitas Sumatera Utara dikatakan di dalam undang-undang bahwa untuk meningkatkan kesadaran, pengetahuan, kepedulian, dan kemandirian konsumen untuk melindungi dirinya, serta menumbuhkembangkan sikap pelaku usaha yang bertanggung jawab. Hukum perlindungan konsumen merupakan bagian dari hukum konsumen yang memuat asas-asas atau kaidah-kaidah bersifat mengatur dan juga mengandung sifat melindungi kepentingan konsumen. Secara universal berbagai hasil penelitian dan pendapat para pakar, ternyata konsumen umumnya berada pada posisi yang lemah dalam hubungannya dengan pengusaha, baik secara ekonomis, tingkat pendidikan maupun kemampuan atau daya bersaing. Kedudukan konsumen ini, baik yang bergabung dalam suatu organisasi, apalagi individu, tidak seimbang dibandingkan kedudukan pengusaha. Oleh karena itu, untuk menyeimbangkan kedudukan tersebut dibutuhkan perlindungan konsumen. Adapun pokok-pokok dan pedomannya telah termuat dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan Ketetapan MPR Nomor IIMPR1993. Di samping itu beberapa materi tertentu secara seporadis termuat di dalam peraturan perundang-undangan sebenarnya ditujukan untuk keperluan lain dari mengatur danatau melindungi kepentingan konsumen sejalan dengan batasan hukum konsumen. Hukum konsumen pada pokoknya lebih berperan pada hubungan dan masalah konsumen yang kondisi para pihaknya berimbang dalam kedudukan sosial ekonomi, daya saing maupun tingkat pendidikan. Rasionya adalah sekalipun tidak selalu tepat, bagi mereka yang berkedudukan seimbang demikian, maka mereka masing-masing lebih mampu mempertahankan dan menegakkan hak-hak mereka yang sah. Universitas Sumatera Utara Hukum Perlindungan Konsumen dibutuhkan apabila kondisi pihak-pihak yang mengadakan hubungan hukum atau bermasalah dalam masyarakat itu tidak seimbang. Merupakan kenyataan bahwa kedudukan konsumen yang berjumlah besar baik secara kelompok maupun individu sangat lemah dibandingkan dengan para penyedia barang atau jasa swasta maupun pemerintah publik. Di negara-negara yang sekarang ini disebut negara-negara maju telah menempuh pembangunan melalui tiga tingkat : unifikasi, industrialisasi dan negara kesejahteraan. Konsumen yang keberadaannya sangat tidak terbatas, dengan strata yang sangat bervariasi menyebabkan produsen melakukan kegiatan pemasaran dan distribusi produk barang atau jasa dengan cara-cara yang seefektif mungkin agar dapat mencapai konsumen yang sangat majemuk tersebut. Untuk itu semua cara pendekatan diupayakan sehingga mungkin menimbulkan berbagai dampak, termasuk keadaan yang menjurus kepada tindakan yang bersifat negatif bahkan tidak terpuji yang berawal dari etika buruk. Dampak buruk yang lazim terjadi, antara lain kualitas atau mutu barang, informasi yang tidak jelas bahkan menyesatkan, pemalsuan dan sebagainya. Beranjak dari situasi yang sedemikian komplit maka perlindungan terhadap konsumen juga membutuhkan pemikiran yang luas pula. Hal ini sangat penting, kepentingan konsumen pada dasarnya sudah ada sejak awal sebelum barang atau jasa diproduksi selama dalam proses produksi sampai saat distribusi sehingga sampai di tangan konsumen sebenarnya merupakan wujud nyata dari ekonomi kerakyatan. 20 20 Yusuf Shofie, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-instrumen Hukumnya. PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hal. 2. Universitas Sumatera Utara Dalam praktek perdagangan yang merugikan konsumen, diantaranya penentuan harga barang dan hal-hal yang tidak patut, pemerintah harus secara konsisten berpihak kepada konsumen yang pada umumnya orang kebanyakan. Dalam hubungan ini, penjabaran perlindungan terhadap konsumen juga dituangkan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara 1993 melalui Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat MPR No. IIMPR1993, Bab IV, huruf F butir 4a, yaitu : “..... Pembagunan perdagangan ditujukan untuk memperlancarkan arus barang dan jasa dalam rangka menunjang peningkatan produk dan daya saing, meningkatkan pendapatan produsen terutama produsen hasil pertanian rakyat dan pedagang, melindungi kepentingan konsumen....”. 21 Komitmen melindungi kepentingan konsumen konsumen akhir, bukan konsumen pedagang rupanya masih menjadi huruf-huruf mati melalui TAP MPR Nomor IIMPR1993, karena tidak peraturan perundang-undangan pelaksanaannya yang memang ditujukan untuk itu. Ketidakjelasan itu bukanlah karena belum adanya penelitian dan pengkajian norma-norma perlindungan konsumen macam apa yang sesuai dengan situasi dan konsumen Indonesia, bahkan sebagian besar konsumen Indonesia enggan mengadukan kerugian yang dialaminya walaupun konsumen telah dirugikan oleh produsenpengusaha. Keengganan ini bukanlah karena mereka konsumen tidak sadar hukum, bahkan mereka sadar hukum ketimbang sebagian daripada para penegak hukumnya sendiri, keengganan para 21 Ibid Universitas Sumatera Utara konsumen lebih didasarkan pada : Tidak jelasnya norma-norma perlindungan konsumen. Praktek peradilan kita yang tidak lagi sederhana, cepat dan biaya ringan. Sikap menghindar konflik walaupun hak-haknya sebagai konsumen dilanggar pengusaha. Dari segala kondisi yang telah dikemukakan maka jelaslah bahwa posisi konsumen itu lemah sehingga ia harus dilindungi oleh hukum, karena salah satu sifat, sekalipun tujuan hukum itu memberikan perlindungan pengayoman kepada masyarakat. 22

C. Hak dan Kewajiban Konsumen

Dokumen yang terkait

Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap Peredaran Produk Kosmetik Berbahaya Yang Mencantumkan Nomor Izin Edar Badan Pengawas Obat Dan Makanan Palsu (Studi Pada : BPOM Medan)

0 5 10

Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap Peredaran Produk Kosmetik Berbahaya Yang Mencantumkan Nomor Izin Edar Badan Pengawas Obat Dan Makanan Palsu (Studi Pada : BPOM Medan)

0 0 1

Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap Peredaran Produk Kosmetik Berbahaya Yang Mencantumkan Nomor Izin Edar Badan Pengawas Obat Dan Makanan Palsu (Studi Pada : BPOM Medan)

2 10 20

Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap Peredaran Produk Kosmetik Berbahaya Yang Mencantumkan Nomor Izin Edar Badan Pengawas Obat Dan Makanan Palsu (Studi Pada : BPOM Medan)

0 0 42

Perlindungan Konsumen Terhadap Peredaran Makanan dan Minuman yang Tidak Berlabel Halal di Kota Medan (Studi Kasus : BPOM Kota Medan dan MUI Kota Medan)

0 0 8

Perlindungan Konsumen Terhadap Peredaran Makanan dan Minuman yang Tidak Berlabel Halal di Kota Medan (Studi Kasus : BPOM Kota Medan dan MUI Kota Medan)

0 0 2

Perlindungan Konsumen Terhadap Peredaran Makanan dan Minuman yang Tidak Berlabel Halal di Kota Medan (Studi Kasus : BPOM Kota Medan dan MUI Kota Medan)

0 0 11

Perlindungan Konsumen Terhadap Peredaran Makanan dan Minuman yang Tidak Berlabel Halal di Kota Medan (Studi Kasus : BPOM Kota Medan dan MUI Kota Medan)

0 19 30

Perlindungan Konsumen Terhadap Peredaran Makanan dan Minuman yang Tidak Berlabel Halal di Kota Medan (Studi Kasus : BPOM Kota Medan dan MUI Kota Medan)

0 0 4

BAB I PENDAHULUAN - Aspek Perlindungan Konsumen Terhadap Peredaran Obat Keras Di Pasaran (Studi pada BPOM Medan)

0 0 15