Hal-hal tersebut di atas harus diperhatikan agar tidak terjadi kesalahan pada pasien atau konsumen dalam mengkonsumsi obat.
64
Selain itu pasien juga harus tahu bahwa ada undang-undang yang mengatur mengenai obat keras
ini sendiri, sehingga bila terjadi kelalaian dalam penggunaannya dapat dilihat dari undang-undang ini sendiri. Pengaturan mengenai undang-undang obat
keras ini sendiri diatur dalam Undang-Undang obat Keras St. No. 419 tanggal 22 Desember 1949 dan berdasarkan undang-undang Kesehatan Nomor 23
Tahun 1992.
D. Upaya Hukum yang dapat Dilakukan Konsumen Akibat dari Kerugian
dalam Penggunaan Obat Keras
Sengketa konsumen adalah sengketa berkenaan dengan pelanggaran hak-hak konsumen. Dalam hal penyelesaian sengketa konsumen, di beberapa
negara pada umumnya dibentuk suatu badanatau lembaga khusus, seperti di Inggris, Hongkong, dan Swedia dikenal lembaga yang disebut “Small Claim Court”
Peradilan Konsumen Kecil, di Belanda lembaga peradilan dikenal dengan nama “Chillen Commissie” Komisi Penyelesaian Konsumen Kecil. Di Indonesia sesuai
dengan undang-undang yang berlaku, penyelesaian konsumen dapat ditempuh melalui peradilan, misalnya peradilan umum maupun di luar pengadilan
berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa. Jadi para pihak dapat memilih secara sukarela penyelesaian sengketa konsumennya, bisa melalui
pengadilan atau di luar pengadilan. Sehubungan dengan penyelesaian sengketa konsumen ini, penjelasan Pasal 45 ayat 2 Undang-undang No. 8 Tahun 1999
menyatakan :
64
Agnes NC, Op.Cit., hal. 37-38.
Universitas Sumatera Utara
“Penyelesaian sengketa konsumen sebagaimana dimaksud pada ayat ini tidak menutup kemungkinan penyelesaian damai oleh para pihak yang bersengketa.
Pada setiap tahap diusahakan untuk menggunakan penyelesaian damai oleh kedua belah pihak yang bersengketa. Yang dimaksud dengan penyelesaian yang
dilakukan oleh kedua belah pihak yang bersengketa pelaku usaha dan konsumen tanpa melalui pengadilan atau Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dan tidak
bertentangan dengan undang-undang ini”.
65
Dengan demikian berdasarkan ketentuan Pasal 45 ayat 2 Undang-undang No. 8 Tahun 1999 dihubungkan dengan penjelasannya, sehingga upaya melindungi
konsumen sebagai pemakai akhir dari produk suatu barang atau jasa membutuhkan berbagai aspek hukum agar benar-benar dapat terlindungi dan
adil.
66
Maka dapat disimpulkan penyelesaian sengketa konsumen dapat dilakukan melalui cara-cara sebagai berikut :
1. Penyelesaian Sengketa melalui Pengadilan
Kewenangan menyelesaikan sengketa konsumen melalui pengadilan yang berada di tangan pengadilan dalam lingkungan peradilan umum dengan
mengacu pada ketentuan yang berlaku di lingkungan tersebut. Pihak-pihak yang dapat mengajukan gugatan atas pelanggaran pelaku usaha melalui
pengadilan menurut Pasal 46 Undang-undang No. 8 Tahun 1999 meliputi : a.
Seseorang konsumen yang dirugikan atau ahli waris yang bersangkutan. b.
Sekelompok konsumen yang mempunyai kepentingan yang sama.
65
Ahmdi Miru dan Sutarman Yado, Op.Cit., hal. 223-224.
66
Husni Syawal, Hukum Perlindungan Konsumen, PT Mandor Maju, Bandung, 2000, hal. 36.
Universitas Sumatera Utara
c. Lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang memenuhi
syarat yaitu berbentuk badan hukum atau yayasan, yang dalam anggaran dasarnya menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan didirikannya organisasi
tersebut adalah untuk kepentingan perlindungan konsumen dan melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya.
d. Pemerintah danatau instansi terkait apabila barang danatau jasa yang
dikonsumsi atau dimanfaatkan mengakibatkan kerugian materi yang besar danatau korban yang tidak sedikit.
Pada klasifikasi pertama yaitu seorang konsumen atau ahli warisnya tidak ada hal yang terlalu istimewa, namun pada klasifikasi yang kedua,
gugatan ini adalah yang mencakup kepentingan orang banyak yang mempunyai kesamaan kepentingan, dalam hal ini adalah kesamaan dalam
akibat penggunaan dan jual beli obat. Ada juga yang menyatakan class action. Menurut Mas Achmad Santoso, pakar hukum lingkungan, berpendapat
bahwa class action adalah gugatan perdata yang diajukan oleh sejumlah orang sebagai perwakilan kelas mewakili kepentingan mereka, sekaligus mewakili
kepentingan ratusan atau ribuan orang lainnya yang juga korban.
67
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan, bahwa class action adalah beberapa orang yang mengajukan gugatan dimana merasa dirugikan oleh suatu
produk sehingga menuntut ganti rugi di pengadilan bukan untuk diri sendiri akan tetapi juga untuk semua orang yang telah mengalami kerugian yang
sama, namun kesulutan cara ini adalah :
67
Mas Achmad Santoso, Konsep dan Penerapan Gugatan Perwakilan Class Action, Lembaga Pengembangan Hukum Lingkungan, Jakarta, 1997, hal. 10.
Universitas Sumatera Utara
a. Sulit menentukan orang yang merasa dirugikan
b. Kalau gugatan diterima, pengadilan harus membuka daftar tempat orang
yang merasa dirugikan oleh hal yang sama mendaftarkan diri. c.
Memakan waktu lama dan biaya mahal Dalam perkara class action semua objek atau individu yang
mempunyai tuntutan hak tidak perlu berlaku sebagai pihak cukup diwakili oleh kelompok. Hambatan untuk melakukan hal seperti itu dalam pengadilan
Indonesia adalah adanya ketentuan bahwa individu yang mewakili kepada pihak lain harus disertai dengan istilah class action. Kemudian klasifikasi
ketiga adalah lembaga swadaya masyarakat dan keempat adalah pemerintah danatau instansi terkait. Mereka baru akan menggugat pelaku usaha jika ada
keruian materi yang besar danatau korban yang tidak sedikit. 2.
Penyelesain Sengketa di luar Pengadilan Penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan dapat dilakukan
oleh suatu lembaga khusus yang dikenal dengan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen BPSK yang dibentuk dan diatur dalam Undang-Undang
Perlindungan Konsumen, dimana tugas utamanya adalah menyelesaikan sengketa atau perselisihan antara konsumen dan pelaku usaha. Di dalam
ketentuan Pasal 23 UUPK dikatakan bahwa dalam hal pelaku usaha tidak memberi tanggapan danatau tidak memenuhi ganti rugi atas tuntutan
konsumen, maka diberikan hak untuk menggugat pelaku usaha dan menyelesaikan perselisihan yang timbul melalui Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen. Penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan melalui BPSK bukanlah suatu keharusan untuk ditempuh oleh konsumen sebelum pada
akhirnya diselesaikan melalui pengadilan.
Universitas Sumatera Utara
Untuk mengakomodasi kewenangan yang diberikan oleh undang-undang perlindungan konsumen kepada BPSK selaku lembaga yang bertugas untuk
menyelesaikan persengketaan konsumen di luar pengadilan, UUPK memberi kewenangan kepada BPSK untuk menjatuhkan sanksi administrasi bagi
pelaku usaha yang melanggar larangan-larangan tertentu yang dikenakan bagi pelaku. Usaha, dalam UUPK penyelesaian sengketa konsumen sebagaimana
dimaksud pada Pasal 45 ayat 2 UUPK ini tidak menutupi kemungkinan penyelesaian damai oleh para pihak yang bersengketa, pada setiap tahap
diusahakan untuk menggunakan penyelesaian damai oleh kedua belah pihak yang bersengketa. Yang dimaksud dengan penyelesaian secara damai adalah
penyelesaian yang dilakukan oleh kedua beleh pihak yang bersengketa pelaku usaha dan konsumen tanpa melalui pengadilan atau BPSK. Namun saat
ini akan dibahas mengenai BPSK. Menurut Pasal 52 UUPK, BPSK mempunyai wewenang sebagai
berikut : a.
Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen dengan cara melalui mediasi atau arbitrase atau konsiliasi;
b. Memberikan konsultasi perlindungan konsumen;
c. Melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku;
d. Melaporkan kepada penyidik umum apabila terjadi pelanggaran ketentuan
dalam undang-undang ini; e.
Menerima pengaduan baik tertulis maupun tidak tertulis dari konsumen tentang terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;
Universitas Sumatera Utara
f. Melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan konsumen;
g. Memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap
perlindungan konsumen; h.
Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli danatau setiap orang yang dianggap mengetahui pelanggaran terhadap undang-undang ini;
i. Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi,
saksi ahli, atau setiap orang sebagaimana dimaksud pada huruf g dan huruf h, yang tidak bersedia memenuhi panggilan badan penyelesaian
sengketa konsumen; j.
Mendapatkan, meneliti danatau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain guna penyelidikan danatau pemeriksaan;
k. Memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak
konsumen; l.
Memberitahukan putusan kepada pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;
m. Menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar
ketentuan. Dalam menangani dan menyelesaikan sengketa konsumen BPSK
membentuk majelis dengan jumlah anggota yang harus berjumlah ganjil terdiri dari sedikit-dikitnya 3 tiga orang yang mewakili semua unsur dan dibantu
oleh seorang panitera
.
68
Menurut ketentuan dalam Pasal 54 ayat 4 UUPK,
68
Gunawan Widjaja, Alternatif Penyelesaian Sengketa, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001, hal. 77.
Universitas Sumatera Utara
ketentuan teknis dari pelaksanaan tugas majelis BPSK yang akan menangani dan menyelesaikan sengketa konsumen diatur tersendiri oleh Menteri
Perindustrian dan Perdagangan, yang jelas BPSK diwajibkan untuk menyelesaikan sengketa konsumen yang diserahkan kepadanya dalam jangka
waktu 21 dua puluh satu hari terhitung sejak gugatan diterima oleh BPSK. Lembaga penyelesaian di luar pengadilan yang dilaksanakan melalui BPSK ini
memang dikhususkan bagi konsumen perorangan yang memiliki perselisihan dengan pelaku usaha. Sifat penyelesaian sengketa yang cepat dan murang
yang memang dibutuhkan oleh konsumen terutama konsumen perorangan tampaknya sudah cukup terakomodasi dalam undang-undang perlindungan
konsumen. Sanksi administrative merupakan suatu hak khusus yang diberikan
oleh UUPK, yaitu Pasal 60 kepada BPSK atau tugas danatau kewenangan yang diberikan oleh UUPK ini kepada BPSK untuk menyelesaikan
persengketaan konsumen di luar pengadilan. Menurut ketentuan Pasal 60 ayat 2 jo Pasal 60 ayat 1 UUPK, sanksi administrative yang dapat dijatuhkan
oleh BPSK adalah berupa penetapan ganti rugi sampai setinggi-tingginya Rp. 200.000.000,- dua ratus juta rupiah terhadap para pelaku usaha yang
melakukan pelanggaran terhadap : 1.
Tidak dilaksanakannya pemberian ganti rugi oleh pelaku usaha kepada konsumen dalam bentuk pengembalian uang atau penggantian barang
danatau jasa yang sejenis maupun perawatan kesehatan atau pemberian santunan atau kerugian yang diderita konsumen;
Universitas Sumatera Utara
2. Terjadinya kerugian sebagai akibat kegiatan produksi iklan yang
dilakukan oleh pelaku usaha periklanan. Pelaku usaha yang tidak dapat menyediakan fasilitas jaminan baik dalam bentuk suku cadang maupun
pemeliharaanya serta pemberian jaminan atau garansi yang telah ditetapkan sebelumnya baik berlaku terhadap pelaku usaha yang
memperdagangkan barang danatau jasa. Ketentuan ini memperjelas bahwa BPSK memang tidak memiliki
kewenangan untuk menjatuhkan sanksi atas setiap pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha. Ini sejalan dengan ketentuan Pasal 47 UUPK
yang menyatakan bahwa penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan diselenggarakan untuk mencapai kesepakatan mengenai tindakan tertentu
untuk menjamin tidak akan terjadi kembali atau tidak akan terulang kembali kerugian yang diderita konsumen. Walaupun demikian Undang-undang No. 8
Tahun 1999, guna menegakkan kesepakatan hukum sesuai proporsinya telah memberikan hak dan kewenangan kepada BPSK untuk menjatuhkan sanksi
administrasi bagi pelaku usaha yang tidak memberikan ganti rugi kepada konsumen yang telah mengkonsumsi obat keras yang secara bebas dijual di
pasaran. Banyaknya kasus pengaduan yang tercatat, menunjukkan bahwa hak
konsumen di Indonesia belum mencukupi hak yang harus diterima oleh konsumen yang terkandung dalam UU perlindungan konsumen. Bertambahnya
pengaduan yang tercatat oleh YLKI salah satu penyebabnya adalah banyaknya konsumen yang memberi pengaduan atas ketidakpuasannya terhadap barangjasa
Universitas Sumatera Utara
yang digunakan kepada pihak pelaku usaha namun konsumen harus mengikuti prosedur yang panjang untuk mendapatkan kepuasan pelayanan bagi
konsumen. Padahal menurut pasal 5 UU Perlindungan Konsumen ayat 7 ”Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif”. Pada kenyataanya para konsumen belum mendapatkan apa yang terkandung dalam pasal tersebut. Dan seringkali pengaduan konsumen
diabaikan oleh pelaku usaha yang memicu para konsumen untuk melapor kepada YLKI.
Universitas Sumatera Utara
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Dari hasil penelitian dan pembahasan secara sederhana yang telah diuraikan pada bab-bab terdahulu untuk menjawab permasalahan dalam penulisan
ini tentang aspek perlindungan konsumen terhadap peredaran obat keras di pasaran, maka penulis dapat menyampaikan kesimpulan dan saran yang akan
diuraikan di bawah ini.
A. Kesimpulan