BAB III BENTUK LEMBAGA JAMINAN DALAM PEMBERIAN KREDIT
OLEH BANK KEPADA YAYASAN
A. Kedudukan dan Bentuk Jaminan Kredit Perbankan
Sebelum kredit direalisasikan, pihak bank terlebih dahulu akan melakukan penilaian kelayakan bisnis calon nasabah tersebut. Namun pada kenyataannya masih
saja terdapat penilaian karakter debitur yang baik, tetapi ada kemungkinan usaha debitur merugi. Untuk mencegah bank menanggung resiko kerugian yang disebabkan
usaha bisnis debitur merugi tidak dapat melunasi kreditnya, maka bank mewajibkan calon debitur untuk menyerahkan suatu jaminan. Hal ini dilakukan untuk
mengantisipasi resiko pengembalian kredit sehubungan dengan adanya jangka waktu pengembaliannya. Dalam hal ini, jaminan berfungsi untuk memberikan hak dan
kekuasaan kepada kreditur untuk mendapatkan pelunasan dari hasil penjualan barang- barang jaminan tersebut bila debitur tidak melunasi hutangnya pada waktu yang telah
ditentukan. Normalnya, setiap bank berusaha agar kredit yang disalurkan merupakan secured loans, karena didukung dengan jaminan dan berusaha menghindari terjadinya
unsecured loans karena tidak didukung dengan jaminan. Jadi jika kredit tidak dapat lagi dilunasi dari usaha sebagai first source of repayment, maka bank akan
Universitas Sumatera Utara
menempuh jalan pelunasan terakhir dari jaminan sebagai second source of repayment.
80
Kata “jaminan” dalam tesis ini sebagai pengertian daripada “agunan” sebagaimana dirumuskan oleh UU No.10 tahun 1998 tentang Perbankan dalam Pasal
1 ayat 23 bahwa “agunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan nasabah debitur kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan
Prinsip Syariah.” Jaminan tambahan ini dapat berupa jaminan materiil berwujud berupa benda-benda bergerak dan benda tetap atau jaminan immaterial tak
berwujud. Sutarno merumuskan pengertian jaminan kredit adalah “segala sesuatu yang
mempunyai nilai mudah untuk diuangkan yang diikat dengan janji sebagai jaminan untuk pembayaran dari hutang debitur berdasarkan perjanjian kredit yang dibuat oleh
kreditur dan debitur.”
81
Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Hadisoeprapto yang mengemukakan bahwa “jaminan kredit ialah segala sesuatu yang diberikan kepada
kreditur untuk menimbulkan keyakinan bahwa debitur akan memenuhi kewajiban, yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan.”
82
80
Raimond Flora Lamandosa, Aspek Hukum Pemberian Kredit dengan Jaminan Deposito Kredit Back to Back di PT.Bank Danamon Indonesia, Tbk Kantor Cabang Manado, Tesis Program
Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, 2008 hlm.43.
81
Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan pada Bank, Bandung:Alfabeta, 2005 hlm 142.
82
Hadisoeprapto, Hartono, Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Hukum Jaminan, Yogyakarta:Liberty, 1984 hlm. 50
Universitas Sumatera Utara
Bahwa jaminan yang baik atau ideal, menurut Subekti adalah jaminan yang memenuhi syarat :
83
a. Yang dapat secara mudah membantu perolehan kredit itu oleh pihak yang memerlukannya;
b. Yang tidak melemahkan potensi kekuatan si pencari kredit untuk melakukan meneruskan usahanya;
c. Yang memberikan kepastian kepada si pemberi kredit dalam arti bahwa barang jaminan setiap waktu tersedia untuk dieksekusi, yaitu, bila perlu
dapat mudah diuangkan untuk melunasi hutangnya si penerima pengambil kredit.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa jaminan kredit adalah seluruh harta kekayaan seseorang, baik barang bergerak, tidak bergerak, barang
berwujud maupun tidak berwujud, baik yang diserahkan secara tegas berdasarkan perjanjian maupun secara otomatis berdasarkan undang-undang oleh debitur
kepada kreditur, dengan maksud untuk menjamin pembayaran kembali kreditnya berdasarkan suatu perikatan.
Dalam praktek, jaminan yang sering diterima oleh kreditur bank bukan hanya milik debitur itu sendiri tetapi juga milik pihak ketiga yang atas kemauannya sendiri
menyerahkan secara tegas harta kekayaannya untuk menjamin kredit dari debitur. Peranan jaminan kredit adalah:
84
83
R.Subekti, Jaminan-Jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia, Bandung:Citra Aditya Bakti, 1991 hlm. 19.
Universitas Sumatera Utara
1. Untuk melindungi bank dari kerugian. Dengan adanya jaminan kredit maka
bank akan merasa aman dan biasanya nilai jaminan lebih besar dari nilai kredit atau paling tidak setara dengan nilai kredit. Apabila debitur
menunggak pembayaran kredit menjadi kredit macet, setelah melalui proses hukum tertentu, bank dapat menjual lelang atau mengeksekusi
jaminan kredit. Hasil penjualan harta jaminan dipergunakan untuk membayar tunggakan kredit baik pokok maupun bunga.
2. Sebagai sumber dana alternatif kedua pelunasan kredit, walaupun pada
dasarnya tidak ada satu bank pun yang menginginkan jaminan kredit nasabah harus dieksekusi.
3. Jaminan kredit akan melindungi bank dari nasabah yang nakal, karena tidak
sedikit nasabah yang mampu membayar, tetapi tidak mau membayar kewajibannya.
4. Moral yang terpenting dalam jaminan kredit adalah mengikat nasabah untuk
segera melunasi hutangnya karena ia terikat dengan bank mengingat jaminan kredit akan disita apabila nasabah tidak mampu membayar.
5. Jaminan kredit juga berperan sebagai pengamanan uang deposan yang
dipakai nasabah. Deposan atau penabung tidak peduli dengan resiko bisnis perkreditan bank. Bank harus membayar dana pihak ketiga deposito,
tabungan dan giro tersebut.
84
Jonni H.Silaen, Manajemen Kredit,Medan:Politeknik Negeri Medan,2008 hlm.29.
Universitas Sumatera Utara
Dalam Undang-Undang No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan tidak disebutkan lagi secara tegas mengenai kewajiban atau keharusan tersedianya jaminan atas kredit
yang dimohonkan oleh debiturkreditur, seperti yang diatur dalam Undang-Undang Perbankan sebelumnya.
Selengkapnya dapat dibandingkan bunyi pasal dalam Undang-Undang Perbankan yang telah mengalami perubahan, yang mengatur masalah jaminan
tersebut yaitu: a
Bunyi pasal 24 ayat 1 Undang-Undang No.14 Tahun 1967:”Bank Umum tidak memberi kredit tanpa jaminan kepada siapapun juga.
b Bunyi pasal 8 Undang-Undang No.7 Tahun 1992:”Dalam memberikan
kredit, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang
diperjanjikan. c
Bunyi pasal 8 Undang-Undang No.10 Tahun 1998:”Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, Bank Umum wajib
mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi hutangnya
atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan.
Dari penjelasan pasal 8 ayat 1 Undang-Undang Perbankan disebutkan bahwa kredit yang diberikan oleh bank mengandung risiko, sehingga dalam pelaksanaannya
Universitas Sumatera Utara
bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat. Untuk mengurangi risiko tersebut, jaminan pemberian kredit dalam arti keyakinan atas kemampuan dan
kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi kewajibannnya sesuai dengan yang diperjanjikan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh bank.
Untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum memberikan kredit, bank harus melakukan penilaian yang saksama terhadap watak, kemampuan, modal, aguanan dan
prospek usaha dari nasabah debitur. Mengingat bahwa agunan sebagai salah satu unsur pemberian kredit, maka
apabila berdasarkan unsur-unsur lain telah diperoleh keyakinan atas kemampuan nasabah debitur mengembalikan utangnya, agunan dapat hanya berupa barang,
proyek, atau hak tagih yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan. Tanah yang kepemilikannya didasarkan pada hukum adat, yaitu tanah yang bukti kepemilikannya
berupa girik, petuk, dan lain-lain yang sejenis dapat digunakan sebagai agunan. Bank tidak wajib meminta agunan berupa barang yang tidak berkaitan langsung dengan
objek yang dibiayai, yang lazim dikenal dengan agunan tambahan. Jaminan dapat berarti material maupun inmaterial. Apabila kita melihat
ketentuan pasal 1131 KUH Perdata, undang-undang itu menentukan bahwa segala kebendaan si penghutang, baik yang bergerak maupun yang tak bergerak, baik yang
sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan.
Universitas Sumatera Utara
Dari pasal 1131 KUH Perdata pun dapat disimpulkan bahwa hak-hak tagihan seorang kreditur dijamin dengan:
85
a Semua barang debitur yang sudah ada, artinya yang sudah ada pada saat
hutang dibuat, b
Semua barang yang akan ada; disini berarti barang-barang yang pada saat pembuatan hutang belum menjadi kepunyaan debitur, tetapi kemudian
menjadi miliknya. Dengan perkataan lain hak kreditur meliputi barang- barang yang akan menjadi milik debitur, asal kemudian benar-benar
menjadi miliknya, c
Baik barang bergerak maupun tak bergerak. Hal ini menunjukkan bahwa piutang kreditur menindih seluruh harta debitur
tanpa terkecuali. Dari pasal 1131 KUHPerdata dapat disimpulkan asas-asas hubungan ekstern
kreditur, yaitu sebagai berikut: a
Seorang kreditur boleh mengambil setiap bagian dari harta kekayaan debitur untuk pelunasan.
b Setiap bagian kekayaan debitur dapat dijual guna pelunasan tagihan
kreditur. c
Hak tagihan kreditur hanya dijamin dengan harta benda debitur saja, tidak dengan persoon debitur.
85
J. Satrio, Hukum Jaminan, Hak-Hak Jaminan Kebendaan,Bandung:Citra Aditya Bhakti, 1993 hlm.4-6
Universitas Sumatera Utara
Jaminan seperti itu diberikan kepada setiap kreditur dan karenanya disebut jaminan umum. Setiap kreditur menikmati hak jaminan seperti itu. Namun hal itu
berarti bahwa kreditur harus menjual seluruh kekayaan debitur, lalu mengambil suatu bagian yang sebanding dari hasil penjualan dari tiap-tiap benda yang membentuk
kekayaan tersebut. Penjualan seluruh harta kekayaan debitur hanya terjadi dalam hal ada kepailitan dari pihak debitur dan dalam penerimaan boedel dengan hak utama
untuk mengadakan pencatatan. Namun peristiwa seperti itu tidak didasarkan atas perintah undang-undang tetapi karena penyelesaian sedemikian adalah logis dan
kiranya tak ada jalan lain yang lebih praktis. Pada prinsipnya kreditur dapat menyita dan melaksanakan penjualan benda
mana saja milik debitur. Debitur pada asasnya tak berhak untuk menuntut agar yang disita dan dijual meja kursinya saja, jangan lemari esnya, karena hasil penjualan
keduanya sama besarnya danatau cukup untuk menutup hutang-hutangnya. Jadi menurut undang-undang, pada pokoknya terdapat 2 dua asas pemberian
hak jaminan bila ditinjau dari sifatnya yaitu: 1.
Hak jaminan yang bersifat umum, yaitu jaminan yang diberikan oleh debitur kepada kreditur, hak-hak tagihan mana tidak mempunyai hak saling
mendahului konkuren antara kreditur yang satu dengan kreditur lainnya. 2.
Hak jaminan yang bersifat khusus, yaitu jaminan yang diberikan oleh debitur kepada kreditur, hak-hak tagihan mana mempunyai hak mendahului
sehingga ia berkedudukan sebagai kreditur privilege hak preverent
Universitas Sumatera Utara
Jaminan kredit dari calon debitur juga diharapkan dapat membantu membantu memperlancar proses analisis pemberian kredit dari bank, yang demikian jaminan
kredit tersebut haruslah:
86
a Secured, artinya terhadap jaminan kredit tersebut dapat diadakan pengikatan
secara yuridis formal, sesuai dengan hukum dan perundang-undangan yang berlaku sehingga apabila di kemudian hari terjadi wanprestasi dari debitur
maka bank mempunyai alat bukti yang sempurna dan lengkap untuk menjalankan suatu tindakan hukum
b Marketable, artinya apabila jaminan tersebut harus atau perlu dieksekusi,
maka jaminan kredit tersebut dapat dengan mudah dijual atau diuangkan untuk melunasi hutang debitur.
Menurut hukum perdata terdapat 2 jenis jaminan kredit yaitu:
87
1. Jaminan perseorangan personal guaranty, yaitu jaminan seorang pihak
ketiga yang bertindak untuk menjamin dipenuhinya kewajiban-kewajiban si debitur. Menurut Prof. Soebekti oleh karena tuntutan kreditur terhadap
seseorang penjamin tidak diberikan suatu privilege atau kedudukan istemewa dibandingkan atas tuntutan-tuntutan kreditur lainnya, maka
jaminan perorangan ini tidak banyak dipraktekkan dalam dunia perbankan. Kita dapat melihat contoh pada Jaminan pribadi William Soeryadjaya
terhadap Bank Summa yang merupakan Bortogcht
88
.Bangkrutnya Bank
86
Budi Untung, loc cit, hlm. 58
87
Ibid hlm.58-63
Universitas Sumatera Utara
Summa memberikan dampak terhadap kekayaan Astra dan harta William Soeryadjaya. Ini terjadi karena William Soeryadjaya, telah memberikan
semacam jaminan pribadi personal guarantee untuk menyelesaikan hutang-hutang Bank Summa. Berdasarkan jaminan pribadi itu, William
Soeryadjaya berkewajiban membayar hutang-hutang Bank Summa. Bahkan menurut KUH Perdata Pasal 1826, bila harta William Soeryadjaya masih
belum cukup untuk membayar hutang Bank Summa, kewajiban tersebut dapat diturunkan kepada ahlinya warisnya. Hal inilah yang tidak banyak
diketahui dan seringkali tidak disadari oleh si penanggung sendiri. 2.
Jaminan Kebendaan ialah jaminan yang berupa hak mutlak atas sesuatu benda dengan ciri-ciri mempunyai hubungan langsung dengan benda
tertentu dari debitur atau pihak ketiga sebagai penjamin, dapat dipertahankan terhadap siapapun, selalu mengikuti bendanya dan dapat
diperalihkan. Jaminan kebendaan dapat diadakan antara kreditur dengan debiturnya tetapi dapat juga diadakan antara kreditur dengan pihak ketiga
yang menjamin dipenuhinya kewajiban si berutang debitur sehingga hak kebendaan ini memberikan kekuasaan yang langsung terhadap bendanya.
Bentuk jaminan kebendaan adalah hak tanggungan, hipotik, gadai dan jaminan fidusia. Subekti mengemukakan bahwa “pemberian jaminan
kebendaan ini selalu berupa menyendirikan suatu bagian dari harta
88
Munir Fuady,Hukum Bisnis Dalam Teori dan Praktek,Bandung:Citra Aditya Bhakti,1996 hlm. 179
Universitas Sumatera Utara
kekayaan seseorang, si pemberi jaminan, dan menyediakannya guna pemenuhan pembaharuan kewajiban hutang seorang debitur”
89
. Dengan demikian maka pemberian jaminan kebendaan kepada kreditur tertentu,
memberikan “privelege” atau kedudukan istimewa bagi kreditur penerima jaminan itu terhadap kreditur lainnya.
Dalam praktek, pada jaminan kebendaan diadakan suatu pemisahan bagian dari kekayaan seseorang si pemberi jaminan, yaitu melepaskan sebagian kekuasaan atas
bagian kekayaan tersebut, dan semuanya diperuntukkan guna memenuhi kewajiban si debitur bila diperlukan. Kekayaan tersebut dapat berupa kekayaan si debitur itu
sendiri, ataupun kekayaan pihak ketiga. Disini perlu ada perhatian khusus bagi pihak kreditur dengan melakukan pengecekan sebelum akta perjanjian kredit ditanda
tangani. Disinilah peran notaris untuk bertindak pada posisi yang benar, yaitu melindungi pihak ketiga yang dengan itikad baik meminjamkan jaminansebagian
kekayaannya untuk kepentingan si debitur. Sebenarnya hal ini justru mengandung unsur kelemahan bagi pihak kreditur apabila jaminan diberikan oleh pihak ketiga
karena di dalam perjalanan bisnisnya, apabila debitur mengalami kesulitan yang kemudian diduga akan mengalami wan prestasi, maka dia tidak mempunyai beban
moral karena hak kebendaannya atas jaminan itu adalah milik orang lain. Kekayaan yang dimiliki oleh yayasan, memiliki fungsi sosial yang berkaitan
dengan kepentingan umum. Seperi misalnya gedung sekolah, gedung rumah sakit. Apabila yayasan memberikan agunan gedung-gedung tersebut sebagai jaminan
89
R.Subekti,loc.cit hlm.17
Universitas Sumatera Utara
kredit, maka bank akan sulit untuk mengeksekusi karena akan mengganggu kepentingan umum. Untuk itu bank sebaiknya meminta agunan dari yayasan yang
tidak memiliki kepentingan umum seperti tanah atau gedung kantor yayasan sendiri, ataupun agunan milik pihak ketiga. Agunan pihak ketiga tersebut sebaiknya milik
dari organ yayasan yang bertanggung jawab terhadap kelangsungan yayasan, sehingga ada beban moral dan tangung jawab terhadap kredit yang diberikan oleh
Bank.
B. Status kepemilikan Asset Yayasan