Kegiatan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis dan manfaat secara praktis. Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya
khasanah kajian dan kepustakaan serta ilmu pengetahuan mengenai yayasan. Secara praktis, hasil penelitian diharapkan dapat menjadi masukan bagi
pembina, pengurus, pengawas, perbankan dan orang-orang yang melakukan hubungan hukum dengan yayasan, agar dapat mengembangkan yayasan sehingga
dapat bermanfaat bagi orang banyak, sesuai dengan tujuan hakiki yayasan.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan pemeriksaan dari hasil-hasil penelitian yang dilakukan dalam arsip kepustakaan Universitas Sumatera Utara Medan, penelitian mengenai perjanjian
kredit bank kepada yayasan, belum pernah dilakukan. Penelitian yang pernah dilakukan adalah penelitian mengenai kredit dan penelitian mengenai yayasan saja,
tetapi belum pernah dilakukan penelitian tentang pemberian kredit kepada yayasan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penelitian ini asli dan dapat
dipertanggungjawabkan baik dari segi judul dan substansinya.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori
Bank bagi masyarakat secara umum adalah tempat menyimpan dan meminjam uang bagi yang membutuhkan. Hal ini sesuai dengan definisi bank berdasarkan pasal
Universitas Sumatera Utara
1 angka 2 Undang-Undang No.10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang- Undang No.7 tentang Perbankan yang selanjutnya disebut Undang-Undang
Perbankan, yaitu bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarkat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit
dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Secara etimologis istilah kredit berasal dari bahasa latin, credere, yang berarti kepercayaan. Misalkan seorang nasabah debitor yang memperoleh kredit dari bank
adalah tentu seseorang yang mendapatkan kepercayaan dari bank. Hal ini menunjukkan bahwa yang menjadi dasar pemberian kredit oleh bank kepada nasabah
debitur adalah kepercayaan.
15
Menurut ketentuan Pasal 1 butir 5 Peraturan Bank Indonesia No.72PBI2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum, dimaksud dengan kredit adalah
penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang
mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga termasuk: a cerukan overdraft, yaitu saldo negatif pada
rekening giro nasabah yang tidak dibayar lunas pada akhir hari ; b pengambilan tagihan dalam rangka kegiatan anjak-piutang ; dan c pengambilalihan atau
pembelian kredit dari pihak lain.
15
Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Jakarta: Kencana, 2007 hlm.57
Universitas Sumatera Utara
Menurut OP.Simorangkir, kredit adalah pemberian prestasi misalnya uang, barang dengan balas prestasi kontraprestasi yang akan terjadi pada waktu yang
akan datang. Kehidupan ekonomi modern adalah prestasi uang, yang dengan demikian transaksi kredit menyangkut uang sebagai alat kredit. Kredit berfungsi
kooperatif antara si pemberi kredit dan si penerima kredit atau antara kreditur dan debitur. Mereka menarik keuntungan dan saling menanggung resiko. Singkatnya,
kredit dalam arti luas didasarkan atas komponen kepercayaan, risiko dan pertukaran ekonomi di masa-masa mendatang.
16
Secara umum kredit diartikan sebagai ”The ability to borrow on the opinion conceived by the lender that he will be repaid”
17
Dalam kredit dapat ditemukan sedikitnya 4 empat unsur, yaitu:
18
1. Kepercayaan. Disini berarti bahwa si pemberi kredit yakin bahwa
prestasi yang diberikannya baik dalam bentuk uang, barang, atau jasa, akan benar-benar diterimanya kembali dalam jangka waktu tertentu di
masa yang akan datang. 2.
Tenggang waktu, yaitu waktu yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterima pada masa yang akan
datang. Dalam unsur waktu ini terkandung pengertian nilai agio dari uang, yaitu uang yang akan diterima pada masa yang akan datang.
16
OP.Simorangkir, Seluk beluk Bank Komersial, Jakarta: Aksara Persada Indonesia,1986 hlm 91
17
Meriam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, Bandung,:Citra Aditya Bakti, 1991 hlm 23
18
Budi Untung, Kredit Perbankan di Indonesia, Yogyakarta: Penerbit Andi,2000 hlm 2
Universitas Sumatera Utara
3. Degree of risk, yaitu risiko yang akan dihadapi sebagai akibat dari
adanya jangka waktu yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterima di kemudian hari. Semakin
panjang jangka waktu kredit diberikan maka makin tinggi pula tingkat risikonya, sehingga terdapat unsur ketidaktentuan yang tidak dapat
diperhitungkan. Inilah yang menyebabkan timbulnya unsur risiko. Karena adanya unsur risiko ini maka dibutuhkan jaminan dalam
pemberian kredit. 4.
Prestasi atau objek kredit itu tidak saja diberikan dalam bentuk uang, tetapi juga dapat berbentuk barang dan jasa. Namun karena kehidupan
modern sekarang ini didasarkan pada uang maka transaksi kredit yang menyangkut uanglah yang sering kita jumpai dalam praktek perkreditan.
Intisari dari kredit adalah unsur kepercayaan. Unsur lainnya adalah mempunyai pertimbangan tolong menolong. Selain itu, dilihat dari pihak kreditur,
unsur penting dalam kegiatan kredit sekarang ini adalah untuk mengambil keuntungan dari modal dengan mengambil kontraprestasi; sedangkan dipandang dari
segi debitur, adalah adanya bantuan dari kreditur untuk menutupi kebutuhan yang berupa prestasi. Hanya saja antara prestasi dan kontraprestasi tersebut ada suatu masa
yang memisahkannya. Kondisi ini mengakibatkan adanya risiko yang berupa
Universitas Sumatera Utara
ketidaktentuan, sehingga oleh karenanya diperlukan suatu jaminan dalam pemberian kredit tersebut.
19
Dalam ilmu hukum perkreditan, diajarkan bahwa hukum menuntut tanggung jawab tidak hanya semata-mata dari debitur, tetapi pihak kreditur pun harus memikul
tangung jawab yuridis dalam hal-hal tertentu. Secara teoritis universal, beberapa teori yuridis yang telah berkembang sampai saat ini, antara lain sebagai berikut
20
: 1.
Teori Instrumentalis Dalam hubungan dengan tanggung jawab pihak kreditur, maka teori
instrumentalis mengatakan bahwa kreditur akan bertanggung jawab secara hukum jika terdapat hal-hal yang merugikan pihak debitur atau pihak lain
seandainya pihak kreditur ikut campur kelewat banyak dalam bisnis kreditur, sehingga kreditur mempunyai kontrol ”total” dan ”aktual”
terhadap perusahaan dan bisnis debitur.
2. Teori Keagenan
Teori ini mengatakan bahwa pihak kreditur akan bertanggung jawab secara yuridis atau kerugian pihak debitur atau pihak lainnya, seandainya
kreditur tersebut mempunyai kekuasaan pengontrolan yang substansial terhadap kegiatan-kegiatan debitur.
3. Teori Kemitraan De Facto
Teori ini mengatakan bahwa bila antara kreditur dengan debitur mempunyai hubungan sedemikian rupa sehingga hubungan tersebut secara
hukum dipandang sebagai hubungan kemitraan secara de facto maka setiap kerugian terhadap pihak lain yang dilakukan oleh pihak debitur
harus ditanggung bersama oleh debitur dan kreditur secara sendiri-sendiri untuk seluruhnya severally dan secara bersama-sama jointly
4. Teori tentang Perbuatan Melawan Hukum
Penerapan teori perbuatan melawan hukum terhadap penentuan tanggung jawab dari kreditur akan memberi arti bahwa jika dalam menata bisnisnya
debitur, pihak kreditur ikut campur dan bahkan ada unsur kesengajaan atau minimal kurang hati-hati sehingga menimbulkan kerugian
debiturpihak lain, maka kreditur sudah semestinya bertanggung jawab.
5. Teori Itikad Baik
19
Mohammad Djumhana op.cit.hlm 231.,
20
Munir Fuady, Hukum Perkreditan Kontemporer, Bandung:Citra Aditya Bakti,2002, hlm.28- 30.
Universitas Sumatera Utara
Jika perjanjian tidak dilakukan dengan itikad baik atau terdapat kolusi dengan debitur sehingga mengabaikan obyektivitas dalam pengucuran
kredit, maka kreditur dapat dimintai pertanggungjawabannya.
Untuk menjaga tanggung jawab antara kreditur dan debitur, maka diperlukan perjanjian antara bank sebagai kreditur kepada debitur yang disebut dengan perjanjian
kredit. Tetapi sebelum membahas mengenai perjanjian kredit, terlebih dahulu diketahui dasar hukum dari perjanjian. Perjanjian dalam pasal 1313 Buku III KUH
Perdata mengatakan bahwa “suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.
Pasal 1313 KUH Perdata menimbulkan suatu hubungan antara 2 dua orang yang dinamakan perikatan. Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua
orang yang membuatnya. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau
ditulis.
21
Pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata yang menerangkan bahwa semua perjanjian yang dapat dibuat secara sah dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang
membuatnya. Pasal ini mencerminkan asas kebebasan berkontrak, sehingga para pihak leluasa untuk membuat bermacam perjanjian asal saja tidak melanggar
ketertiban umum dan kesusilaan.
21
Hasanuddin Rahman, Contract Drafting, Bandung:Citra Aditya Bakti,2003 hlm.6.
Universitas Sumatera Utara
Selain asas kebebasan berkontrak masih ada asas-asas lainnya dalam suatu perjanjian yaitu:
22
1. Asas Konsesualisme
Asas dapat ditemukan dalam Pasal 1320 KUH Perdata dan Pasal 1338 KUH Perdata. Dalam Pasal 1320 KUH Perdata penyebutnya tegas
sedangkan dalam Pasal 1338 KUH Perdata ditemukan dalam istilah semua. Kata-kata semua menunjukkan bahwa setiap orang diberi
kesempatan untuk menyampaikan keinginannya will, yang dirasakan baik untuk menciptakan perjanjian.
2. Asas Kepercayaan
Seseorang yang mengadakan perjanjian dengan pihak lain, menumbuhkan kepercayaan diantara kedua pihak itu bahwa satu sama lain akan
memegang janjinya, dengan kata lain akan memenuhi prestasinya dibelakang hari. Tanpa adanya kepercayaan itu, maka perjanjian itu tidak
mungkin akan diadakan oleh para pihak. Dengan kepercayaan ini, maka kedua pihak mengikatkan dirinya dan untuk keduanya pejanjian itu
mempunyai kekuatan mengikat sebagai undang-undang.
3. Asas Kekuatan Mengikat
Dalam perjanjian terkandung asas kekuatan mengikat. Terikatnya para pihak pada perjanjian itu tidak semata-mata terbatas pada apa yang
diperjanjikan tetapi juga terhadap beberapa unsur lain sepanjang dikehendaki oleh kebiasaan dan kepatutan serta moral. Demikianlah
sehingga asas-asas moral, kepatutan dan kebiasaan yang mengikat para pihak.
4. Asas Persamaan Hukum
Asas ini menempatkan para pihak ke dalam persamaan derajat, tidak ada perbedaan, walaupun perbedaan kulit, bangsa, kekayaan, kekuatan,
jabatan, dan lain-lain. Masing-masing pihak wajib melihat adanya persamaan ini dan mengharuskan ada kedua pihak untuk menghormati
satu sama lain sebagai manusia ciptaan Tuhan.
5. Asas Keseimbangan
Asas ini menghendaki kedua pihak memenuhi dan melaksanakan perjanjian itu. Asas keseimbangan ini merupakan kelanjutan dari asas
persamaan. Kreditur mempunyai kekuatan untuk menuntut prestasi melalui kekayaan debitur namun kreditur memikul pula beban untuk
melaksanakan perjanjian itu dengan itikad baik. Dapat dilihat disini bahwa kedudukan kreditur yang kuat diimbangi dengan kewajibannya untuk
22
Mariam Darus Badulzaman Dkk, Kompilasi Hukum Perikatan, Bandung:Citra Aditya Bakti,2001 hlm. 87-89
Universitas Sumatera Utara
memperhatikan itikad baik sehingga kedudukan kreditur dan debitur seimbang.
6. Asas Kepastian Hukum
Perjanjian sebagai suatu figur hukum harus mengandung kepastian hukum. Kepastian ini terungkap dari kekuatan mengikat perjanjian itu
sebagai undang-undang bagi para pihak.
7. Asas Moral
Asas ini terlihat dalam perikatan wajar, dimana suatu perbuatan sukarela dari seseorang tidak menimbulkan hak baginya untuk menggugat kontra
prestasi dari phak debitur. Juga hal ini terlihat di dalam zaakwaarneming, dimana seseorang yang melakukan suatu perbuatan dengan sukarela
moral yang bersangkutan mempunyai kewajiban hukum untuk meneruskan dan menyelesaikan perbuatan juga asas ini terdapat dalam
pasal 1339 KUH Perdata. Faktor-faktor yang memberikan motivasi pada yang bersangkutan melakukan perbuatan hukum itu berdasarkan pada
kesusilaan moral sebagai panggilan dari hati nuraninya.
8. Asas Kepatutan
Asas ini dituangkan dalam pasal 1339 KUH Perdata. Asas kepatutan disini berkaitan dengan ketentuan isi perjanjian. Asas kepatutan ini harus
dipertahankan, karena melalui asas ini ukuran tentang hubungan ditentukan juga oleh rasa keadilan dalam masyarakat.
Perjanjian pemberian kredit adalah salah satu di antara macam-macam perjanjian. Karena itu syarat sah dan asas-asas hukumnya mengikuti ketentuan yang
berlaku pada perjanjian secara umum. Pasal 1754 KUH Perdata menyebutkan bahwa pinjam meminjam adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan
kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang terakhir ini akan mengembalikan
sejumlah yang sama dari jenis dan mutu yang sama pula. Berdasarkan pasal 1 angka 11 Undang-Undang Perbankan, disebutkan perjanjian kredit adalah perjanjian pinjam
meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak meminjam untuk
Universitas Sumatera Utara
melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga, dan tergolong dalam perjanjian pinjam-meminjam.
Dalam memberikan kredit, pihak bank harus wajib mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang
diperjanjikan
23
. Lebih lanjut tentang jaminan ini ini dapat dilihat pada penjelasan pasal 8 Undang-Undang Perbankan yang menyebutkan bahwa kredit yang diberikan
oleh bank mengandung risiko sehingga dalam pelaksanannya bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat. Untuk mengurangi risiko tersebut
maka jaminan pemberian kredit, dalam arti keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan,
merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh bank. Pemberian kredit dapat diberikan kepada orang perorangan ataupun badan
hukum. Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Yayasan yang menegaskan bentuk yayasan sebagai badan hukum, menyatakan sebuah yayasan dapat diberikan kredit oleh pihak
bank. Yayasan membutuhkan kredit agar dapat mengembangkan badan usaha yang didirikannya. Karena dengan adanya badan usaha , yayasan tidak selalu bergantung
kepada bantuan luar seperti, sumbangan, hibah atau lainnya. Keuntungan dari hasil usaha yayasan tersebut, dipergunakan untuk tujuan sosial dari yayasan dapat
terwujud. Pitlo menguraikan bahwa suatu yayasan adalah sebagai berikut :
23
Lihat Pasal 8 Undang-Undang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan
Universitas Sumatera Utara
“Sebagaimana halnya untuk tiap-tiap perbuatan hukum maka untuk pendirian yayasan harus ada sebagai dasar suatu kemauan yang sah, pertama-tama harus ada
maksud untuk mendirikan yayasan, selanjutnya perbuatan hukum itu harus ada memenuhi tiga syarat materiil, yakni adanya pemisahan kekayaan, tujuan organisasi
dan suatu syarat formil
24
” Menurut N.H.Bregstein yayasan adalah suatu badan hukum yang didirikan
dengan suatu perbuatan hukum, yang tidak bertujuan untuk membagikan kekayaan dan atau penghasilan kepada pendiri atau penguasanya di dalam yayasan itu kepada
orang-orang lain.
25
Menurut Meijers pada yayasan pokoknya terdapat: 1.
Penetapan tujuan dan organsasi para pendirinya; 2.
Tidak ada anggotanya; 3.
Tidak ada hak bagi pengurusnya untuk mengadakan perubahan yang berkaitan jauh dalam tujuan organisasi;
4. Perwujudan dari suatu tujuan, terutama dengan modal yang diperuntukkan
untuk itu. Bahwa suatu badan hukum dapat merupakan atau terdiri dari kekayaan yang
dipisahkan untuk mencapai tujuan tertentu adalah berdasarkan Teori Kekayaan Bertujuan yang pada mulanya diajukan oleh A.Brintz. menurut teori ini hanya
manusia yang dapat menjadi subjek hukum. Akan tetapi merupakan suatu kenyataan yang tidak dapat dibantah adanya hak-hak atas suatu kekayaan, sedangkan tidak ada
satu manusia pun yang menjadi pendukung hak-hak itu. Apa yang dinamakan hak-
24
Pitlo En Meyling.G.Het.Personenrecht Naar Hed Ned, dalam M.Hasballah Thaib, Fiqih Waqaf, Program Pasca Sarajana Hukum USU, Medan, 2003 hlm 39
25
Chaidir Ali, Badan Hukum Bandung:Alumni, 1991hlm 86
Universitas Sumatera Utara
hak dari suatu badan hukum, sebenarnya adalah hak-hak yang tidak ada yang memilikinya dan sebagai gantinya adalah suatu harta kekayaan yang terikat oleh
suatu tujuan atau kekayaan yang terikat oleh suatu atau kekayaan yang dimiliki oleh tujuan tertentu. Pada yayasan tujuan itu adalah bersifat idealistis,sosial dan
kemanusiaan. Teori ini secara selintas mendukung pula pandangan bahwa yayasan adalah milik masyarakat.
26
Yayasan sebagai badan hukum adalah sebuah legal entity yang terpisah dari pendirinya seperate legal entity, dengan demikian yayasan mempunyai kepribadian
hukum legal personality yang bersifat mandiri. Sebagai konsekuensinya yayasan mempunyai hak dan kewajiban sendiri, dan
dapat menuntut dan dituntut di hadapan pengadilan. Dalam keadaan ini yayasan dipandang dapat mempertanggungjawabkan semua tindakannya. Kekayaan yayasan
yang terpisah dari kekayaan pendirinya tidak saja sebagai modal yayasan mencapai tujuannya, tetapi juga adalah jaminan terhadap kewajiban-kewajiban yayasan
terhadap pihak lain, termasuk dalam perjanjian kredit bank. Bank dalam memberikan kredit berdasarkan kepercayaan bahwa debitur
memiliki kemampuan mengembalikan pinjaman dan bunganya. Yayasan berdasarkan Undang-Undang Yayasan dapat mendirikan badan usaha, sehingga yayasan dapat
memperoleh keuntungan dari badan usaha yang didirikannya. Keuntungan yang dimiliki yayasan dapat dijadikan dasar bagi bank untuk memberikan kredit, apabila
yayasan mengajukan permohonan kredit kepada pihak bank. Karena keuntungan dari
26
Chatamarrasjid Ais, op.cit. hlm 3
Universitas Sumatera Utara
badan usaha yayasan tersebut sebagai jaminan kepercayaan dari bank kepada yayasan sebagai kemampuan membayar hutang.
2. Kerangka Konsep