65
3.5 Asumsi
Asumsi-asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Tidak terjadi bencana alam atau perubahan cuaca yang ekstrim
2. Variabel-variabel bebas yang digunakan dalam menduga laju erosi dalam penelitian ini tetap dan tidak berubah dalam satuan waktu tertentu.
3. Hanya memperhitungkan erosi permukaan. 4. Tidak memperhitungkan besarnya endapan sedimen yang terjadi.
3.6 Metodologi Penelitian
Secara garis besar penelitian ini dilakukan sesuai langkah-langkah berikut:
Permasalahan
Erosi yang Terjadi Pada Daerah Aliran Sungai DAS Ular
Gambar 3.5 Diagram Alir Penelitian
Analisis dan Pengolahan Data Peta Erosi
Kesimpulan dan Saran Selesai
Pengumpulan Data Tujuan
Memprediksi nilai erosi pada DAS Ular dengan membangun Sistem Informasi Geografis SIG yang berisi
lapisan informasi yang diperlukan.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
66 Pengumpulan Data
Secara skematik tahapan kerja yang dilakukan sebagai berikut:
Data Hujan Data
DEM Peta Jenis
Tanah
Interpretasi Peta Tataguna Lahan
Studi Pustaka Mulai
Kalkulasi Erosivitas Hujan
Kalkulasi Erodibilitas Tanah
Kontur dan Kelerengan
Penentuan Nilai CP
Penentuan Nilai LS
Penentuan Nilai K
Penentuan Nilai R
Analisis dan Pengolahan Data
Peta R Peta K
Peta LS Peta CP
Overlay dan Kalkulasi Atribut Peta
Peta Erosi Lahan Kesimpulan dan Saran
Selesai Peta Tataguna
Lahan
Gambar 3.6 Skema Tahapan Pekerjaan
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
67
3.7 Pengolahan dan Analisis Data
Sesuai dengan model USLE Universal Soil Loss Equation pendugaan erosi memerlukan beberapa faktor yang kemudian dihubungkan dengan data-data bersifat
geografis. Faktor-faktor penduga erosi ini kemudian dikonversi menjadi peta tematik sehingga menghasilkan 4 buah peta tematik, yaitu peta erosivitas hujan R, peta
erodibilitas tanah K, peta kemiringan dan panjang lereng LS, peta penutupan dan pengelolaan lahan CP. Setelah peta-peta ini terbentuk kemudian dilakukan proses
overlay pada tiap-tiap satuan lahan yang akan menghasilkan suatu peta erosi.
3.8 Penentuan Nilai Faktor-faktor Erosi
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya dimana faktor-faktor erosi ini akan dikonversi dalam bentuk peta yang kemudian akan ditumpangtindihkan menjadi satu
kesatuan peta yaitu peta erosi.
3.8.1 Faktor Erosivitas Hujan R
Langkah-langkah pembuatan peta erosivitas hujan dapat dirangkum sebagai
berikut:
1. Mengumpulkan data curah hujan bulanan dari tiga stasiun penakar hujan yang masing-masing koordinatnya dibumi harus sudah diketahui selama
sepuluh tahun yaitu dari tahun 2002 sampai dengan 2011. 2. Menghitung nilai erosivitas hujan R dengan persamaan 2.3 untuk masing-
masing staisun penakar hujan dengan memanfaatkan software Microsoft Excel 2007.
3. Untuk mendapatkan titik-titik koordinat ketiga staisun penakar hujan pada peta DAS Ular digunakan bantuan software Google Earth yaitu dengan cara
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
68 memasukkan koordinat tiap stasiun tadi kemudian di “add placemark” pada
Google Earth kemudian di “save” yang menghasilkan format KML. 4. Open data format KML tersebut pada perangkat lunak Global Mapper V.11.
Proyeksi kedalam sistem koordinat Geographic LatitudeLongitude, Datum WGS84, Planar Units ARC DEGREES .
5. Lakukan digitasi kembali untuk mengkoresksi hasil digitasi sebelumnya. Dengan menggunakan Digitizer tool
untuk stasiun curah hujan sebagai titik point. Kemudian di export ke dalam format shp
shapefile agar data
tersebut dapat diolah dalam perangkat lunak ArcView 3.3. 6. Open data dengan format shp tersebut pada perangkat lunak ArcView 3.3.
Data yang tersedia dalam tipe titik point yang mewakili stasiun curah hujan. 7. Aktifkan Polygon Thiessen
untuk membagi DAS menjadi tiga bagian. 8. Masukkan nilai R untuk tiap bagian peta sesuai dengan stasiun penakar
hujannya
3.8.2 Faktor Erodibilitas Tanah K
Peta erodibilitas tanah dibuat dengan bantuan peta digital jenis tanah yang diperoleh dari BPDAS Wampu-Sei Ular. Dengan adanya informasi mengenai jenis
tanah ini maka dapat ditentukan indeks erodibilitas tanah K.
3.8.3 Faktor Panjang Kemiringan Lereng LS
Pembuatan peta LS dapat dirangkum sebagai berikut: 1. Buka peta DEM-SRTM Digital Elevation Model-Shuttle Radar Topographic
Mission , buka “open control center” kemudian matikan semua ekstensi
“num_tif”. Sehingga tampilan akan seperti gambar berikut:
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
69 Gambar 3.7 Tampilan Pembuatan Kontur Perangkat SIG Globbal Mapper
2. Buka peta DAS Ular dalam format shp pada layer yang sama yang digunakan untuk mengetahui batasan kontur yang akan dibuat.
3. Sebagai langkah awal kita akan membuat kontur dari peta DEM-SRTM Digital Elevation Model-Shuttle Radar Topographic Mission, dengan
interval 10 m lalu pada menu “Countur Bounds” pilih draw box kemudian
plotlah kotak yang mewakili batasan DAS Ular 4. Simpan kontur yang telah dibuat dalam format shp agar dapat dijalankan pada
program arcview 3.3. 5. Buka thema kontur pada perangkat lunak ArcView 3.3, sebelumnya karena
menggunakan koordinat UTM terlebih dahulu masukan Map Unit : Meters dan Distance Units
: Meter, lalu aktifkan extension : “3D-Analyst, Spatial Analysist dan Xtools Extension
”. 6.
Pilih menu “Surface” dilanjutkan dengan memilih “Create TIN from Feature” setelah muncul kotak dialog “Create new TIN” kemudian dalam “Height
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
70 source“ pilih “Tinggi” dimana field tinggi ini yaitu garis tinggi dalam kontur
atau elevasi, dilanjutk an dengan mengklik “OK”.
7. Setelah mendapatkan TIN, maka langkah selanjutnya adalah membuat kelerengan “Derive slope”. Untuk membuat kelas lereng ini klik menu
“Surface” kemudian klik “Derive Slope”, maka akan muncul kotak dialog “Output Grid Specification” dimana isi dalam kotak dialog ini adalah “Output
Grid Extent : Same As kelerengan” dan “Output Grid Cell Size : 90” nilai ini adalah dalam 1 pixel adalah lebar dan panjangnya adalah 90 meter,
kemudian “ENTER” 8. Tahapan selanjutny
a adalah pilih menu “Analysis” kemudian “Reclassify” maka akan muncul kotak dialog “Reclassify Values” dan klik “Classify” yang
dimaksudkan untuk membagi kelerengan menjadi 5 kelas berdasarkan nilai kemiringan lereng tabel 2.3.
3.8.4 Faktor Penggunaan dan Pengelolaan Lahan CP
Faktor CP ditentukan berdasarkan analisis data sekunder berupa peta digital tata guna lahan yang diperoleh dari BPDAS Wampu-Sei Ular. Dengan menggunakan
bantuan perangkat sistem informasi geografis SIG Indeks penggunaan dan pengelolaan lahan CP diidentifikasi berdasarakan jenis penggunaan dan
pengelolaan lahan untuk masing-masing daerah.
3.8.5 Satuan Lahan Satuan lahan dapat digunakan untuk mempersempit atribut peta akibat proses
tumpang susun. Satuan lahan merupakan satuan pemetaan dan pengamatan terkecil yang merupakan kesatuan lahan yang memiki faktor fisik yang sama, dalam arti erosi
yang terjadi pada lahan dalam suatu unit lahan tersebut dianggap sama. Dalam hal ini
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
71 satuan lahan didasarkan pada sub DAS. Setiap lahan pada masing-masing sub DAS
dianggap satu kesatuan. Pada Analasis tiap Sub DAS satuan lahan dibatasi berdasarkan perbedaan topografi, jenis penggunaan lahan tanah yang terdapat pada
daerah penelitian. Pada tugas akhir ini, dasar pembuatan satuan lahan adalah sub DAS masing-masing. Peta tutupan lahan dibelah melalui proses geoprocessing
menjadi tutupan lahan pada masing-masing sub DAS. Kode satuan lahan pada sub DAS masing-masing dapat dibuat terlebih dahulu sebelum ditumpangsusunkan
dengan faktor-faktor penentu nilai erosi lainnya. Hal ini dilakukan untuk mempermudah proses pengerjaan. Setelah itu barulah dimulai proses tumpang susun
untuk masing-masing satuan lahan.
3.8.6 Estimasi Erosi
Setiap peta tematik yang ada yang akan mewakili parameter-parameter metode USLE Universal Soil Loss Equation kemudian ditumpangsusunkan
overlay untuk menghasilkan suatu peta baru yang disebut peta erosi. Untuk membuat peta erosi ini pengolahan data spasial harus dilakukan
dengan menggunakan teknologi Sistem Informasi Geografis SIG memamfaatkan perangkat lunak ESRI Acrview Versi 3.3. Dengan menggunakan bantuan perangkat
lunak Sistem Informasi Geografis SIG ArcView dapat dilakukan proses tumpang susun overlay dengan mudah. Software tambahan extension Geoprocessing yang
terintegrasi dalam Software ArcView sangat berperan dalam proses ini. Didalam extension ini terdapat beberapa fasilitas overlay dan fasilitas lainnya seperti; union,
dissolve, merge, clip, intersect, asign data. Selain extension geoprocessing extension xtools juga dapat digunakan untuk proses tumpang susun ini.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
72 Proses tumpang susun dilakukan secara bertahap sesuai dengan satuan lahan
masing-masing. Dimulai dari peta tata guna lahan yang ditumpangsusunkan dengan peta erodibilitas tanah. Kemudian hasilnya ditumpangsusunkan lagi dengan peta
kelerengan. Peta keseluruhan hasil tumpang susun tersebut yang masih dalam bentuk
satuan lahan yang dibatasi sub DAS kemudian disatukan kembali dengan proses “geoprocessing” dari perangkat Sistem Informasi Geografis SIG Arcview 3.3.
Setelah selesai barulah kemudian menumpangsusunkannya dengan peta erosivitas hujan. Hasil tumpang susun akhir inilah yang disebut peta erosi. Langkah tumpang
susun yang berulang akan menyatukan atribut tiap-tiap peta sehingga akan merepotkan dalam penyusuann data. Satuan lahan akan mempermudah hal ini
dengan membagi peta DAS keseluruhan menjadi potongan sub DAS. Hasil erosi kemudian diklasifikasikan berdasarkan tabel berikut:
Tabel 3.7 Penilaian Erosi Hasil Prediksi Metode USLE No
Kelas Laju erosi
tonhatahun 1
I 15
2 II
15 - 60 3
III 60 - 180
4 IV
180 - 480 5
V 480
Sumber: Rauf 2011
3.9 Penentuan Tingkat Bahaya Erosi TBE
Setelah mengetahui perkiraan erosi berdasarkan persamaan USLE, kita dapat lebih lanjut menentukan tingkat bahaya erosi. Dengan mengetahui solum tanah pada
DAS tinjauan, maka dapat pula ditentukan tingkat bahaya erosi pada DAS tesebut.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
73 Penentuan tingkat bahaya erosi ini berdasarkan matriks klasifikasi tingkat bahaya
erosi yang disajikan pada tabel 2.5.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
74
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Prediksi Erosi 4.1.1 Satuan Lahan
Seperti telah dipaparkan pada bab sebelumnya, perhitungan perkiraan erosi dilakukan dengan pembagian unit lahan berdasarkan satuan lahan. Satuan lahan ini
dipsahkan berdasarkan sub DAS masing-masing. Pemetaan satuan lahan akan diberi kode tersendiri. Adapun sebaran satuan lahan yang dibuat adalah sebagai berikut:
Tabel 4.1 Kode Satuan lahan Sub DAS
Kode Keterangan
Buaya SUL1B
Tanah Terbuka SUL2B
Semak Belukar SUL3B
Sawah SUL4B
Pertanian Lahan Kering Campur SUL5B
Pertanian Lahan Kering SUL6B
Perkebunan SUL7B
Pemukiman SUL8B
Hutan Lahan Kering Sekunder
Karai SUL1K
Tanah Terbuka SUL2K
Semak Belukar SUL3K
Pertanian Lahan Kering Campur SUL4K
Pertanian Lahan Kering SUL5K
Perkebunan SUL6K
Hutan Tanaman SUL7K
Hutan Lahan Kering Sekunder
Hilir SUL1H
Tanah Terbuka SUL2H
Tambak SUL3H
Semak Belukar SUL4H
Sawah SUL5H
Pertanian Lahan Kering Campur SUL6H
Pertanian Lahan Kering SUL7H
Perkebunan SUL8H
Pemukiman SUL9H
Hutan Rawa Sekunder SUl10H
Belukar Rawa Sumber: Hasil Analisis Perangkat SIG
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA