128
B. PEMBAHASAN
1. Prosedur Pengolahan Citra Pengolahan data pada penelitian ini menggunakan teknik penginderaan
jauh multi-temporal, karena metode teknik tersebut memiliki banyak kelebihan. Menurut Prahasta 2008 metode penginderaan jauh memiliki
kemampuan mencakup wilayah studi yang sangat bervariasi mulai dari kecil hingga luas koprenhensif, dapat memberikan gambaran unsur-unsur spasial
yang berkoprehensif dengan bentuk-bentuk geometri relatif dan hubungan ketetanggaan yang benar, periode pengukuran pengamatan relatif singkat
dan dapat diulang kembali dengan cepat dan konsisten presisi, skala akurasi data spasial yang didapat bervariasi dari yang kecil hingga besar,
kecenderungan dalam mendapatkan data yang paling terbaru, biaya keseluruhanya, waktu dan sebagainya yang terhitung murah .
Prosedur kerja pengolahan data yang dilaksanakan pertama kali adalah pengolahan citra, yaitu dengan memanfaatkan data multispektral berupa citra
landsat 5 tahun 1992, 2002 dan citra landsat 7 tahun 2009 yang didapatkan peneliti dengan menguduh langsung di www.glovis.usgs.gov. Prosedur
pengolahan citra yang diterapkan pada penelitian ini sama dengan pengolahan citra pada umunya, yaitu dengan bantuan program ER-Mapper. Prosedur
pengolahan citra tersebut antara lain: a Impor data, impor data yang diterapkan pada penelitian ini merupakan langkah awal prosedur agar citra
dapat dilanjutkan pada fungsi lanjut berikutnya. Impor data pada ketiga citra landsat tersebut secara prosedur sama yaitu dengan mengimpor 7 band pada
129
masing-masing citra. b Koreksi geometrik, koreksi geometrik pada pengolahan terdiri dari beberapa tahapan, dimana prosedur pengolahanya pada
masing-masing citra berbeda. Koreksi geometrik pada pengolahan citra ini dengan membandingkan citra yang dianggap telah terkoreksi yaitu citra satelit
Landsat tahun 1987. Pada citra Landsat 5 tahun 1992 dilaksanakan prosedur koreksi geometrik dengan menggunakan triangulation sebanyak 54 GCP
Ground Control Point polynomial sebanyak 58 GCP, sedangkan pada tahun 2002 digunakan koreksi triangulation sebanyak 42 GCP dan polynomial
sebanyak 66 GCP. Dan tahun 2009 digunakan koreksi triangulation sebanyak
42 GCP dan polynominal sebanyak 53 GCP.
Perbedaan penerapan pengolahan tersebut dikarenakan kondisi citra masing-masing tahun berbeda. c Koreksi Radiometrik, koreksi radiometrik
bertujuan untuk menghilangkan gangguan atmosferik bertujuan agar tidak terjadi kesalahan dalam interpretasi dan didapatkan hasil pengolahan yang
maksimal. Tahapan koreksi radiometrik pada penelitian ini berbeda penerapanya, karena kondisi citra setiap tahunya yang digunakan juga
berbeda. Untuk mengetahui perbedaan kondisi gangguan tersebut, dapat diketahui dengan menggali informasi nilai minimum pada hasil statistik
masing-masing citra. d Crooping Pemotongan Citra, prosedur pemotongan citra diterapakan untuk memfokuskan pada wilayah yang dijadikan kajian
penelitian. Penerapan pemotongan citra pada penelitian ini sama dengan
penerapan pada umumnya, yang berbeda adalah penentuan batas DAS
130
Daerah Aliran Sungai Bodri yang merupakan wilayah kajian penelitian diproses secara dijital. DAS menurut Linsley 1980 dalam Direktorat dan
Konservasi Sumberdaya Air 2005 menyebut DAS sebagai” A river of drainage basin in the entire area drained by a stream or system of connecting
streams such that all stream flow originating in the area discharged through a single outlet”.
Secara umum
DAS didefinisikan
sebagai suatu
hamparan wilayahkawasan yang dibatasi oleh pembatas topografi punggung bukit
yang menerima, mengumpulkan air hujan, sedimen dan unsur hara serta mengalirkanya melalui anak-anak sungai dan keluar pada sungai utama ke laut
atau danau. Dari pengertian “kawasan yang dibatasi igir bukit” maka dalam penentuan batas DAS secara dijital digunakan data satelit DEM Digital
Elevation Model 90 meter tahun 2000, DEM 90 meter menurut Raharjo 2009 SRTM Shutle Radar Topography Mission merupakan pesawat ulang-
alik yang mempunyai misi untuk mendapatkan data penginderaan jauh berupa elevasi atau ketinggian permukaan bumi, data ini selanjutnya dikenal sebagai
digital elevation model. Dari data ketinggian tersebut dihasilkan batas DAS Bodri dengan bantuan program ILWIS 3.0.
2. Supervised Classification
Pada proses penerapan metode ini ditentukan terlebih dahulu dua belas kelas penutup lahan yang merupakan hasil dari modifikasi rekalkulasi penutup
lahan Departemen Kehutanan yang dijadikan training area. Dua belas kelas penutup lahan tersebut adalah Hutan, Hutan Produksi, Lahan Terbuka,
131
Mangrove, Perkebunan, Permukiman, Tegalan, Kebun Campuran, Sawah, Semak Belukar, Tambak, dan Tubuh Air, dimana dalam pengenalan obyek
penutup lahan didasarkan pada kunci interpretasi citra, hasil survei dan pengumpulan informasi di lapangan. Dari proses supervised classification
tersebut, secara otomatis akan dihasilkan data berupa peta raster dan luasan masing-masing kelas penutup lahan beserta nilai statistik yang dihasilkan.
Proses dan hasil tersebut sesuai dengan penjelasan Purwadhi dan Sanjoto 2008 klasifikasi terbimbing digunakan data penginderaan jauh multispektral
yang berbasis numerik, maka pengenalan polanya merupakan proses otomatik dengan bantuan komputer. Konsep penyajian data dalam bentuk
numerisgrafik atau diagram klasifikasi terbimbing yang didasarkan pada pengenalan pola spektral spectral pattern recognition
.
3. Perubahan Kelas Penutup Lahan DAS Bodri Tahun 1992-2009 Berdasarkan pengolahan data tersebut maka akan diketahui hasil
luasan masing-masing kondisi penutup lahan yang dapat di amati pada tabel 8
pada untuk tahun 1992, tabel 9 untuk tahun 2002, dan tabel 10 untuk tahun
2009. Kemudian dibandingkan untuk mengetahui perubahan penutup lahan
yang terjadi yang dapat diamati pada tabel 11. Dari kondisi tersebut maka
diketahui perubahan penutup lahan sebagai berikut a Hutan selama kurun waktu 1992-2009 keteraturan perubahan penutup lahan hutan berkurang
sebesar 210 hatahun. Berdasarkan intensitas berkurangnya tersebut dan pengamatan di lapangan, perubahan alih fungsi hutan banyak di pengaruhi
oleh aktifitas perkebunan dan perkembangan lahan pertanian.
132
Pada titik fokus pengamatan proses perubahan yang terjadi adalah alih fungsi hutan menjadi tegalan, kebun campuran, dan perkebunan. b Hutan
produksi, selama selang waktu tahun 1992-2009 intesitas perubahan penutup lahan sebesar 169 hatahun, perubahan tersebut banyak dipengaruhi oleh alih
fungsi hutan produksi menjadi kebun campuran, lahan pertanian maupun permukiman. c Lahan terbuka keteraturan perubahan tahun 1992-2009
sebesar 176,83hatahun. d Mangrove dalam kurun waktu tahun 1992-2009 keteraturan perubahan sebesar 0,05hatahun, kondisi tersebut dipengaruhi
oleh aktifitas pembukaan tambak. e Perkebunan, keteraturan perubahan dari tahun 1992 hingga 2009 sebesar 297 hatahun, kondisi tersebut dipengaruhi
oleh alih fungsi semak belukar yang begitu besar. f Permukiman, keteraturan perubahan selang waktu 17 tahun sebesar 28,73 hatahun.
Perluasan permukiman banyak disebakan oleh adanya perubahan alih fungsi sawah menjadi permukiman yang sejalan dengan perkembangan
permukiman di Kabupaten Kendal seperti pada tabel 12. g Tegalan,
keteraturan perubahan dalam kurun waktu 17 tahun antara tahun 1992-2009 sebesar 325,5 hatahun. h Kebun campuran, keteraturan perubahan penutup
lahan dari tahun 1992-2009 sebesar 330,34 hatahun, kondisi tersebut juga dipengaruhi oleh akibat perubahan semak belukar yang terjadi secara besar-
besaran. i Sawah, keteraturan perubahan tahun 1992 hingga 2009 sebesar - 30,26 hatahun yang sebagian besar beralih fungsi menjadi permukiman.
Pada perkembangan luasan antara sawah dan tegalan pada penelitian ini saling mempengaruhi, hal tersebut berkaitan dengan tanggal perekaman
133
citra yang digunakan yang berpengaruh terhadapa sistem penanaman. Pada musim kemarau lahan sawah sebagian besar beralih fungsi menjadi tegalan,
hal tersebut sesuai dengan yang disampaikan oleh Wahyunto, dkk 2007 bahwa lahan sawah di Indonesia pada umunya digunakan untuk bertanam
padi. Tetapi selain untuk bertanam padi, lahan sawah juga ditanami palawija, sayur-sayuran, tebu, tembakau dan lain-lain baik secara rotasai maupun
tumpang sari. j Semak belukar, keteraturan perubahan dari tahun 1992 hingga 2009 sebesar 507 hatahun. Alih fungsi semak belukar banyak yang
berubah menjadi kebun campuran dan perkebunan. k Tambak dengan keteraturan perubahan tahun 1992-2009 sebesar 1,42 hatahun, perluasan
kawasan tambak dipengaruhi oleh perkembangan garis pantai akibat dari sedimentasi. Dan yang terakhir adalah l tubuh air tahun 1992-2002 turun
sebesar 37 sebesar 738,34 ha dari 1.997,08 ha menjadi 1.258,74 ha pada tahun 2002 dan pada tahun 2002-2009 mengalami peningkatan sebesar
11,34 sebesar 142,74 ha menjadi 1.401,48 ha pada tahun 2009. Perubahan penutup lahan yang terjadi di DAS Bodri sebagian besar
adalah berkurangnya suatu jenis penutup lahan tetapi pada jenis penutup lahan lainya mengalami kenaikan, hal tersebut sesuai dengan pendapat
Purwadhi dan Sanjoto 2008 alih fungsi atau perubahan penutuppenggunaan lahan adalah bertambahnya suatu penggunaan yang lainya diikuti dengan
berkurangnya tipe penggunaan yang lainya diikuti dengan berkurangnya tipe penggunaan lahan yang lain pada suatu waktu ke waktu berikutnya, atau
berubahnya fungsi suatu lahan pada suatu daerah pada kurun waktu yang
134
berbeda. Lama waktu perubahan disesuaikan dengan tujuan pengamatan atau penelitian.
Hasil uji keakuratan interpretasi citra supervised classification yang
dilaksanakan dapat diamati pada tabel 13 dan gambar 43. Berdasarkan hasil
uji keakuratan citra dihasilkan tingkat kesesuaian sebesar 88, yang artinya dari 110 titik uji yang dilaksanakan terdapat kesalahan sebesar 13 titik uji.
Nilai ambang minimum untuk diterimanya suatu pemetaan yang berbasis penginderaan jauh adalah sebesar 85, sehingga data hasil klasifikasi
terbimbing dalam penelitian ini dapat diterima atau digunakan. Metode uji kesesuaian tersebut sama yang dilaksanakan oleh Mufarika 2008 yaitu
dengan membandingkan jumlah titik uji kesesuaian yang akurat dengan jumlah titik keseluruhan yang di surveiuji.
4. Pengaruh Perubahan Penutup Lahan Terhadap Kawasan Budidaya Kabupaten Kendal
Berdasarkan RTRW kawasan budidaya Kabupaten Kendal tahun 2006, kawasan budidaya merupakan kawasan diluar kawasan lindung yang
kondisi dan potensi sumber alamnya dianggap dapat dan perlu dimanfaatkan bagi kepentingan produksi kegiatan usaha maupun pemenuhan kegiatan
permukiman. Kawasan budidaya terbagi dalam 2 aspek utama yang pertama, yaitu kawasan budidaya pertanian yang terdiri dari kawasan tanaman pangan
lahan basah, tanaman pangan lahan kering, tanaman tahunan atau perkebunan dan kawasan hutan produksi. Aspek yang kedua yaitu kawasan budidaya non-
135
pertanian yang terdiri dari kawasan perikanan, pertambangan, perindustrian, pariwisata dan kawasan permukiman.
Uji kesesuaian dalam penelitian ini adalah meng-overlay-kan peta kawasan budidaya pada RTRW Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Kendal tahun 2006 dengan hasil perubahan penutup lahan akhir yaitu penutup
lahan tahun 2009. Hasil overlay antara data tersebut dapat diamati pada tabel 14
dan tabel 15, secara umum pengolahan ini adalah membandingkan
persebaran penuutp lahan dengan kawasan budidaya yang masuk DAS. Dari pengolahan tersebut maka dihasilkan: a Kawasan budidaya
perkebunan tidak sesuai karena tingkat presentase kesesuaian hanya 34,82 dari luas kawasan budidaya adalah 25.159,30 ha, yang masuk pada wilayah
DAS sebesar 7.281,70 ha, b Kawasan budidaya permukiman tidak sesuai karena tingkat presentase kesesuaian
hanya 67,29, berdasarkan perbandingan luas kesesuaian kawasan budidaya dengan luas kawasan
budidaya masuk DAS. c Tegalan, berdasarkan pada hasil penelitian luas kawasan budidaya adalah 9.211,22 ha, masuk DAS sebesar 4.4439,47 ha
dengan presentase kesesuaian sebesar 66,50 dan dapat dikatakan tidak sesuai. d Sawah, berdasarkan hasil overlay dihasilkan luas kawasan
budidaya 17.073,30 ha, masuk DAS 5.732,25 ha dengan presentase kesesuaian sebesar 69,28 dan dapat dikatakan tidak sesuai, dan e
Tambak, berdasarkan hasil overlay yang dilakukan antara hasil klasifikasi penutup lahan dan kawasan budidaya memiliki nilai sebesar 100.
136
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik beberapa kesimpulan, antara lain.
1. Perubahan kelas penutup lahan yang terjadi selama kurun waktu tahun 1992-2009 di DAS Bodri secara umum adalah. a Perubahan alih fungsi
atau berkurangnya luasan hutan menjadi Tegalan, Kebun Campur, dan Perkebunan. b Perubahan penutup lahan hutan produksi menjadi tegalan,
dan kebun campur yang sifatnya sementara karena diprediksi akan dimanfaatkan kembali. c Peningkatan luasan perkebunan yang
dipengaruhi oleh alih fungsi hutan dan semak belukar menjadi perkebunan dengan jensi vegetasi buah-buahan, karet, sengon, merbuh dan sebagainya.
d Alih fungsi sawah menjadi permukiman. e Peningakatan luasan tegalan banyak dipengaruhi oleh sistem rotasi penanaman pada sawah. f
Berkurangnya luasan semak belukar diprediksikan akibat alih fungsi menjadi kebun sengon dan kebun campuran. g Perkembangan luasan
tambak banyak dipengaruhi oleh sedimentasi sungai Bodri. 2. Berdasarkan pada peta arahan kawasan budidaya RTRW Kabupaten Kendal
tahun anggaran 2006, terdapat 5 aspek kawasan yang menjadi titik berat pengamatan yaitu kawasan tanaman tahunanperkebunan, permukiman,
budidaya tanaman lahan kering atau tegalan, sawah atau budidaya tanaman lahan basah dan budidaya empangrawa. Berdasarkan hasil overlay dapat
disimpulkan bahwa kawasan budidaya RTRW Kabupaten Kendal tahun