DEM Digital Elevation Model SRTM Shutle Radar Topography Mission Klasifikasi Terbimbing Supervised Classification

20 HRMSI. ETM + didesain untuk keberlanjutan dari program Landsat-4 dan 5, dimana sampai saat ini datanya masih dapat diakses atau direkam. Pola orbitnya juga dibuat sama dengan Landsat-4, 5 dan 6, yaitu dengan lebar sapuanliputan sebesar 185 km. Desain daripada ETM + sama seperti ETM pada Landsat-6 namun ditambah dengan dua sistem model kalibrasi untuk mengeliminasi gangguan radiasi matahari dual mode solar callibrator systems dengan penambahan lampu kalibrasi untuk fasilitas koreksi radiometrik Satelit-inderajablogspot.com

E. DEM Digital Elevation Model SRTM Shutle Radar Topography Mission

SRTM Shutle Radar Topography Mission merupakan pesawat ulang- alik yang mempunyai misi untuk mendapatkan data penginderaan jauh berupa elevasi atau ketinggian permukaan bumi, data ini selanjutnya dikenal sebagai DEM digital elevation model. Pesawat ulang alik ini bekerja selama 11 hari februari 2000 untuk menyiam seluruh permukaan bumi dengan menggunakan sistem radar band C:5,6 cm, data yang dihasilkan memiliki resolusi spasial sebesar 3 detik setara 90 meter, yang perlu diperhatikan dalam penggunaan data DEM dari SRTM ini adalah bahwa data ketinggianya merupakan ketinggian permkaan bumi termasuk tutupan lahanya. Dalam hal ini termasuk pula ketinggian tajuk pohon dan juga gedung-gedung, dikarenakan daya tembus radar dengan gelombang 5,6 cm sangat terbatas tidak mampu menembus batangranting. SRTM memiliki struktur data yang sama seperti format GRID lainnya, yaitu terdiri dari sel-sel yang setiap sel memiliki wakil nilai ketinggian. Nilai 21 ketinggian pada SRTM adalah nilai ketinggian dari datum WGS1984, bukan dari permukaan laut. Tapi karena datum WGS1984 hampir berimpit dengan permukaan laut maka untuk skala tinjau dapat diabaikan perbedaan diantara keduanya www.raharjo.org.

F. Interprestasi Citra Secara Dijital

Pra-pengolahan data penginderaan jauh dijital mencakup rektifikasi pembetulan dan restorasi pemugaran atau pemulihan citra. Citra merupakan prosedur operasi agar diperoleh data yang sesuai dengan aslinya. Citra sensor penginderaan jauh mengalami berbagai distorsi yang disebabkan oleh gerakan sensor saat perekaman data, faktor media antara, dan faktor obyeknya sendiri, sehingga perlu dibetulkan atau dipulihkan kembali. Pengolahan data dijital adalah suatu subyek ilmu dan teknik yang sangat luas dan tidak jarang menggunakan prosedur matematik yang komplek Purwadhi dan Sanjoto, 2008. Tahapan pengolahanya adalah:

1. ImportOpenLoad Data

Langkah pertama dalam pemgolahan data citra adalah membuka data atau mengimport data satelit yang akan digunakan ke dalam format yang sesuai dengan format perangkat lunak yang digunakan Er-Mapper atau Ilwis atau yang lain. Data citra pada umumnya disimpan ke dalam media CD ROM atau media penyimpanan lainya. Jenis data yang bisa dibuka.di-load ke dalam perangkat lunak adalah data raster dan data vektor. Data raster adalah citra dijital yang terbentuk dari elemen-elemen gambar pixel=picture element da dinyatakan dalam tingkat keabuan. Secara 22 definitif citra penginderaan jauh adalah gambaran suatu obyek dari pantulan atau pancaran obyek, yang direkam oleh sistem perekaman data dapat bersifat optik, analog dan dijital. Data vektor adalah data yang tersimpan dalam bentuk titik, garis, dan polygonarea. Contoh data vektor adalah data dari hasil digitasi sistem informasi geografis seperti lokasi pengambilan sampel, jalanpenggunaan lahan. Er-Mapper maupun Ilwis juga akan membuat dua file hasil dari mengimport data vektor Pusat Data Penginderaan Jauh, 2005.

2. Koreksi Radiometrik Citra

Koreksi radiometrik citra terkadang dirujuk pula dengan memakai istilah-istilah pre-processing atau restoration bersama dengan koreksi geometrik adalah suatu koreksi yang perlu diberikan akibat kesalahan atau distorsi yang bersifat radiometrik pada citra produk perekaman sensor. Fenomena kesalahan radiometrik ini akan nampak ketika sensor yang terpasang baik pada satelit maupun pesawat terbang tengah mengamati energi gelombang elektromagnetik yang terpantulkan oleh unsur-unsur spasial yang terletak di permukaan bumi. Berdasarkan pengamatan tersebut, ternyata energi yang terukur oleh sensor di atas tidak sama betul dengan yang terpancar atau terpantulkan dari obyek-obyek yang sama walaupun dalam jarak-jarak yang relatif dekat. Hal ini kemudian diketahui karena disebabkan karena perbedaan sudut azimuth dan ketinggian matahari, kondisi atmosfir, respons sensor sendiri, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, agar didapatkan data rekaman pantulan energi dari obyek yang sangat mendekati realitasnya, distorsi radiometrik ini perlu dikoreksi. Dengan mengamati faktor-faktor 23 penyebab di atas, maka koreksi radiometrik secara umu dapat dapat diklasifikasikan ke dalam tiga tipe berikut ini: a. Koreksi radiometrik yang disebabkan oleh kondisi atmosfir. Koreksi ini diberlakukan sebagai akibat berbagai kondisi atmosfir yang menyebabkan penyerapan dan hamburan radiasi sinar matahari. Oleh karena itu, radiasi yang dipantulkan atau dipancarkan oleh suatu obyek path-radiance hamburan atmosfir perlu dikoreksi. b. Koreksi radiometrik yang disebabkan oleh sudut azimuth atau ketinggian matahari dan topografi. Radiasi sinar matahari direfleksikan dan disebarkan ke permukaan bumi dengan adanya perbedaan sudut ini, terdapat area-area nampak lebih terang. Sementara relief topografi dapat dikoreksi dengan menggunakan parameter sudut antara arah radiasi sinar matahari dan vektor normal permukaan tanah. c. Koreksi radiometrik yang disebabkan oleh sensitivitas sensornya. Jika sensor yang digunakan dari jenis optik, maka area-area yang terletak dipinggiran citra cenderung bernuansa agak gelap jika dibandingkan dengan area-area yang terletak di tengah citra. Koreksi pada kondisi dapat dilakukan dengan menerapkan rumus matematis prahasta, 2008.

3. Koreksi Geometrik Citra

Geometrik merupakan posisi geografis yang berhubungan dengan distribusi keruangan spatial distribution. Geometrik memuat nformasi data yang mengacu bumi geo-referenced data, baik secara posisi sistem koordinat lintang dan bujur maupun imformasi yang terkandung di 24 dalamnya. Geometrik citrapenginderaan jauh mengalami pergeseran, karena orbit satelit sangat tinggi dan medan pandangan yang kecil, maka terjadi distorsi geometrik. Kesalahan geometri citra dapat terjadi karena posisi dan maupun sikap sensor pada saat satelit mengindera bumi, kelengkungan dan putaran bumi serta adanya relief atau ketinggian yang berbeda dari permukaan bumi yang diindera. Akibat dari kesalahan geometrik ini maka posisi piksel dari data inderaja satelit tersebut tidak sesuai dengan posisi lintang dan bujur yang sebenarnya Purwadhi dan Sanjoto, 2008. Pada umumnya paling tidak, pada setiap kelas atau level yang paling rendahnya, citra dijital hasil perekaman sensor-sensor satelit penginderaan jauh hadir dengan bentuk-bentuk relatif yang sudah benar tetapi dengan aspek geometri yang belum akurat memiliki kesalahan geometri. Hal ini tentu saja dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu, arah lintasan, gerakan lokal satelit dan kelengkungan bumi itu sendiri. Koreksi geometrik yang dimaksud tidak jarang dirujuk dengan beberapa istilah yang masing-masing sangat mungkin untuk tidak mudah dibedakan satu sam lainya. Istilah-istilah tersebut adalah geocoding, registrasi, rektifikasi, reprojection dan lain sejenisnya. Rektifikasi adalah suatu proses yang menstransformasikan geometri unsur-unsur spasial citra dijitalnya sedemikian rupa sehingga setiap pikselnya memiliki posisi di dalam sistem koordinat dunia nyata. Ortho-rektifikasi merujuk pada suatu proses tipe rektifikasi yang lebih akurat dari pada rektifikasi biasa karena prosesnya juga mempertimbangkan beberapa karakteristik sensor kamera dan platform satelit atau pesawat terbang yang digunakan. Proses ortho-rektifikasi sangat disarnkan untuk 25 dilakukan terhadap citra dijital foto udara. Sementara registrasi adalah proses yang dilakukan untuk menyesuaikan atau menyamakan bentuk aligning dua citra dijital hingga satu sama lainya dapat di-overlay-kan untuk kemudian dibandingkan. Sedangkan rotasi adalah proses memutar orientasi sebuah citra. Dan, reprojection adalah proses yang dilakukan untuk mentransformasikan citra dari suatu datum dan sistem proyeksi peta ke datum dalam sistem proyeksi peta yang lain Prahasta, 2008.

G. Klasifikasi Terbimbing Supervised Classification

Proses klasifikasi dengan pemilihan kategori informasi yang diingninkan dan memilih training area untuk tiap kategori penutup lahan yang mewakili sebagai kunci interprestasi merupakan klasifikasi terbimbing supervised classification. Klasifikasi terbimbing digunakan data penginderaan jauh multispektral yang berbasis numerik, maka pengenalan polanya merupakan proses otomatik dengan bantuan komputer. Konsep penyajian data dalam bentuk numerisgrafik atau diagram klasifikasi terbimbing yang didasarkan pada pengenalan pola spektral spectral pattern recognition yang terdiri atas tiga tahap, yaitu: 1. Tahap training sample : analisis menyusun “kunci interprestasi” dan mengembangkan seara numerik spektral untuk setiap kenampakan menggunakan training areas 2. Tahap klasifikasi : setiap pixel pada serangkaian data citra dibandingkan setiap kategori pada kunci interprestasi numerik, yaitu mnentukan nilai pixel yang tak dikenal dan paling mirip dengan kategori pada kunci interprestasi dikerjakan secara numerik dengan menggunakan berbagai 26 strategi klasifiksi. Setiap pixel kemudian diberi nama sehingga diperloeh matrik multidimensi untuk menentukan jenis kategori penutup lahan yang diinterprestasikan. 3. Tahap keluaran : hasil matrik dideliniasi sehingga terbentuk peta penutup lahan, dan dibuat tabel matrik luas berbagai jenis tutupan lahan pada citra Purwadhi dan Sanjoto, 2008.

H. Daerah Aliran Sungai

Dokumen yang terkait

Sistem Pengiriman Data Temperatur Jarak Jauh Menggunakan Infrared Berbasis AT89S51

1 31 68

Penerapan teknik penginderaan jauh untuk menduga debit puncak menggunakan karakteristik lingkungan fisik DAS studi kasus di daerah aliran sungai Bengawan Solo Hulu, Jawa Tengah

4 31 620

Kajian Perubahan Penutupan Lahan dengan Memanfaatkan Penginderaan Jauh di Wilayah Pesisir Teluk Banten

0 5 73

MONITORING DAN EVALUASI DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

0 7 14

ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DENGANAPLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DAN PENGINDERAAN JAUH DI Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Dengan Aplikasi Sistem Informasi Geografis Dan Penginderaan Jauh Di Kecamatan Tembalang Kota Semarang Tahun 2000 - 20

0 2 18

PEMODELAN ARAHAN FUNGSI KAWASAN LAHAN UNTUK EVALUASI PENGGUNAAN LAHAN EKSISTING Pemodelan Arahan Fungsi Kawasan Lahan Untuk Evaluasi Penggunaan Lahan Eksisting Menggunakan Data Penginderaan Jauh Di Sub Daerah Aliran Sungai Opak Hulu.

0 2 12

PENDAHULUAN Pemodelan Arahan Fungsi Kawasan Lahan Untuk Evaluasi Penggunaan Lahan Eksisting Menggunakan Data Penginderaan Jauh Di Sub Daerah Aliran Sungai Opak Hulu.

1 2 31

PEMODELAN ARAHAN FUNGSI KAWASAN LAHAN UNTUK EVALUASI PENGGUNAAN LAHAN EKSISTING Pemodelan Arahan Fungsi Kawasan Lahan Untuk Evaluasi Penggunaan Lahan Eksisting Menggunakan Data Penginderaan Jauh Di Sub Daerah Aliran Sungai Opak Hulu.

0 1 16

(ABSTRAK) KAJIAN PERUBAHAN PENUTUP LAHAN DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK PENGINDERAAN JAUH MULTI-TEMPORAL DI DAERAH ALIRAN SUNGAI BODRI.

0 0 2

Analisis Transisi Lahan di Kabupaten Gunungkidul dengan Citra Penginderaan Jauh Multi Temporal | Wardhana | Jurnal Ilmu Kehutanan 5737 9877 1 PB

0 1 14