Kasus Pekerja Anak Pembongkar Kapal di Chittagong, Bangladesh

permasalahan disini adalah dalam membuat peraturan-peraturan tersebut, negara seringkali mengabaikan keberadaan berbagai sektor seperti pertanian, jasa domestik, usaha keluarga dan sektor informal yang pada umumnya melibatkan anak-anak untuk bekerja di sana. Atas dasar tersebut, berikut akan penulis paparkan mengenai kasus-kasus pekerja anak yang terjadi di dunia, yakni di Bangladesh dan Indonesia.

1. Kasus Pekerja Anak Pembongkar Kapal di Chittagong, Bangladesh

Pada umumnya, pekerja anak di Bangladesh banyak sekali ditemukan bekerja di sektor informal. Industri pembongkaran kapal di Chittagong, Bangladesh merupakan salah satu dari industri informal yang hingga saat ini masih mempekerjakan anak-anak dalam jumlah yang besar. Pekerjaan pembongkaran kapal-kapal bekas merupakan pekerjaan yang berbahaya. Tiadanya perlengkapan yang memadai dan pelayanan kesehatan yang diberikan oleh pemilik industri menyebabkan pekerjaan ini merupakan salah satu perkerjaan yang berbahaya di dunia, dengan tingkat kematian yang cukup tinggi. Telah dikatakan bahwa pekerjaan ini telah mengakibatkan setidaknya 1 orang pekerja tewas setiap minggunya. 66 Di tahun 2011 dan 2012, telah tercatat bahwa pekerjaan ini telah mengakibatkan tewasnya 15 orang pekerja. 67 66 Chittagong Ship Breaking Yard . Sebagaimana dimuat dalam: laman web: http:en.wikipedia.orgwikiChittagong_Ship_Breaking_Yard. Diakses pada tanggal 10 Februari 2015 pukul 19.00 WIB 67 The Ship-Breakers . Sebagaimana dimuat dalam: http:ngm.nationalgeographic.com201405shipbreakersdangers-video. Diakses pada tanggal 10 Februaru 2015 pukul 20.30 WIB Di tahun 2013, Universitas Sumatera Utara jumlah pekerja yang tewas telah meningkat menjadi 20 orang pekerja. 68 Setahun terakhir ini, yakni tepat pada tanggal 3 April 2014, pekerjaan ini juga telah mengakibatkan tewasnya 4 orang pekerja. 69 Organisasi lokal di Bangladesh telah memperkirakan bahwa dalam 30 tahun terakhir, setidaknya sekitar 2000 orang pekerja yang dinyatakan tewas, dan sebagian besar pekerja pada umumnya mengalami cedera ataupun luka yang amat serius. 70 1. Kelompok pemotong badan kapal. Pekerjaan pembongkaran kapal di Chittagong, Bangladesh, terbagi menjadi 3 kelompok tugas, yakni: 2. Kelompok pengangkut potongan baja kapal. 3. Kelompok penarik sisa badan kapal. Dari ketiga kelompok tugas ini, yang paling berbahaya adalah kelompok pemotong badan kapal. Dalam melakukan pekerjaannya, para pemotong badan kapal ini tidaklah memiliki keterampilan khusus ataupun keahlian dalam melakukan pekerjaannya. Di samping itu, para pekerja di sana juga tidak memiliki peralatan yang memadai, yang dapat melindungi mereka dalam melakukan pekerjaannya. Perlu kita ketahui bahwa, pekerjaan memotong badan kapal ini dilakukan oleh para pekerja dari dalam tubuh kapal. Pekerjaan ini dilakukan oleh mereka hanya dengan menggunakan obor asetilena. Terkadang percikan api yang 68 Bangladesh Ship Breaking Still Dirty and Dangerous with at least 20 Deaths in 2013 . Sebagaimana dimuat dalam: https:www.fidh.orgInternational-Federation-for-Human- Rightsasiabangladesh14395-bangladesh-shipbreaking-still-dirty-and-dangerous-with-at-least-20- deaths. Diakses pada tanggal 10 Februari 2015 pukul 21.30 WIB 69 Four Killed and Three Others Injured by Toxic Gas . Sebagaimana dimuat dalam: http:www.shipbreakingbd.info4-killed-and-three-others-injured-by-toxic-gas.html. Diakses pada tanggal 10 Februari 2015 pada pukul 22.30 WIB 70 Overview of Ship Breaking in Bangladesh. Sebagaimana dimuat dalam: http:www.shipbreakingbd.infooverview.html. Diakses pada tanggal 10 Februari 2015 pada pukul 23.00 WIB Universitas Sumatera Utara dikeluarkan dari obor tersebut seringkali menyebabkan ledakan gas yang akhirnya mengakibatkan tewasnya beberapa orang pekerja. Hal ini disebabkan karena masih adanya kandungan gas-gas beracun dan sisa-sisa minyak yang masih terdapat di dalam bagian-bagian tubuh kapal bekas tersebut. Pada umumnya, pekerja yang bekerja di sana tidaklah diberikan suatu kontrak kerja. Keadaan yang demikian mengakibatkan para pekerja tidak dapat menuntut serta mempertahankan apa yang menjadi haknya selaku pekerja. Seringkali para pekerja tidak diberikan izin cuti tahunan serta izin sakit. Hal ini disebabkan karena tiadanya kontrak kerja yang jelas yang diberikan oleh pihak pengusaha kepada para pekerja. Pekerjaan pembongkaran kapal-kapal bekas merupakan pekerjaan yang terlarang di berbagai negara di dunia. Pekerjaan tersebut dilarang dikarenakan resiko pekerjaannya yang berbahaya. Akan tetapi, pekerjaan tersebut bukanlah merupakan suatu masalah bagi Bangladesh. Faktor kemiskinan dan kurangnya pendidikan menyebabkan banyaknya rakyat Bangladesh untuk tetap melakukan pekerjaan ini. Berikut adalah tabel yang menunjukkan usia pekerja yang bekerja di industri pembongkaran kapal-kapal bekas di Chittagong, Bangladesh. Tabel No. 4.1. Rentang Usia Pekerja di Industri Pembongkaran Kapal di Chittagong, Bangladesh Rentang Usia Jumlah Persentase Usia di bawah 18 tahun 10,94 Usia 18-22 tahun 40,75 Usia 46-60 tahun 1,13 Sumber: http:www.shipbreakingbd.infooverview.html Universitas Sumatera Utara Berdasarkan kondisi di atas, sangatlah disayangkan bahwa sekitar 10,94 dari jumlah pekerja yang bekerja pada industri pembongkaran kapal tersebut merupakan anak-anak yang berusia di bawah umur 18 tahun. Banyak sekali ditemukan anak-anak berusia 14 tahun yang dipekerjakan di sana sebagai asisten pemotong badan kapal dan juga sebagai buruh yang mengangkut potongan- potongan baja kapal dari satu tempat ke tempat lain, dengan jam kerja selama 16 jam sehari. 71 Bangladesh sejak tahun 1933 telah mengundangkan Childrens Act Pledging of Labour guna mengatasi masalah pekerja anak. Namun dikarenakan ketiadaan defenisi yang seragam, serta kurangnya peraturan yang secara khusus mengatasi masalah pekerja anak di sektor pertanian dan konstruksi, menyebabkan lemahnya daya berlaku peraturan ini Childrens Act 1938. Keadaan inilah yang menyebabkan Bangladesh sebagai salah satu negara dengan jumlah pekerja anak terbanyak di dunia. 72 Berikut adalah beberapa peraturan yang menyediakan defenisi yang berbeda-beda mengenai pengaturan usia seseorang untuk dinyatakan sebagai anak, yakni: 73 Peraturan-peraturan Tabel No. 4.2. Peraturan-peraturan Nasional Bangladesh yang Mengatur tentang Usia Anak Pengaturan Usia Anak Children Act, 1974 Di bawah umur 17 tahun Children Pledging of Labour Act, 1933 Di bawah umur 16 tahun 71 Worker Rights Violation . Sebagaimana dimuat dalam: http:www.shipbreakingbd.infoWorker20Rights20Violation.html. Diakses pada tanggal 11 Februari 2015 pukul 12.00 WIB 72 Gamini Herath and Kishor Sharma, Ibid., hal. 20 73 Gamini Herath and Kishor Sharma, Op.cit., hal. 85 Universitas Sumatera Utara Employment of Children Act, 1938 Di bawah umur 16 tahun bagi pekerjaan di bidang transportasi kereta api dan pengangkutan barang di pelabuhan. Di bawah umur 13 tahun bagi pekerjaan-pekerjaan berbahaya yang diatur secara spesifik. Tea Labour Plantation Ordinance, 1962 Di bawah umur 16 tahun Factories Act, 1965 Di bawah umur 17 tahun Shop and Establishment Act, 1965 Di bawah umur 13 tahun Road Transport Workers Ordinance, 1961 Di bawah umur 19 tahun Mines Act, 1923 Dibawah umur 16 tahun Pada dasarnya, keseragaman pengaturan mengenai usia anak terjadi karena hingga saat ini, pemerintah Bangladesh tidak meratifikasi Konvensi ILO No. 138 Tahun 1973 tentang Usia Minimum untuk Diperbolehkan Bekerja, dimana konvensi ini telah menetapkan suatu standar di bidang ketenagakerjaan yang menentukan batas usia minimum seseorang untuk diperbolehkan untuk bekerja. Walaupun demikian, pada tahun 2001, Bangladesh telah meratifikasi Konvensi ILO No. 182 Tahun 1999 tentang Pelarangan dan Tindakan Segera untuk Menghapuskan Bentuk-bentuk Terburuk Pekerjaan Anak.. Akan tetapi, hingga saat ini masih saja ditemui pekerjaan-pekerjaan yang pada dasarnya menurut ketentuan konvensi tersebut merupakan pekerjaan yang dilarang bagi anak, sebagai contoh adalah pekerjaan industri pembongkaran kapal di Chittagong, Bangladesh, yang banyak sekali memperkerjakan anak-anak. Hal ini disebabkan karena hingga saat ini, industri pembongkaran kapal di Chittagong, Bangladesh merupakan industri informal. Tidak adanya peraturan hukum yang Universitas Sumatera Utara mengatur mengenai kegiatan industri tersebut mengakibatkan praktek pekerja anak pembongkar kapal di Chittagong, Bangladesh semakin marak.

2. Kasus Pekerja Anak Jermal di Pantai Timur, Sumatera Utara, Indonesia