Peran ILO dalam Memberikan Perlindungan terhadap Masalah Pekerja Anak di Dunia

2. Peran ILO dalam Memberikan Perlindungan terhadap Masalah Pekerja Anak di Dunia

ILO selaku organisasi perburuhan internasional, berusaha untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh masyarakat di dunia, khususnya bagi kaum buruh. ILO menjalankan fungsinya sebagai pembuat standar perburuhan internasional, di mana standar perburuhan internasional tersebut berupa konvensi convention dan rekomendasi recommandation yang menetapkan suatu standar minimum. Konvensi-konvensi ILO merupakan traktat internasional yang perlu diratifikasi oleh seluruh negara anggota ILO, sedangkan rekomendasi ILO adalah instrumen ketenagakerjaan yang bersifat tidak mengikat secara hukum, yang menetapkan pedoman sebagai informasi kebijakan nasional, dan oleh karena itu tidak memerlukan ratifikasi. Dengan kata lain ILO merumuskan segala peraturan terkait dalam hal memberikan perlindungan bagi tenaga kerja khususnya pekerja anak di dunia. Untuk melindungi dan meningkatkan penghormatan terhadap hak-hak dasar pekerja, ILO menetapkan Deklarasi tentang Prinsip-prinsip dan Hak-hak Mendasar di Tempat Kerja pada tahun 1998. Deklarasi ini berisi empat kebijakan dasar, yakni: 89 1 Hak pekerja untuk berserikat secara bebas dan bernegosiasi secara kolektif; 2 Menghapuskan kerja paksa; 3 Menghapuskan pekerja anak; 89 International Labour Organization , diakses pada tanggal 10 Februari 2015 dari laman web: http:en.wikipedia.orgwikiInternational_Labour_Organization Universitas Sumatera Utara 4 Menghapuskan diskriminasi yang tidak adil dikalangan pekerja. Deklarasi tersebut mewajibkan negara-negara anggota ILO untuk menghormati, meningkatkan dan mempraktikkan hak-hak mendasar yang merupakan pokok dari konvensi-konvensi inti ILO. Berikut adalah 8 delapan konvensi inti ILO yang mengatur mengenai hak-hak dasar pekerja, antara lain: 90 1 Konvensi No. 87 Tahun 1948 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan terhadap Hak Berorganisasi. 2 Konvensi No. 98 Tahun 1949 tentang Hak untuk Berorganisasi dan untuk Berunding Bersama. 3 Konvensi No. 29 Tahun 1930 tentang Kerja Paksa atau Wajib Kerja. 4 Konvensi No. 105 Tahun 1957 tentang Penghapusan Kerja Paksa. 5 Konvensi No. 100 Tahun 1951 tentang Pengupahan yang Setara. 6 Konvensi No. 111 Tahun 1958 tentang Diskriminasi dalam Pekerjaan dan Jabatan. 7 Konvensi No. 182 Tahun 1999 tentang Pelarangan dan Tindakan Segera untuk Menghapuskan Bentuk-bentuk Terburuk Pekerjaan Anak. 8 Konvensi No. 138 Tahun 1973 tentang Usia Minimum untuk Diperbolehkan Bekerja. Dari kedelapan konvensi di atas, berikut ada 2 dua konvensi inti yang mengatur mengenai perlindungan terhadap pekerja anak. Dua konvensi tersebut adalah: 90 ILO, 2009, Serikat PekerjaSerikat Buruh Pekerja Anak, Op. Cit., hal. 20-22 Universitas Sumatera Utara 1 Konvensi No. 138 Tahun 1973 tentang Usia Minimum untuk Diperbolehkan Bekerja. 2 Konvensi No. 182 Tahun 1999 tentang Pelarangan dan Tindakan Segera untuk Menghapuskan Bentuk-Bentuk Terburuk Pekerjaan Anak.. Konvensi inti di atas, mewajibkan para negara anggota ILO untuk menghargai, memajukan dan menjalankan prinsip-prinsip dasar yang terkandung di dalamnya, dengan tanpa memandang apakah mereka sudah meratifikasinya atau belum. Dalam menunjang pemberlakuan konvensi tersebut, ILO telah meluncurkan suatu program yang disebut dengan International Programme for the Elimination of Child Labour atau yang selanjutnya disebut dengan IPEC. ILO meluncurkan program IPEC pada tahun 1992 dengan tujuan untuk menggalakkan aksi penghapusan pekerja anak di dunia, melalui penerapan langkah-langkah pencegahan dan perlindungan serta melalui tindakan penarikan dan rehabilitasi. IPEC memiliki 3 pilar aksi utama, yakni: 91 1 Mempromosikan dan mensosialisasikan aksi ratifikasi terhadap Konvensi 138 dan Konvensi 182; 2 Menginformasikan dan memberikan pengetahuan melalui studi kuantitatif dan kualitatif seputar masalah pekerja anak; 91 Elena Arnal, Steven Tobin, Raymond Torres, Combating Child Labour: A Review of Policies , OECD, 2003, hal. 52 Universitas Sumatera Utara 3 Kerjasama teknis dengan mendukung program-program khusus yang menargetkan anak-anak yang bekerja, terutama mereka yang terlibat dalam bentuk-bentuk pekerjaan terburuk. Setiap negara yang ingin berpartisipasi dalam program ini, menandatangi MoU Memorandum of Understanding dengan pihak ILO dan dapat melakukan langkah-langkah inisiatif terhadap penghapusan pekerja anak di negaranya sesuai dengan kerangka yang ditetapkan oleh IPEC framework of IPEC. Di antara tahun 1999-2002, 52 negara telah menandatangani MoU tersebut. Selanjutnya, 30 negara dinyatakan telah berpartisispasi dalam rangkaian program-program IPEC sebagai associated countries. Pada tahun 1998, IPEC membentuk Statistical Information and Monitoring Programme on Child Labour atau yang selanjutnya disebut dengan SIMPOC, dalam rangka mengumpulkan informasi terkait jumlah dan karakteristik pekerja anak di tiap-tiap negara. SIMPOC ditujukan untuk memastikan agar survey terhadap perkembangan masalah pekerja anak di dunia dapat dilakukan secara berkelanjutan sehingga nantinya hasil survey tersebut dapat berguna dalam hal penyelesaian masalah pekerja anak yang hingga saat ini, merupakan isu global yang harus kita cari penyelesaiannya secara bersama-sama. 92 Pada tahun 2003, program IPEC telah membawa dampak yang baik terkait dengan masalah pekerja anak di dunia. Hal ini dibuktikan dengan sebanyak 111 negara-negara anggota pada saat itu telah meratifikasi konvensi-konvensi inti ILO, termasuk Konvensi No. 138 tahun 1973 dan Konvensi No. 182 Tahun 1999, 92 Elena Arnal, Steven Tobin, Raymond Torres, Ibid., hal. 52 Universitas Sumatera Utara yang berisi ketentuan-ketentuan terkait dengan masalah penghapusan pekerja anak di dunia. 93 Kedua, adalah sistem pengawasan khusus, dimana sistem pengawasan tersebut memberikan kesempatan kepada asosiasi pengusaha ataupun serikat buruh pada suatu negara anggota untuk menyampaikan pengaduan kepada Kantor Perburuhan Internasional, apabila suatu negara anggota tidak menjalankan Walaupun demikian, masalah utama yang menjadi perhatian adalah mengenai penerapan dari konvensi-konvensi yang telah di ratifikasi oleh negara- negara anggota. Penerapan ketentuan konvensi yang kurang baik secara tidak langsung berdampak pada masalah persebaran pekerja anak di masing-masing negara pula. Oleh karena itu, ILO telah menyediakan beberapa mekanisme terkait dalam hal memberikan suatu pengawasan terhadap penerapan ataupun pemberlakuan dari konvensi-konvensi tersebut di tiap -tiap negara anggota. Pertama, adalah sistem pengawasan umum yang meliputi kewajiban bagi para negara anggota untuk menyampaikan laporan umum mengenai langkah- langkah ataupun tindakan yang telah diambilnya dalam melaksanakan ketentuan- ketentuan konvensi yang telah diratifikasi oleh negara tersebut. Selanjutnya, tindakan-tindakan tersebut kemudian dinilai oleh Committee of Experts on the Application of Conventions and Recommendations CEACR yang kemudian menyampaikan laporan tahunan terkait dengan perkembangan pelaksanaan ketentuan-ketentuan konvensi yang telah diratifikasi tersebut. 93 Elena Arnal, Steven Tobin, Raymond Torres, Op. cit., hal. 56 Universitas Sumatera Utara ketentuan-ketentuan konvensi yang telah diratifikasinya. 94 Hal ini diatur dalam Pasal 24 dan Pasal 26 Konstitusi ILO, yang menyatakan sebagai berikut: 95 1 Setiap Negara Anggota berhak menyampaikan keluhan kepada Kantor Perburuhan Internasional apabila Negara Anggota tersebut merasa tidak puas karena ada Negara Anggota lain yang tidak mengupayakan terlaksananya suatu Konvensi padahal Negara itu telah meratifi kasi Konvensi tersebut bersama dengan Negara pengadu sesuai dengan pasal-pasal terdahulu. Pasal 24 Apabila ada pengaduan yang disampaikan kepada Kantor Perburuhan Internasional oleh asosiasi pengusaha atau serikat pekerja karena ada Negara Anggota yang dinilai gagal menggunakan wewenang yang ada dalam yurisdiksi yang dimilikinya untuk mengupayakan pelaksanaan Konvensi yang mengikatnya, Badan Pimpinan dapat menyampaikan pengaduan ini kepada pemerintah yang diadukan, dan dapat mengundang pemerintah yang bersangkutan untuk menanggapi pengaduan tersebut apabila dianggap perlu. Pasal 26 2 Badan Pimpinan dapat, apabila dirasa perlu, mengkomunikasikan hal ini terlebih dahulu kepada pemerintah yang diadukan sesuai dengan tatacara pengaduan yang digariskan dalam pasal 24 sebelum melimpahkan pengaduan tersebut kepada Komisi Penyelidik Commission of Inquiry. 3 Apabila Badan Pimpinan merasa tidak perlu mengkomunikasikan pengaduan itu kepada pemerintah yang diadukan, atau bila pengaduan itu telah dikomunikasikan kepada pemerintah yang bersangkutan tetapi tidak mendapatkan tanggapan dalam jangka waktu yang oleh Badan Pimpinan dianggap cukup memadai untuk memberikan tanggapan, maka Badan Pimpinan dapat mengangkat suatu Komisi Penyelidik untuk menyelidiki keluhan tersebut serta melaporkan hasil penyelidikannya. 4 Badan Pimpinan dapat menjalankan prosedur serupa atas inisiatifnya sendiri atau karena menerima keluhan dari delegasi Konferensi. 5 Dalam hal Badan Pimpinan sedang mengkaji dan mempertimbangkan hal-hal yang timbul dari pasal 25 dan 26, maka pemerintah yang diadukan, apabila belum terwakili dalam Badan Pimpinan, berhak mengirimkan wakilnya untuk ikut serta dalam pembahasan yang sedang dilakukan oleh Badan Pimpinan untuk menyelesaikan 94 Elena Arnal, Steven Tobin, Raymond Torres, Ibid., hal. 56 95 ILO, Konstitusi Organisasi Perburuhan Intetnasional, Jakarta: ILO Jakarta, 2012, hal. 21-22 Universitas Sumatera Utara pengaduan ini. Tanggal diselenggarakannnya pembahasan pengaduan tersebut oleh Badan Pimpinan harus sudah diberitahukan kepada pemerintah yang bersangkutan jauh-jauh hari sebelumnya. Sejauh ini, tidak ada pengaduan yang dilakukan berdasarkan ketentuan Pasal 26 Konstitusi ILO, akan tetapi terdapat 2 pengaduan yang telah dilakukan berdasarkan Pasal 24 Konstitusi ILO, terkait dengan masalah penerapan Konvensi No. 138 Tahun 1973 tentang Usia Minimum untuk Diperbolehkan Bekerja. 96 Kasus pengaduan pertama terjadi pada tahun 1984, dimana pengaduan ini diajukan oleh beberapa serikat pekerja di Kosta Rika terhadap pemerintah Kosta Rika. Kasus pengaduan kedua terjadi pada tahun 1987, dimana pengaduan ini diajukan oleh Oil, Chemical and Atomic Workers International Union AFL-CIO terhadap Republik Federal Jerman. Kedua kasus pengaduan ini menuduhkan pihak pemerintah tidak mengupayakan ketentuan Konvensi ILO No. 138 Tahun 1973 untuk dijalankan dengan baik. Walaupun demikian, kedua kasus tersebut pada akhirnya tidak berjalan dengan baik. Pengaduan yang disampaikan pada kasus yang pertama, oleh komite dinyatakan tidak memiliki bukti yang cukup mengenai tuduhan atau pengaduan yang diajukan oleh beberapa serikat pekerja di Kosta Rika terhadap pihak pemerintah Kosta Rika. Pada kasus kedua, komite memutuskan bahwa pengaduan yang diajukan AFL-CIO terhadap Republik Federal Jerman tidak dapat diterima, dan oleh karena itu kasus tersebut ditutup. 97 Selain ILO, beberapa organisasi internasional juga menaruh perhatian yang besar terhadap persebaran pekerja anak di dunia. Yang pertama adalah United Nations Children’s Fund atau yang selanjutnya disebut dengan UNICEF. 96 Elena Arnal, Steven Tobin, Raymond Torres, Loc. cit, hal. 56 97 Elena Arnal, Steven Tobin, Raymond Torres, Ibid., hal. 57 Universitas Sumatera Utara UNICEF mengkaji masalah pekerja anak ini dari perspektif hak asasi manusia. Perlindungan hukum terhadap pekerja anak oleh UNICEF didasarkan pada Konvensi Hak Anak 1989. UNICEF giat mempromosikan isu pendidikan sebagai salah satu upaya dalam melakukan penghapusan terhadap persebaran pekerja anak di dunia. Program-program UNICEF terkait dengan upaya penghapusan pekerja anak meliputi pendidikan secara formal maupun non formal serta layanan bantuan kepada orangtua, mempromosikan penegakan hukum yang tegas terhadap masalah perdagangan manusia khususnya anak, menyediakan layanan kepada anak-anak jalan, dan mengubah pola pikir ataupun nilai-nilai adat dan budaya yang memperbolehkan anak-anak untuk dieksploitasi secara ekonomi. 98 Selain Bank Dunia, beberapa institusi finansial lainnya juga menaruh perhatian yang besar terhadap masalah pekerja anak di dunia. Inter-American Development Bank Group dan The African Development Bank mempromosikan standar-standar perburuhan internasional yang mengatur mengenai pekerja anak dalam setiap kebijakan dan program-programnya. Selanjutnya, yang kedua adalah Bank Dunia The World Bank. Bank Dunia pada tahun 1998, telah meluncurkan Child Labour Programme. Program tersebut ditujukan untuk mengembangkan pengetahuan serta memperkenalkan berbagai strategi untuk meningkatkan keefektifan dari program-program Bank Dunia bagi anak-anak, khususnya melalui strategi mengurangi kemiskinan dunia. 99 98 Elena Arnal, Steven Tobin, Raymond Torres, Op. cit, hal. 51-52 99 Elena Arnal, Steven Tobin, Raymond Torres Ibid., hal. 52 Universitas Sumatera Utara Pada prinsipnya, peran organisasi internasional terutama ILO dalam upaya melakukan penghapusan terhadap persebaran pekerja anak di dunia dapat disimpulkan sebagai berikut: 1 Memberikan suatu kesadaran secara global mengenai masalah pekerja anak serta dampak-dampaknya terhadap perkembangan dunia dewasa ini; 2 Menciptakan suatu standar internasional dalam hal pengaturan terkait dengan masalah pekerja anak di dunia; dan 3 Memberikan bantuan dana kepada program-program tertentu terkait dalam upaya penghapusan pekerja anak di dunia. Atas penjelasan di atas, dapat dikatakan bahwa upaya perlindungan maupun penghapusan pekerja anak di dunia ini bergantung pada kebijakan- kebijakan pemerintah nasional suatu negara yang terkait. Dengan kata lain, upaya perlindungan hukum terhadap pekerja anak, pada prinsipnya berada di tangan pemerintah nasional suatu negara. Pihak-pihak internasional hanya berupaya memberikan suatu acuan ataupun pedoman yang dipatuhi secara internasional guna memberikan suatu arah bagi pihak nasional dalam melakukan legislasi terhadap peraturan-peraturan hukum terkait dengan masalah pekerja anak. Universitas Sumatera Utara

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan