mengatur mengenai kegiatan industri tersebut mengakibatkan praktek pekerja anak pembongkar kapal di Chittagong, Bangladesh semakin marak.
2. Kasus Pekerja Anak Jermal di Pantai Timur, Sumatera Utara, Indonesia
Jermal merupakan unit bangunan tempat penangkapan ikan, dibangun ditengah perairan Selat Malaka, yang berada pada kawasan sepanjang Pantai
Timur Sumatera Utara. Setiap jermal dihuni oleh 4-9 orang anak yang berusia 11- 16 tahun, 2-5 orang pekerja dewasa, dan ditambah seorang mandorwakil mandor
yang mengawasi pekerja anak-anak tersebut. Jermal ini digunakan untuk menangkap hasil laut seperti cumi-cumi, ikan teri, dan lain-lain sebagainya.
Jermal didirikan pada kedalaman laut di atas 17 meter.
74
Jumlah jermal di Pantai Timur Sumatera Utara pada tahun 1995 berjumlah sekitar 369 unit. Jumlah ini tersebar di 4 empat kabupaten, yaitu 23 unit di
Kabupaten Langkat, 81 unit di Kabupaten Deli Serdang, 192 unit di Kabupaten Bangunan jermal seluruhnya terbuat dari bahan baku kayu, lantai terbuat
dari papan dan seng sebagai atap. Jarak antara bibir pantai dengan lokasi jermal tidak sama antara jermal yang satu dengan yang lainnya. Ada yang berjarak hanya
10 kilometer dengan bibir pantai dan ada juga yang berjarak lebih jauh, yakni 25 kilometer dari bibir pantai. Sebagai contoh, yakni jermal yang berada di sekitar
pulau Salah Nama yang berjarak sekitar 25 kilometer dari bibir pantai. Perjalanan yang ditempuh untuk mencapai jermal-jermal di kawasan pulau Salah Nama
tersebut setidaknya memakan waktu selama 6 jam.
74
Ahmad Sofian, S.H., M. H., Perlindungan Anak di Indonesia: Dilema dan Solusinya, Medan: PT. Sofmedia, 2012, hal. 50
Universitas Sumatera Utara
Asahan, dan 73 unit di Kabupaten Labuhan Batu Dinas Perikanan Propinsi Sumatera Utara, 1995.
Tahun 2000, jumlah jermal di Pantai Timur Sumatera mengalami penurunan menjadi 201 unit PKPA, 2000. Penurunan jumlah jermal ini
disebabkan karena adanya beberapa jermal yang runtuh karena terkena ombak maupun badai, dan ada pula yang dibongkar oleh pemiliknya dengan alasan sudah
tidak menguntungkan lagi. Jumah pekerja anak di setiap unit jermal sangatlah variatif. Ada yang
mempekerjakan 2 orang anak per unit jermal dan ada pula yang mempekerjakan 12 anak per unit jermal. Bila dirata-ratakan, maka jumlah pekerja anak yang
bekerja di jermal saat ini lebih kurang mencapai jumlah 400-500 anak-anak. Dalam setiap jermal, jumlah buruh yang bekerja berkisar 10-16 orang.
Dari jumlah tersebut, 4-9 orang berumur anatar 11-16 tahun. Selain buruh, di jermal ini terdapat seorang mandor dan dua orang wakil mandoor yang senantiasa
mengawasi kerja para buruh.
75
75
Ahmad Sofian, S.H., M. H., Ibid., hal. 51
Jam kerja buruh di jermal tidak teratur dan sangat tergantung pada musim, yakni musim pasang hidup banyak ikan dan musim pasang mati ikan sedikit
dan ombak besar. Bila musim pasang hidup, maka jam kerja buruh jermal biasanya dimulai pukul 02.00 dinihari sampai pukul 20.00 malam, dan bila musim
pasang mati, maka mereka bekerja mulai pukul 07.00 pagi sampai dengan pukul 15.00 sore.
Universitas Sumatera Utara
Kerja yang mereka lakuan adalah memutar jaring dengan katrol tangan. Jaring digiling oleh seluruh buruh jermal, masing-masing memegang katrol
tangan. Pada bangunan jermal, biasanya terdapat 10-15 katrol dan jaring digiling dalam waktu yang bersamaan. Keselamatan buruh jermal sabgat tergantung pada
kerjasama dengan buruh-buruh yang lain dalam melakukan penggilingan, sebab suatu saat mereka bisa saja tercampak ke laut atau terkena hantaman katrol yang
dipegangnya. Pernah pada tahun 1995, seorang buruh jermal yang bekerja di Labuhan Bilik di Kabupaten Labuhan Batu, tercampak ke laut karena terkena
hantaman katrol yang kemudian merenggut jiwanya.
76
Selain proses penggilingan yang dilakukan setiap 2 jam sekali, buruh juga diharuskan untuk menyortir atau memilah ikan-ikan yang telah ditangkap. Setelah
disortir, selanjutnya ikan-ikan tersebut direbus dan dijemur. Demikian proses ini dilakukan secara terus-menerus setiap harinya dengan jam istirahat yang sangat
minim.
77
Dengan beban kerja yang besar, sudah seharusnya para pemilik jermal memperhatikan kesejahteraan para pekerjanya. Namun, kenyataannya sesuai
dengan survei yang ada, kesejahteraan para pekerja jermal selalu saja terabaikan. Sayur-mayur, cabe, dan bawang diantarkan seminggu sekali sebagai bahan-bahan
keperluan pangan mereka. Menurut pengakuan pekerja di sana, bahan-bahan tersebut hanya cukup untuk memenuhi keperluan pangan selama 4-5 hari. Apabila
bahan keperluan pangan tidak cukup, mereka diperbolehkan untuk memakan ikan dan cumi-cumi tertentu yang diizinkan ditangkop oleh mandor, dan apabila
76
Ahmad Sofian, S.H., M. H., Op. cit., hal. 52
77
Ahmad Sofian, S.H., M. H., Ibid., hal. 52
Universitas Sumatera Utara
ketahuan memakan ikan dan cumi-cumi yang dilarang biasanya jenis ikan kerapu, kakap, dan tongkol maka upah para pekerja yang memakannya akan
dipotong. Besarnya upah yang mereka terima sangat tidak sesuai dengan beban kerja
yang tinggi dan resiko pekerjaan yang sangat berbahaya. Para pekerja jermal hanya diupah berkisar antara Rp. 75.000-Rp. 120.000 US 7,5 - US 12,
tergantung pada lamanya si buruh bekerja dan kemurahan hati si pemilik jermal, dimana upah tersebut baru dibayarkan setelah para pekerja jermal bekerja selama
3 bulan. Selang waktu tiga bulan ini, para pemilik jermal memperbolehkan para
pekerjanya pulang ke darat untuk bersitirahat selama beberapa hari. Banyak sekali para pekerja yang setelah pulang ke darat tidak mau kembali lagi untuk bekerja di
jermal. Keadaan seperti ini menyebabkan para pemilik mengupah calo-calo yang bertugas untuk mencari para anak-anak untuk dijadikan sebagai pekerja di jermal
miliknya. Calo-calo selalu seja mengelabui para calon-calon pekerja jermal, biasanya mereka berkedok kepada para calon pekerja jermal bahwa mereka akan
dipekerjakan di pabrik. Terkadang para calo ini juga mencari anak-anak jalanan di terminal untuk dijadikan pekerja jermal, tentunya dengan iming-iming upah yang
besar.
78
78
Ahmad Sofian, S.H., M. H., Op. cit., hal. 53
Berdasarkan pemaparan di atas, Indonesia telah membentuk berbagai peraturan perundang-undangan untuk memerangi maraknya masalah pekerja anak
di Indonesia, yakni antara lain:
Universitas Sumatera Utara
1 UU No. 20 Tahun 1999 tentang Pengesahan Konvensi ILO No. 138 Tahun 1973 tentang Batasan Usia Minimum Diperbolehkan
untuk Bekerja
Undang-undang ini menetapkan usia 15 tahun sebagai usia minimum untuk bekerja, sesuai dengan usia usai wajib sekolah. Undang-undang
ini menyebutkan keadaan-keadaan tertentu yang memperbolehkan dilakukannya pekerjaan ringan oleh anak-anak mulai usia 13 tahun
untuk jumlah jam kerja yang terbatas.
2 UU No. 1 Tahun 2000 tentang Pengesahan Konvensi ILO No. 182 Tahun 1999 tentang Pelarangan dan Tindakan Segera untuk
Menghapuskan Bentuk-bentuk Terburuk Pekerjaan Anak.
Undang-undang ini memberlakukan Konvensi ILO No. 182 tentang Pelarangan dan Tindakan Segera untuk Menghapuskan Bentuk-bentuk
Terburuk Pekerjaan Anak. Inti dari Konvensi ini adalah bahwa setiap anggota yang meratifikasi Konvensi ini wajib mengambil tindakan
segera dan efektif untuk menjamin pelarangan dan tindakan segera untuk menghapuskan bentuk-bentuk terburuk pekerjaan anak, sebagai
hal yang mendesak. Yang dimaksud dengan anak dalam Konvensi ini adalah orang yang berusia di bawah 18 tahun sedangkan istilah
bentuk-bentuk pekerjaan terburuk mengandung pengertian: a
segala bentuk perbudakan atau praktik-praktik sejenis perbudakan, seperti penjualan dan perdagangan anak-anak, kerja ijon debt
Universitas Sumatera Utara
bondage dan perhambaan atau kerja paksa, termasuk pengerahan
anak-anak secara paksa atau wajib untuk dikerahkan dalam konflik bersenjata;
b pemanfaatan, penyediaan atau penawaran anak untuk pelacuran,
untuk produksi pornografi atau untuk pertunjukan-pertunjukan porno;
c pemanfaatan, penyediaan atau penawaran anak untuk kegiatan
haram, khususnya untuk produksi dan perdagangan obat-obatan sebagaimana diatur dalam perjanjian internasional yang relevan;
d pekerjaan yang sifatnya atau lingkungan tempat pekerjaan tersebut
dilakukan dapat membahayakan kesehatan, keselamatan atau moral anak-anak.
3 UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
Undang-undang ini mendefinisikan anak sebagai seseorang yang berusia 18 delapan belas tahun termasuk yang masih dalam
kandungan Pasal 1 ayat 1 dan menetapkan bahwa penyelenggaraan perlindungan anak didasarkan pada prinsip-prinsip dasar Konvensi
Hak-hak Anak Pasal 2, yakni: a.
Non diskriminasi; b.
Kepentingan yang terbaik bagi anak; c.
Hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan; d.
Penghargaan terhadap pendapat anak.
Universitas Sumatera Utara
4 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Berikut ini adalah pasal-pasal dari Undang-undang Ketenagakerjaan yang berkaitan dengan pekerja anak:
Pasal 69 Anak berumur antara 13 tiga belas tahun dan 15 lima belas tahun
dapat, di bawah ketentuan-ketentuan tertentu yang ketat, melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak menghambat atau menganggu
perkembangan fisik, mental, dan sosial anak yang bersangkutan. Pengusaha yang mempekerjakan anak pada pekerjaan ringan harus
memenuhi persyaratan berikut: a.
Pengusaha harus mendapatkan izin tertulis dari orang tua atau wali; b.
Harus ada perjanjian kerja antara pengusaha dengan orang tua wali;
c. Pengusaha tidak boleh mengharuskan anak untuk bekerja lebih dari
3 tiga jam sehari; d.
Pengusaha hanya dibenarkan mempekerjakan anak pada siang hari tanpa mengganggu waktu sekolah anak yang bersangkutan;
e. Dalam mempekerjakan anak, pengusaha harus memenuhi syarat-
syarat keselamatan dan kesehatan kerja; f.
Adanya hubungan kerja yang jelas antara pengusaha dan pekerja anak yang bersangkutanorang tua atau walinya;
g. Anak berhak menerima upah sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
Pasal 70 Anak dapat diperbolehkan melakukan pekerjaan di tempat kerja
sebagai bagian dari kurikulum pendidikan atau pelatihan sekolah yang disahkan oleh pejabat yang berwenang. Anak sebagaimana dimaksud
dalam ayat 1 paling sedikit berumur 14 empat belas tahun. Pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dapat diberikan
kepada anak dengan syarat: a.
diberi petunjuk yang jelas tentang cara pelaksanaan pekerjaan serta bimbingan dan pengawasan
b. dalam melaksanakan pekerjaan diberi perlindungan keselamatan
dan kesehatan kerja.
Universitas Sumatera Utara
Pasal 72 Dalam hal anak dipekerjakan bersama-sama dengan pekerjaburuh
dewasa, maka tempat kerja anak harus dipisahkan dari tempat kerja pekerjaburuh dewasa.
Pasal 73 Anak dianggap bekerja bilamana berada di tempat kerja, kecuali dapat
dibuktikan sebaliknya.
Pasal 74 Siapapun dilarang mempekerjakan dan melibatkan anak pada bentuk-
bentuk pekerjaan yang terburuk. Pelarangan dan tindakan segera untuk menghapuskan bentuk-bentuk terburuk pekerjaan anak.
meliputi: a.
Segala pekerjaan dalam bentuk perbudakan atau sejenisnya; b.
Segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, atau menawarkan anak untuk pelacuran, produksi pornografi,
pertunjukan porno, atau perjudian; c.
Segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, atau melibatkan anak untuk produksi dan perdagangan minuman keras,
narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya; dan d.
Semua pekerjaan yang membahayakan kesehatan, keselamatan, atau moral anak.
Disamping undang-undang di atas, beberapa peraturan juga telah dikeluarkan, misalnya:
1 Keputusan Presiden No. 12 Tahun 2001 tentang Susunan
Keanggotaan Komite Aksi Nasional Penghapusan Pelarangan dan tindakan segera untuk menghapuskan bentuk-bentuk terburuk
pekerjaan anak.; 2
Keputusan Presiden No. 59 Tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Pelarangan dan tindakan segera untuk
menghapuskan bentuk-bentuk terburuk pekerjaan anak.;
Universitas Sumatera Utara
3 Keputusan Presiden No. 87 Tahun 2002 tentang Rencana Aksi
Nasional untuk Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak; 4
Keputusan Presiden No. 88 Tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Eksploitasi Seksual Komersial Anak;
5 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 235 Tahun
2003 tentang Jenis-jenis Pekerjaan yang Membahayakan Kesehatan, Keselamatan atau Moral Anak;
6 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 115 Tahun
2004 tentang Perlindungan. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dikatakan bahwa pemerintah
Indonesia telah menaruh perhatian yang cukup besar mengenai upaya penghapusan pekerja anak. Akan tetapi, perlindungan hukum yang diberikan oleh
pemerintah melalui peraturan-peraturan hukum di atas, seakan-akan tidak menyentuh terhadap masalah persebaran pekerja anak jermal di Indonesia,
khususnya di daerah Pantai Timur Sumatera Utara. Hal ini terbukti dengan masih banyaknya jumlah persebaran pekerja anak jermal hingga saat ini.
B. Perlindungan Hukum terhadap Pekerja Anak Berdasarkan Hukum Internasional