7 Francis Blanchard dari Prancis, menjabat dari tahun 1973-1989. Di
masa kepemimpinannya, ILO berperan besar dalam pembebasan Polandia dari belenggu diktator dengan memberikan dukungan
penuh untuk melegitimasi keberadaan Solidarnosc Union
49
8 Michel Hansenne dari Belgia, menjabat dari tahun 1989-1999.
sebagai serikat buruh sesuai dengan Konvensi No. 87 Tahun 1948 tentang
Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak Berorganisasi, yang telah diratifikasi oleh Polandia pada tahun 1957.
9 Juan Somavia dari Cili, menjabat dari tahun 1999-2012. Di masa
kepemimpinannya, ILO mengambil peran dalam usaha memberantas kemiskinan demi tercapainya The Millenium Development Goals.
10 Guy Rider dari Inggris, terpilih menjadi Director-General ILO di
bulan Oktober 2012 untuk masa jabatan selama 5 tahun.
B. Tujuan dan Tugas ILO
Tujuan utama ILO adalah mempromosikan kesempatan bagi perempuan dan laki-laki untuk memperoleh pekerjaan yang layak dan produktif, dalam
suasana yang merdeka, setara, aman dan bermartabat. ILO berusaha mencapai tujuan ini melalui empat kunci sasaran, yakni:
50
1. Mempromosikan dan mewujudkan prinsip-prinsip dan hak-hak
mendasar di tempat kerja;
49
Solidarnosc Union adalah satu-satunya serikat buruh di negara Polandia yang tidak berada di bawah kekuasaan pihak komunis. Sebagaimana dimuat dalam:
http:en.wikipedia.orgwikiSolidarity_Polish_trade_union. Diakses pada tanggal 10 Februari 2015 pukul 22.00 WIB.
50
ILO, Pusat Informasi ILO Jakarta, Op. Cit., hal. 1
Universitas Sumatera Utara
2. Menciptakan kesempatan yang lebih besar bagi perempuan dan laki-
laki untuk mendapatkan pekerjaan dan penghasilan yang layak; 3.
Meningkatkan cakupan dan keefektifan perlindungan sosial untuk semua;
4. Memperkuat asas tripartit dan dialog sosial.
Berikut adalah tugas-tugas ILO dalam mencapai tujuannya, antara lain:
51
1 Merumuskan kebijakan dan program internasional untuk
mempromosikan hak asasi manusia, memperbaiki kondisi kerja dan hidup, dan meningkatkan kesempatan kerja;
2 Menciptakan standar perburuhan internasional yang didukung oleh
sistem yang unik untuk mengawasi segala hal terkait dengan masalah ketenagakerjaan;
3 Merumuskan program kerjasama internasional yang dilaksanakan
dalam kemitraan yang aktif dengan konstituen, untuk membantu negara-negara anggota menjalankan setiap kebijakan secara efektif;
4 Memberikan pelatihan, pendidikan dan kegiatan penelitian untuk
membantu upaya ini.
C. Struktur Organisasi ILO
ILO merupakan organisasi yang unik dikarenakan karakter tripartit yang dimilikinya, dimana di dalam organ-organnya duduk wakil-wakil dari pihak
pemerintah, pengusaha dan buruh.
51
ILO, Mission and Objectives. Sebagaimana dimuat dalam: http:www.ilo.orgglobalabout-the-ilomission-and-objectiveslang--enindex.htm. Diakses pada
tanggal 10 Februari 2015 pukul 23.00 WIB.
Universitas Sumatera Utara
Ketiga organ utama ILO adalah:
52
1 Konferensi Buruh Internasional International Labour Conference
2 Badan Pelaksana Governing Body;
3 Kantor Buruh Internasional International Labour Office
1. Konferensi Buruh Internasional
Konferensi Buruh Internasional merupakan badan pembuat keputusan dan badan legislatif, yang dalam kenyataannya merupakan suatu Parlemen Industri
Dunia. Konferensi terdiri dari empat wakil yang berasal dari negara-negara anggota, dua mewakili pihak pemerintah, masing-masing satu dari pihak buruh
dan manajemen dari negara yang bersangkutan. Para delegasi membicarakan dan melakukan pemungutan suara secara independen. Pemungutan suara dilakukan
dengan melalui suara terbanyak dua pertiga. Konferensi itu menunjang peraturan perundang-undangan perburuhan di setiap negara dengan mengeluarkan:
53
a. Rekomendasi-rekomendasi; dan
b. Konvensi-konvensi.
Suatu rekomendasi menyatakan prinsip-prinsip untuk memberikan pedoman kepada suatu negara dalam merancang undang-undang perburuhan atau
peraturan-peraturan perburuhan dan karena alasan inilah telah dibuat suatu instrumen yang menentukan standar-standar. Namun, negara-negara tidak terikat
kewajiban untuk memberlakukan rekomendasi-rekomendasi tersebut, meskipun
52
J.G.Starke, Pengantar Hukum Internasional 2, alih bahasa oleh Bambang Iriana Djajaatmadja, S,.H., Jakarta: Sinar Grafika, 1989, hal. 860
53
J.G.Starke, Ibid., hal. 860
Universitas Sumatera Utara
mereka terikat pada kewajiban untuk mengajukan rekomendasi tersebut kepada otoritas legislatif nasionalnya. Suatu konvensi ILO mempunyai sifat traktat,
walaupun konvensi tersebut disahkan oleh konferensi dan tidak ditandatangani oleh para delegasi negara-negara anggota. Yang terutama, konvensi itu dirancang
sebagai sebuah contoh model bagi perundang-undangan domestik. Negara-negara anggota berkewajiban untuk mengajukan konvensi tersebut kepada otoritas-
otoritas yang kompeten untuk diundangkan atau dilakukan tindakan lainnya Pasal 19 Konstitusi ILO.
Apabila suatu negara anggota telah memperoleh persetujuan atas suatu konvensi, maka negara yang bersangkutan wajib meratifikasinya dan karena itu
memikul kewajiban dalam menerapkan ketentuan-ketentuannya. Negara-negara anggota juga berkewajiban memberikan laporan tahunan tentang tindakan-
tindakan yang telah dilakukannya untuk melaksanakan perundang-undangannya sesuai dengan konvensi.
2. Badan Pelaksana
Badan Pelaksana yang mengadakan pertemuan beberapa kali dalam satu tahun, lebih kurang merupakan suatu organ eksekutif dari organisasi. Badan
inipun berkarakter tripartit seperti halnya konferensi, dengan beranggotakan 56 anggota, 28 diantaranya mewakili pihak pemerintah, 14 wakil pengusaha dan
dipilih oleh para delegasi buruh pada konferensi. Badan Pelaksana mengangkat Direktur Jenderal Kantor Buruh Internasional, mengusulkan Anggaran Organisasi
Universitas Sumatera Utara
dan mengawasi pekerjaan Kantor Buruh Internasional serta berbagai Komite dan Komisi.
54
Di samping konvensi-konvensi dan rekomendasi-rekomendasi yang sampai saat ini telah dikeluarkan lebih dari 160 konvensi dan lebih dari 170
Amandemen-amandemen tahun 1945 dan 1946 terhadap konstitusi dilakukan terutama dengan tujuan untuk memperkuat ketentuan-ketentuan bagi
penerapan konvensi-konvensi yang dikeluarkan oleh konferensi, untuk menjadikan ILO sebagai perangkat kerja independen dari Liga Bangsa-Bangsa,
serta untuk memungkinkannya bekerja sama lebih dekat dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa dan lembaga-lembaga internasional lainnya. Amandemen-
amandemen ini meliputi perumusan kembali Pasal 19 Konstitusi ILO yang berkenaan dengan kewajiban-kewajiban negara anggota berkaitan dengan
konvensi-konvensi dan rekomendasi-rekomendasi, termasuk penambahan pada kewajiban bagi negara-negara anggota untuk melaporkan dari waktu ke waktu
mengenai hukum dan praktek apabila otoritasi-otoritas yang berwenang belum menyetujui instrumen-instrumen yang diajukan kepadanya untuk mendapat
persetujuan dan tindakan lainnya serta, juga meliputi ketentuan-ketentuan yang lebih spesifik mengenai penerapan instrumen-instrumen ini di negara-negara
federal. Lebih lanjut oleh Pasal 19 Konstitusi ILO, istilah konvensi dipakai untuk menggantikan istilah rancangan konvensi yang tidak tepat dan di dalam
Pasal 13 Konstitusi ILO, dibuat ketentuan yang mengatur pembiayaaan independen dari organisasi tersebut.
54
J. G. Starke, Op. cit., hal. 861
Universitas Sumatera Utara
rekomendasi, organisasi melalui organ-organnya telah mengeluarkan instrumen- instrumen yang kurang formal untuk menegaskan
kebijaksanaan- kebijaksanaannya, misalnya, resolusi-resolusi, konklusi-konklusi, observasi-
observasi, ketentuan tentang garis pedoman dan laporan-laporan. Secara kolektif, instrumen-instrumen ini membentuk sebuah Kode Perburuhan Internasional
International Labour Code yang membuat standar-standar kebijaksanaan perburuhan dunia.
55
55
J.G.Starke, Ibid., hal 861
Ciri penting lainnya dari perangkat kerja organisasi adalah ketentuan- ketentuan dalam Pasal 24 dan Pasal 25 Konstitusi ILO yang memberikan hak
kepada asosiasi pengusaha perindustrian dan serikat-serikat buruh untuk mengajukan pengaduan kepada Badan Pelaksana apabila suatu negara telah lalai
mematuhi secara efektif suatu konvensi yang mengikatnya. Kemudian terdapat prosedur pengaduan oleh negara-negara anggota yang ditetapkan dalam Pasal 26
sampai Pasal 34 Konstitusi ILO, dimana pengaduan ini dapat menyebabkan diangkatnya sebuah Komisi Penyelidikan dan dilakukannya tindakan terhadap
negara yang tidak melaksanakan kewajiban-kewajibannya itu, untuk mendesaknya menaati kewajiban-kewajiban tersebut. Pengawasan atas pelaksanaan instrumen-
instrumen ILO itu dilakukan oleh sebuah komite para ahli tentang penerapan konvensi-konvensi dan rekomendasi-rekomendasi.
Universitas Sumatera Utara
3. Kantor Perburuhan Internasional
Merupakan staf administrasi atau dinas sipil organisasi, yang mengemban fungsi yang mirip sekali dengan fungsi sekretariat Perserikatan Bangsa-Bangsa
dan bertindak sebagai sebuah penerbit.
56
D. Kedudukan ILO sebagai Organisasi Perburuhan Internasional
Defenisi organisasi internasional sangatlah beragam. Berikut adalah defenisi-defenisi organisasi internasional menurut para ahli:
a. Boer Mauna menyatakan bahwa organisasi internasional adalah suatu
perhimpunan negara-negara yang merdeka dan berdaulat yang bertujuan untuk mencapai kepentingan bersama melalui organ-organ
dari perhimpunan itu sendiri.
57
b. Rebecca M.M. Wallace menyatakan bahwa organisasi internasional
untuk tujuan hukum internasional adalah suatu satuan yang dikukuhkan dengan perjanjian yang memiliki negara-negara sebagai
anggota utamanya.
58
c. N.A. Maryan Green menyatakan bahwa organisasi internasional
adalah organisasi yang dibentuk berdasarkan suatu perjanjian, di mana tiga atau lebih negara menjadi peserta.
59
56
J.G.Starke, Op. cit., hal 862
57
Boer Mauna, seperti yang dikutip oleh Hasnil Basri Siregar, S.H., Pekermbangan Organisasi Internasional,
Medan: Kelompok Studi Hukum dan Masyarakat, 1998, hal. 2
58
Rebecca M. M. Wallace, Hukum Internasional, alih bahasa oleh Bambang Arumanandi, S.H., M.Sc., Semarang: Press Semarang, 1993, hal. 71
59
N. A. Maryan Green,International Law, London: Pitman Publishing, 1987, hal. 55
Universitas Sumatera Utara
ILO selaku organisasi internasional, berusaha untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh masyarakat di dunia, khususnya bagi kaum pekerja. ILO
menjalankan fungsinya sebagai pembuat standar perburuhan internasional, dimana standar perburuhan internasional tersebut berupa konvensi convention
dan rekomendasi recommandation yang menetapkan suatu standar minimum. Untuk melindungi dan meningkatkan penghormatan terhadap hak-hak dasar
pekerja, ILO menetapkan Deklarasi tentang Prinsip-prinsip dan Hak-hak Mendasar di Tempat Kerja pada tahun 1998. Deklarasi ini berisi empat kebijakan
dasar, yakni:
60
1 Hak pekerja untuk berserikat secara bebas dan bernegosiasi secara
kolektif; 2
Menghapuskan kerja paksa; 3
Menghapuskan pekerja anak; 4
Menghapuskan diskriminasi yang tidak adil dikalangan pekerja. Deklarasi tersebut mewajibkan negara-negara anggota ILO untuk
menghormati, meningkatkan dan mempraktikkan hak-hak mendasar yang merupakan pokok dari konvensi-konvensi inti ILO. Berikut adalah 8 delapan
konvensi inti ILO yang mengatur mengenai hak-hak dasar pekerja, antara lain:
61
60
International Labour Organization , Sebagaimana dimuat dalam:
http:en.wikipedia.orgwikiInternational_Labour_Organization . Diakses pada tanggal 10 Februari 2015 pukul 15.00 WIB
61
ILO, 2009, Serikat PekerjaSerikat Buruh Pekerja Anak, Op. Cit., hal. 20-22
Universitas Sumatera Utara
1. Konvensi No. 87 Tahun 1948 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan terhadap Hak Berorganisasi
Konvensi ini menjamin pengusaha dan pekerjaburuh hak untuk membentuk dan bergabung dengan organisasi pengusaha atau
organisasi pekerjaburuh, dan untuk melaksanakan secara bebas hak untuk berorganisasi. Menjamin dihapuskannya tindakan-tindakan
diskriminasi anti serikat pekerjaserikat buruh, dan menjamin diberikannya perlindungan terhadap organisasi pengusaha dan
organisasi pekerjaburuh dari campur tangan atau pembatasan- pembatasan oleh pihak berwajib.
2. Konvensi No. 98 Tahun 1949 tentang Hak untuk Berorganisasi dan untuk Berunding Bersama
Konvensi ini melindungi pekerjaburuh yang menjalankan haknya untuk berserikat; menjunjung tinggi prinsip tidak campur tangan
antara organisasi pekerjaburuh dan organisasi pengusaha; dan mempromosikan perundingan bersama secara sukarela.
3. Konvensi No. 29 Tahun 1930 tentang Kerja Paksa atau Wajib Kerja
Konvensi ini bertujuan mengenyahkan dengan segera segala bentuk kerja paksa forced labor atau wajib kerja compulsory labor.
Sekalipun demikian, ada lima pengecualian yang diizinkan oleh
Universitas Sumatera Utara
konvensi ini, yaitu: 1 wajib militer; 2 kewajiban sipil tertentu; 3 menggunakan tenaga narapidana sebagai hasil hukuman yang telah
ditetapkan pengadilan; 4 pekerjaan yang dibutuhkan dalam keadaan darurat; dan 5 pekerjaan berskala kecil yang menekankan semangat
kebersamaan masyarakat, yang dilakukan secara bergotong royong.
4. Konvensi No. 105 Tahun 1957 tentang Penghapusan Kerja Paksa
Konvensi ini menetapkan penghapusan segala bentuk kerja paksa atau
wajib kerja sebagai alat pemaksaan atau pendidikan politik; sebagai
hukuman atas pernyataan pendapat politik dan ideologi tertentu; sebagai pengerahan pekerja; sebagai cara mendisplinkan tenaga kerja;
sebagai hukuman karena ikut ambil bagian dalam pemogokan; dan sebagai cara untuk melakukan diskriminasi berdasarkan ras, sosial,
nasional atau agama.
5. Konvensi No. 100 Tahun 1951 tentang Pengupahan yang Setara
Konvensi ini menggaris bawahi atau menekankan pentingya prinsip kesetaraan upah antara laki-laki dan perempuan untuk pekerjaan yang
setara nilainya. Hal ini mencakup semua pembayaran yang dilakukan oleh pengusaha terhadap pekerjaan oleh laki-laki dan perempuan:
upah pokok dan setiap pembayaran tambahan, secara langsung maupun tidak, dalam bentuk uang secara tunai maupun dalam bentuk
bukan uang.
Universitas Sumatera Utara
6. Konvensi No. 111 Tahun 1958 tentang Diskriminasi dalam Pekerjaan dan Jabatan
Konvensi ini melindungi hak kesetaraan kesempatan dan perlakuan. Menetapkan agar kebijakan nasional dirancang untuk menghapus
segala diskriminasi berdasarkan ras, warna kulit, jenis kelamin, agama, aliran atau paham politik, keturunan bangsa asal atau asal usul
sosial.
7. Konvensi No. 182 Tahun 1999 tentang Pelarangan dan Tindakan Segera untuk Menghapuskan Bentuk-bentuk Terburuk
Pekerjaan Anak.
Konvensi tentang Pelarangan dan Tindakan Segera untuk Menghapuskan Bentuk-bentuk Terburuk Pekerjaan Anak ditetapkan
secara aklamasi pada tahun 1999. Konvensi ini mendefinisikan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak seperti praktik
perbudakan anak, kerja paksa, kerja ijon, perdagangan anak, penghambaan, prostitusi, pornografi, dan bentuk-bentuk pekerjaan
yang membahayakan kesehatan, keselamatan dan moral anak. Konvensi ini memerlukan langkah-langkah segera dan efektif untuk
memastikan ditetapkannya pelarangan dan penghapusan bentuk- bentuk terburuk pekerjaan anak tersebut sebagai hal yang mendesak.
Beberapa ketentuan penting dari konvensi ini adalah:
Universitas Sumatera Utara
a. Yang dimaksud dengan anak adalah setiap orang yang berusia
di bawah 18 tahun, sama seperti pengertian tentang anak dalam Konvensi tentang Hak Anak Pasal 2.
b. Kegiatan-kegiatan tertentu yang didefinisikan sebagai bentuk-
bentuk pekerjaan terburuk untuk anak adalah: semua bentuk perbudakan, pelacuran, pemanfaatan anak dalam pornografi dan
dalam produksi dan perdagangan dan peredaran obat-obat terlarang Pasal 3.
c. Di luar bentuk yang telah disebutkan sebagai bentuk pekerjaan
terburuk untuk anak, selanjutnya masing-masing pemerintah, melalui konsultasi dengan organisasi pekerja dan pengusaha,
diserahkan untuk membuat daftar rinci berisi apa yang merupakan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak., yaitu pekerjaan
yang dapat merusak kesehatan, keselamatan atau moral anak Pasal 3 huruf d.
d. Negara harus mengambil langkah-langkah segera dan efektif
untuk menghapus bentuk-bentuk terburuk ini Pasal 1.
62
e. Negara harus membentuk mekanisme yang tepat untuk memantau
pelaksanaan dari ketentuan-ketentuan yang memberlakukan Konvensi ini Pasal 5.
f. Negara harus menyusun dan menjalankan program aksi untuk
menghapus, sebagai suatu prioritas, bentuk-bentuk terburuk
62
ILO, 2009, Serikat PekerjaSerikat Buruh Pekerja Anak, Op. Cit., hal. 21
Universitas Sumatera Utara
pekerjaan anak, melalui konsultasi dengan lembaga-lembaga pemerintah, organisasi pengusaha dan pekerja, dan juga dengan
kelompok-kelompok lain yang berkepentingan sebagaimana sepatutnya Pasal 6.
g. Negara harus mengupayakan rehabilitasi dan pengintegrasian
sosial para pekerja anak yang telah berhasil ditarik keluar dari pelarangan dan tindakan segera untuk menghapuskan bentuk-
bentuk terburuk pekerjaan anak. Pasal 7 ayat 2 huruf b. h.
Hendaknya ada akses untuk mendapatkan pendidikan dasar secara gratis dan, bilamana memungkinkan dan diperlukan, pendidikan
kejuruan, untuk semua anak yang telah dibebaskan dari bentuk- bentuk pekerjaan terburuk untuk anak. Pasal 7 ayat 2 huruf c.
i. Pertimbangan harus diberikan terhadap situasi khusus yang
dihadapi anak perempuan Pasal 7 ayat 2 huruf e. j.
Pihak berwenang wajib ditunjuk untuk melaksanakan ketentuan- ketentuan yang memberlakukan konvensi ini Pasal 7 ayat 3.
8. Konvensi No. 138 Tahun 1973 tentang Usia Minimum untuk Diperbolehkan Bekerja
Konvensi ini mewajibkan negara menerapkan kebijakan nasional yang akan secara efektif menghapus pekerja anak. Konvensi ini
menetapkan usia minimum diperbolehkan bekerja atau usia minimun untuk bekerja yang tidak boleh kurang dari usia usai wajib belajar,
Universitas Sumatera Utara
supaya perkembangan fisik dan mental anak tidak terganggu sebelum mereka memasuki angkatan kerja. Butir-butir utama konvensi adalah:
a. Konvensi berlaku untuk semua sektor kegiatan ekonomi.
b. Negara diwajibkan memberlakukan kebijakan nasional untuk
memastikan dihapuskannya pekerja anak. c.
Negara harus mendeklarasikan usia minimum nasional untuk diperbolehkan bekerja. Usia minimum nasional tersebut berlaku
untuk anak-anak yang dipekerjakan untuk mendapatkan upah maupun untuk anak-anak yang bekerja secara mandiri self-
employed .
d. Usia minimum untuk masuk kerja haruslah 15 tahun. Bilamana
usia yang wajar untuk meninggalkan sekolah lebih tinggi daripada 15 tahun, maka usia minimum untuk masuk kerja juga sekurang-
kurangnya harus usia tersebut. e.
Negara berkembang yang perekonomian dan fasilitas pendidikannya belum mencapai tingkat perkembangan yang
memadai atau mencukupi diperbolehkan menetapkan usia 14 tahun sebagai usia minimum awal. Usia minimum awal ini
hendaknya secara bertahap dinaikkan. f.
Usia minimum 18 tahun ditetapkan untuk setiap pekerjaan yang dianggap berbahaya. Usia ini dapat dikurangi menjadi 16 tahun
apabila kaum muda tersebut mendapatkan perlindungan dari bahaya dan dengan diberi instruksi atau pelatihan khusus.
Universitas Sumatera Utara
g. Tenaga kerja muda yang berusia 13 tahun atau lebih boleh
dipekerjakan dalam pekerjaan ringan tertentu, apabila tidak merusak kesehatan mereka dan tidak mempengaruhi kehadiran
dan prestasi mereka di sekolah atau di kursus pelatihan. Di negara-negara sedang berkembang, ketentuan ini dapat berlaku
untuk tenaga kerja muda berusia 12 tahun atau lebih. h.
Konvensi ini tidak berlaku untuk pekerjaan umum, kejuruan atau teknis yang dilakukan di sekolah atau lembaga pelatihan.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA ANAK
BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL
A. Tinjauan Umum Pekerja Anak di Dunia
Pekerja anak merupakan masalah serius yang sering diperdebatkan di negara-negara berkembang, di mana hal tersebut tidak hanya merendahkan
martabat seorang anak, melainkan dapat pula membahayakan kesehatan dan perkembangan intelektual pada diri seorang anak.
ILO di dalam laporannya di tahun 2013 menyebutkan bahwa jumlah pekerja anak di dunia adalah sebanyak 168 juta anak-anak, di mana 85 juta anak-
anak diantaranya bekerja di lapangan pekerjaan yang berbahaya.
63
Asia merupakan salah satu daerah terpadat di dunia, yang dihuni sekitar 1.436 milyar manusia atau sekitar 22 dari populasi dunia. Telah diperkirakan
bahwa sekitar 60 anak-anak di dunia tinggal di Asia dan sekitar 19 dari jumlah anak-anak tersebut merupakan korban dari praktek pekerja anak.
64
63
UNICEF, Prinsip Dunia Usaha dan Hak Anak, hlm. 2. Sebagaimana dimuat dalam: http:www.unicef.orgindonesiaidPrinsip_Dunia_Usaha_dan_Hak_Anak.pdf. Diakses pada
tanggal 9 Februari pukul 19.00 WIB
64
Gamini Herath and Kishor Sharma, Ibid.., hal. 3
Perkembangan globalisasi yang pesat, tanpa disadari telah menyebabkan tuntutan kehidupan menjadi semakin tinggi, terutama dalam hal perekonomian.
Meningkatnya taraf hidup, secara tidak langsung menimbulkan masalah-masalah baru, diantaranya adalah kemiskinan.
Universitas Sumatera Utara
Faktor kemiskinan termasuk sebagai faktor utama yang menyebabkan timbulnya praktek pekerja anak di dunia. Kemiskinan yang melanda masyarakat,
menyebabkan kedudukan anak semakin terabaikan. Anak dipandang sebagai suatu aset yang dapat mengatasi masalah perekonomian keluarga. Keadaan yang
demikian menyebabkan anak-anak tidak mempunyai piilihan lain selain untuk bekerja demi menambah penghasilan keluarga.
Telah diperkirakan bahwa pekerja anak rata-rata memberikan sumbangan sekitar 20-25 bagi perekonomian keluarga.
65
Keberadaan hukum yang tidak memadai juga menyebabkan timbulnya pekerja anak di dunia. Hukum yang berlaku di negara-negara yang telah
meratifikasi konvensi-konvensi internasional yang mengatur mengenai pelarangan terhadap pekerja anak, cenderung tidak konsisten dan kontradiktif. Seringkali para
pengusaha mengelak apabila mereka dituduh menggunakan jasa dari pekerja anak. Banyak negara-negara yang telah menetapkan peraturan perundang-
undangan yang mengatur mengenai pekerja anak. Namun yang menjadi Dengan jumlah sebesar itu wajar
jika banyak orangtua dengan perekonomian yang lemah merelakan anaknya untuk mencari tambahan penghasilan. Keadaan seperti ini, menyebabkan anak-anak
semakin terkungkung dalam dunia kerja yang penuh dengan ketidakpastian. Efek lebih lanjut adalah ketidaksiapan anak dalam menghadapi masa depan. Pendidikan
yang rendah dan kepribadian yang belum matang akan membuat mereka tidak memiliki posisi tawar yang tinggi dalam dunia kerja atau lingkungan sosial.
Mereka akhirnya berfungsi sebagai pelestari siklus kemiskinan keluarganya.
65
Pekerja Anak dna Permasalahannya. Sebagaimana dimuat dalam: https:www.academia.edu6054796Pekerja_Anak_dan_Permasalahannya. Diakses pada tanggal
10 Februari 2015 pukul 17.00 WIB
Universitas Sumatera Utara
permasalahan disini adalah dalam membuat peraturan-peraturan tersebut, negara seringkali mengabaikan keberadaan berbagai sektor seperti pertanian, jasa
domestik, usaha keluarga dan sektor informal yang pada umumnya melibatkan anak-anak untuk bekerja di sana.
Atas dasar tersebut, berikut akan penulis paparkan mengenai kasus-kasus pekerja anak yang terjadi di dunia, yakni di Bangladesh dan Indonesia.
1. Kasus Pekerja Anak Pembongkar Kapal di Chittagong, Bangladesh
Pada umumnya, pekerja anak di Bangladesh banyak sekali ditemukan bekerja di sektor informal. Industri pembongkaran kapal di Chittagong,
Bangladesh merupakan salah satu dari industri informal yang hingga saat ini masih mempekerjakan anak-anak dalam jumlah yang besar.
Pekerjaan pembongkaran kapal-kapal bekas merupakan pekerjaan yang berbahaya. Tiadanya perlengkapan yang memadai dan pelayanan kesehatan yang
diberikan oleh pemilik industri menyebabkan pekerjaan ini merupakan salah satu perkerjaan yang berbahaya di dunia, dengan tingkat kematian yang cukup tinggi.
Telah dikatakan bahwa pekerjaan ini telah mengakibatkan setidaknya 1 orang pekerja tewas setiap minggunya.
66
Di tahun 2011 dan 2012, telah tercatat bahwa pekerjaan ini telah mengakibatkan tewasnya 15 orang pekerja.
67
66
Chittagong Ship Breaking Yard . Sebagaimana dimuat dalam: laman web:
http:en.wikipedia.orgwikiChittagong_Ship_Breaking_Yard. Diakses pada tanggal 10 Februari 2015 pukul 19.00 WIB
67
The Ship-Breakers . Sebagaimana dimuat dalam:
http:ngm.nationalgeographic.com201405shipbreakersdangers-video. Diakses pada tanggal 10 Februaru 2015 pukul 20.30 WIB
Di tahun 2013,
Universitas Sumatera Utara
jumlah pekerja yang tewas telah meningkat menjadi 20 orang pekerja.
68
Setahun terakhir ini, yakni tepat pada tanggal 3 April 2014, pekerjaan ini juga telah
mengakibatkan tewasnya 4 orang pekerja.
69
Organisasi lokal di Bangladesh telah memperkirakan bahwa dalam 30 tahun terakhir, setidaknya sekitar 2000 orang
pekerja yang dinyatakan tewas, dan sebagian besar pekerja pada umumnya mengalami cedera ataupun luka yang amat serius.
70
1. Kelompok pemotong badan kapal.
Pekerjaan pembongkaran kapal di Chittagong, Bangladesh, terbagi menjadi 3 kelompok tugas, yakni:
2. Kelompok pengangkut potongan baja kapal.
3. Kelompok penarik sisa badan kapal.
Dari ketiga kelompok tugas ini, yang paling berbahaya adalah kelompok pemotong badan kapal. Dalam melakukan pekerjaannya, para pemotong badan
kapal ini tidaklah memiliki keterampilan khusus ataupun keahlian dalam melakukan pekerjaannya. Di samping itu, para pekerja di sana juga tidak memiliki
peralatan yang memadai, yang dapat melindungi mereka dalam melakukan pekerjaannya. Perlu kita ketahui bahwa, pekerjaan memotong badan kapal ini
dilakukan oleh para pekerja dari dalam tubuh kapal. Pekerjaan ini dilakukan oleh mereka hanya dengan menggunakan obor asetilena. Terkadang percikan api yang
68
Bangladesh Ship Breaking Still Dirty and Dangerous with at least 20 Deaths in 2013 .
Sebagaimana dimuat dalam: https:www.fidh.orgInternational-Federation-for-Human- Rightsasiabangladesh14395-bangladesh-shipbreaking-still-dirty-and-dangerous-with-at-least-20-
deaths. Diakses pada tanggal 10 Februari 2015 pukul 21.30 WIB
69
Four Killed and Three Others Injured by Toxic Gas . Sebagaimana dimuat dalam:
http:www.shipbreakingbd.info4-killed-and-three-others-injured-by-toxic-gas.html. Diakses pada tanggal 10 Februari 2015 pada pukul 22.30 WIB
70
Overview of Ship Breaking in Bangladesh. Sebagaimana dimuat dalam:
http:www.shipbreakingbd.infooverview.html. Diakses pada tanggal 10 Februari 2015 pada pukul 23.00 WIB
Universitas Sumatera Utara
dikeluarkan dari obor tersebut seringkali menyebabkan ledakan gas yang akhirnya mengakibatkan tewasnya beberapa orang pekerja. Hal ini disebabkan karena
masih adanya kandungan gas-gas beracun dan sisa-sisa minyak yang masih terdapat di dalam bagian-bagian tubuh kapal bekas tersebut.
Pada umumnya, pekerja yang bekerja di sana tidaklah diberikan suatu kontrak kerja. Keadaan yang demikian mengakibatkan para pekerja tidak dapat
menuntut serta mempertahankan apa yang menjadi haknya selaku pekerja. Seringkali para pekerja tidak diberikan izin cuti tahunan serta izin sakit. Hal ini
disebabkan karena tiadanya kontrak kerja yang jelas yang diberikan oleh pihak pengusaha kepada para pekerja.
Pekerjaan pembongkaran kapal-kapal bekas merupakan pekerjaan yang terlarang di berbagai negara di dunia. Pekerjaan tersebut dilarang dikarenakan resiko
pekerjaannya yang berbahaya. Akan tetapi, pekerjaan tersebut bukanlah merupakan suatu masalah bagi Bangladesh. Faktor kemiskinan dan kurangnya
pendidikan menyebabkan banyaknya rakyat Bangladesh untuk tetap melakukan pekerjaan ini. Berikut adalah tabel yang menunjukkan usia pekerja yang bekerja
di industri pembongkaran kapal-kapal bekas di Chittagong, Bangladesh.
Tabel No. 4.1. Rentang Usia Pekerja di Industri Pembongkaran Kapal di Chittagong, Bangladesh
Rentang Usia Jumlah Persentase
Usia di bawah 18 tahun 10,94
Usia 18-22 tahun 40,75
Usia 46-60 tahun 1,13
Sumber: http:www.shipbreakingbd.infooverview.html
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan kondisi di atas, sangatlah disayangkan bahwa sekitar 10,94 dari jumlah pekerja yang bekerja pada industri pembongkaran kapal tersebut
merupakan anak-anak yang berusia di bawah umur 18 tahun. Banyak sekali ditemukan anak-anak berusia 14 tahun yang dipekerjakan di sana sebagai asisten
pemotong badan kapal dan juga sebagai buruh yang mengangkut potongan- potongan baja kapal dari satu tempat ke tempat lain, dengan jam kerja selama 16
jam sehari.
71
Bangladesh sejak tahun 1933 telah mengundangkan Childrens Act Pledging of Labour guna mengatasi masalah pekerja anak. Namun dikarenakan
ketiadaan defenisi yang seragam, serta kurangnya peraturan yang secara khusus mengatasi masalah pekerja anak di sektor pertanian dan konstruksi, menyebabkan
lemahnya daya berlaku peraturan ini Childrens Act 1938. Keadaan inilah yang menyebabkan Bangladesh sebagai salah satu negara dengan jumlah pekerja anak
terbanyak di dunia.
72
Berikut adalah beberapa peraturan yang menyediakan defenisi yang berbeda-beda mengenai pengaturan usia seseorang untuk dinyatakan
sebagai anak, yakni:
73
Peraturan-peraturan Tabel No. 4.2. Peraturan-peraturan Nasional Bangladesh yang Mengatur
tentang Usia Anak Pengaturan Usia Anak
Children Act, 1974 Di bawah umur 17 tahun
Children Pledging of Labour Act, 1933
Di bawah umur 16 tahun
71
Worker Rights Violation . Sebagaimana dimuat dalam:
http:www.shipbreakingbd.infoWorker20Rights20Violation.html. Diakses pada tanggal 11 Februari 2015 pukul 12.00 WIB
72
Gamini Herath and Kishor Sharma, Ibid., hal. 20
73
Gamini Herath and Kishor Sharma, Op.cit., hal. 85
Universitas Sumatera Utara
Employment of Children Act, 1938 Di bawah umur 16 tahun bagi
pekerjaan di bidang transportasi kereta api dan pengangkutan barang di
pelabuhan. Di bawah umur 13 tahun bagi
pekerjaan-pekerjaan berbahaya yang diatur secara spesifik.
Tea Labour Plantation Ordinance, 1962
Di bawah umur 16 tahun Factories Act, 1965
Di bawah umur 17 tahun Shop and Establishment Act, 1965
Di bawah umur 13 tahun Road Transport Workers Ordinance,
1961 Di bawah umur 19 tahun
Mines Act, 1923 Dibawah umur 16 tahun
Pada dasarnya, keseragaman pengaturan mengenai usia anak terjadi karena hingga saat ini, pemerintah Bangladesh tidak meratifikasi Konvensi ILO No. 138
Tahun 1973 tentang Usia Minimum untuk Diperbolehkan Bekerja, dimana konvensi ini telah menetapkan suatu standar di bidang ketenagakerjaan yang
menentukan batas usia minimum seseorang untuk diperbolehkan untuk bekerja. Walaupun demikian, pada tahun 2001, Bangladesh telah meratifikasi
Konvensi ILO No. 182 Tahun 1999 tentang Pelarangan dan Tindakan Segera untuk Menghapuskan Bentuk-bentuk Terburuk Pekerjaan Anak.. Akan tetapi,
hingga saat ini masih saja ditemui pekerjaan-pekerjaan yang pada dasarnya menurut ketentuan konvensi tersebut merupakan pekerjaan yang dilarang bagi
anak, sebagai contoh adalah pekerjaan industri pembongkaran kapal di Chittagong, Bangladesh, yang banyak sekali memperkerjakan anak-anak. Hal ini
disebabkan karena hingga saat ini, industri pembongkaran kapal di Chittagong, Bangladesh merupakan industri informal. Tidak adanya peraturan hukum yang
Universitas Sumatera Utara
mengatur mengenai kegiatan industri tersebut mengakibatkan praktek pekerja anak pembongkar kapal di Chittagong, Bangladesh semakin marak.
2. Kasus Pekerja Anak Jermal di Pantai Timur, Sumatera Utara, Indonesia
Jermal merupakan unit bangunan tempat penangkapan ikan, dibangun ditengah perairan Selat Malaka, yang berada pada kawasan sepanjang Pantai
Timur Sumatera Utara. Setiap jermal dihuni oleh 4-9 orang anak yang berusia 11- 16 tahun, 2-5 orang pekerja dewasa, dan ditambah seorang mandorwakil mandor
yang mengawasi pekerja anak-anak tersebut. Jermal ini digunakan untuk menangkap hasil laut seperti cumi-cumi, ikan teri, dan lain-lain sebagainya.
Jermal didirikan pada kedalaman laut di atas 17 meter.
74
Jumlah jermal di Pantai Timur Sumatera Utara pada tahun 1995 berjumlah sekitar 369 unit. Jumlah ini tersebar di 4 empat kabupaten, yaitu 23 unit di
Kabupaten Langkat, 81 unit di Kabupaten Deli Serdang, 192 unit di Kabupaten Bangunan jermal seluruhnya terbuat dari bahan baku kayu, lantai terbuat
dari papan dan seng sebagai atap. Jarak antara bibir pantai dengan lokasi jermal tidak sama antara jermal yang satu dengan yang lainnya. Ada yang berjarak hanya
10 kilometer dengan bibir pantai dan ada juga yang berjarak lebih jauh, yakni 25 kilometer dari bibir pantai. Sebagai contoh, yakni jermal yang berada di sekitar
pulau Salah Nama yang berjarak sekitar 25 kilometer dari bibir pantai. Perjalanan yang ditempuh untuk mencapai jermal-jermal di kawasan pulau Salah Nama
tersebut setidaknya memakan waktu selama 6 jam.
74
Ahmad Sofian, S.H., M. H., Perlindungan Anak di Indonesia: Dilema dan Solusinya, Medan: PT. Sofmedia, 2012, hal. 50
Universitas Sumatera Utara
Asahan, dan 73 unit di Kabupaten Labuhan Batu Dinas Perikanan Propinsi Sumatera Utara, 1995.
Tahun 2000, jumlah jermal di Pantai Timur Sumatera mengalami penurunan menjadi 201 unit PKPA, 2000. Penurunan jumlah jermal ini
disebabkan karena adanya beberapa jermal yang runtuh karena terkena ombak maupun badai, dan ada pula yang dibongkar oleh pemiliknya dengan alasan sudah
tidak menguntungkan lagi. Jumah pekerja anak di setiap unit jermal sangatlah variatif. Ada yang
mempekerjakan 2 orang anak per unit jermal dan ada pula yang mempekerjakan 12 anak per unit jermal. Bila dirata-ratakan, maka jumlah pekerja anak yang
bekerja di jermal saat ini lebih kurang mencapai jumlah 400-500 anak-anak. Dalam setiap jermal, jumlah buruh yang bekerja berkisar 10-16 orang.
Dari jumlah tersebut, 4-9 orang berumur anatar 11-16 tahun. Selain buruh, di jermal ini terdapat seorang mandor dan dua orang wakil mandoor yang senantiasa
mengawasi kerja para buruh.
75
75
Ahmad Sofian, S.H., M. H., Ibid., hal. 51
Jam kerja buruh di jermal tidak teratur dan sangat tergantung pada musim, yakni musim pasang hidup banyak ikan dan musim pasang mati ikan sedikit
dan ombak besar. Bila musim pasang hidup, maka jam kerja buruh jermal biasanya dimulai pukul 02.00 dinihari sampai pukul 20.00 malam, dan bila musim
pasang mati, maka mereka bekerja mulai pukul 07.00 pagi sampai dengan pukul 15.00 sore.
Universitas Sumatera Utara
Kerja yang mereka lakuan adalah memutar jaring dengan katrol tangan. Jaring digiling oleh seluruh buruh jermal, masing-masing memegang katrol
tangan. Pada bangunan jermal, biasanya terdapat 10-15 katrol dan jaring digiling dalam waktu yang bersamaan. Keselamatan buruh jermal sabgat tergantung pada
kerjasama dengan buruh-buruh yang lain dalam melakukan penggilingan, sebab suatu saat mereka bisa saja tercampak ke laut atau terkena hantaman katrol yang
dipegangnya. Pernah pada tahun 1995, seorang buruh jermal yang bekerja di Labuhan Bilik di Kabupaten Labuhan Batu, tercampak ke laut karena terkena
hantaman katrol yang kemudian merenggut jiwanya.
76
Selain proses penggilingan yang dilakukan setiap 2 jam sekali, buruh juga diharuskan untuk menyortir atau memilah ikan-ikan yang telah ditangkap. Setelah
disortir, selanjutnya ikan-ikan tersebut direbus dan dijemur. Demikian proses ini dilakukan secara terus-menerus setiap harinya dengan jam istirahat yang sangat
minim.
77
Dengan beban kerja yang besar, sudah seharusnya para pemilik jermal memperhatikan kesejahteraan para pekerjanya. Namun, kenyataannya sesuai
dengan survei yang ada, kesejahteraan para pekerja jermal selalu saja terabaikan. Sayur-mayur, cabe, dan bawang diantarkan seminggu sekali sebagai bahan-bahan
keperluan pangan mereka. Menurut pengakuan pekerja di sana, bahan-bahan tersebut hanya cukup untuk memenuhi keperluan pangan selama 4-5 hari. Apabila
bahan keperluan pangan tidak cukup, mereka diperbolehkan untuk memakan ikan dan cumi-cumi tertentu yang diizinkan ditangkop oleh mandor, dan apabila
76
Ahmad Sofian, S.H., M. H., Op. cit., hal. 52
77
Ahmad Sofian, S.H., M. H., Ibid., hal. 52
Universitas Sumatera Utara
ketahuan memakan ikan dan cumi-cumi yang dilarang biasanya jenis ikan kerapu, kakap, dan tongkol maka upah para pekerja yang memakannya akan
dipotong. Besarnya upah yang mereka terima sangat tidak sesuai dengan beban kerja
yang tinggi dan resiko pekerjaan yang sangat berbahaya. Para pekerja jermal hanya diupah berkisar antara Rp. 75.000-Rp. 120.000 US 7,5 - US 12,
tergantung pada lamanya si buruh bekerja dan kemurahan hati si pemilik jermal, dimana upah tersebut baru dibayarkan setelah para pekerja jermal bekerja selama
3 bulan. Selang waktu tiga bulan ini, para pemilik jermal memperbolehkan para
pekerjanya pulang ke darat untuk bersitirahat selama beberapa hari. Banyak sekali para pekerja yang setelah pulang ke darat tidak mau kembali lagi untuk bekerja di
jermal. Keadaan seperti ini menyebabkan para pemilik mengupah calo-calo yang bertugas untuk mencari para anak-anak untuk dijadikan sebagai pekerja di jermal
miliknya. Calo-calo selalu seja mengelabui para calon-calon pekerja jermal, biasanya mereka berkedok kepada para calon pekerja jermal bahwa mereka akan
dipekerjakan di pabrik. Terkadang para calo ini juga mencari anak-anak jalanan di terminal untuk dijadikan pekerja jermal, tentunya dengan iming-iming upah yang
besar.
78
78
Ahmad Sofian, S.H., M. H., Op. cit., hal. 53
Berdasarkan pemaparan di atas, Indonesia telah membentuk berbagai peraturan perundang-undangan untuk memerangi maraknya masalah pekerja anak
di Indonesia, yakni antara lain:
Universitas Sumatera Utara
1 UU No. 20 Tahun 1999 tentang Pengesahan Konvensi ILO No. 138 Tahun 1973 tentang Batasan Usia Minimum Diperbolehkan
untuk Bekerja
Undang-undang ini menetapkan usia 15 tahun sebagai usia minimum untuk bekerja, sesuai dengan usia usai wajib sekolah. Undang-undang
ini menyebutkan keadaan-keadaan tertentu yang memperbolehkan dilakukannya pekerjaan ringan oleh anak-anak mulai usia 13 tahun
untuk jumlah jam kerja yang terbatas.
2 UU No. 1 Tahun 2000 tentang Pengesahan Konvensi ILO No. 182 Tahun 1999 tentang Pelarangan dan Tindakan Segera untuk
Menghapuskan Bentuk-bentuk Terburuk Pekerjaan Anak.
Undang-undang ini memberlakukan Konvensi ILO No. 182 tentang Pelarangan dan Tindakan Segera untuk Menghapuskan Bentuk-bentuk
Terburuk Pekerjaan Anak. Inti dari Konvensi ini adalah bahwa setiap anggota yang meratifikasi Konvensi ini wajib mengambil tindakan
segera dan efektif untuk menjamin pelarangan dan tindakan segera untuk menghapuskan bentuk-bentuk terburuk pekerjaan anak, sebagai
hal yang mendesak. Yang dimaksud dengan anak dalam Konvensi ini adalah orang yang berusia di bawah 18 tahun sedangkan istilah
bentuk-bentuk pekerjaan terburuk mengandung pengertian: a
segala bentuk perbudakan atau praktik-praktik sejenis perbudakan, seperti penjualan dan perdagangan anak-anak, kerja ijon debt
Universitas Sumatera Utara
bondage dan perhambaan atau kerja paksa, termasuk pengerahan
anak-anak secara paksa atau wajib untuk dikerahkan dalam konflik bersenjata;
b pemanfaatan, penyediaan atau penawaran anak untuk pelacuran,
untuk produksi pornografi atau untuk pertunjukan-pertunjukan porno;
c pemanfaatan, penyediaan atau penawaran anak untuk kegiatan
haram, khususnya untuk produksi dan perdagangan obat-obatan sebagaimana diatur dalam perjanjian internasional yang relevan;
d pekerjaan yang sifatnya atau lingkungan tempat pekerjaan tersebut
dilakukan dapat membahayakan kesehatan, keselamatan atau moral anak-anak.
3 UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
Undang-undang ini mendefinisikan anak sebagai seseorang yang berusia 18 delapan belas tahun termasuk yang masih dalam
kandungan Pasal 1 ayat 1 dan menetapkan bahwa penyelenggaraan perlindungan anak didasarkan pada prinsip-prinsip dasar Konvensi
Hak-hak Anak Pasal 2, yakni: a.
Non diskriminasi; b.
Kepentingan yang terbaik bagi anak; c.
Hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan; d.
Penghargaan terhadap pendapat anak.
Universitas Sumatera Utara
4 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Berikut ini adalah pasal-pasal dari Undang-undang Ketenagakerjaan yang berkaitan dengan pekerja anak:
Pasal 69 Anak berumur antara 13 tiga belas tahun dan 15 lima belas tahun
dapat, di bawah ketentuan-ketentuan tertentu yang ketat, melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak menghambat atau menganggu
perkembangan fisik, mental, dan sosial anak yang bersangkutan. Pengusaha yang mempekerjakan anak pada pekerjaan ringan harus
memenuhi persyaratan berikut: a.
Pengusaha harus mendapatkan izin tertulis dari orang tua atau wali; b.
Harus ada perjanjian kerja antara pengusaha dengan orang tua wali;
c. Pengusaha tidak boleh mengharuskan anak untuk bekerja lebih dari
3 tiga jam sehari; d.
Pengusaha hanya dibenarkan mempekerjakan anak pada siang hari tanpa mengganggu waktu sekolah anak yang bersangkutan;
e. Dalam mempekerjakan anak, pengusaha harus memenuhi syarat-
syarat keselamatan dan kesehatan kerja; f.
Adanya hubungan kerja yang jelas antara pengusaha dan pekerja anak yang bersangkutanorang tua atau walinya;
g. Anak berhak menerima upah sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
Pasal 70 Anak dapat diperbolehkan melakukan pekerjaan di tempat kerja
sebagai bagian dari kurikulum pendidikan atau pelatihan sekolah yang disahkan oleh pejabat yang berwenang. Anak sebagaimana dimaksud
dalam ayat 1 paling sedikit berumur 14 empat belas tahun. Pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dapat diberikan
kepada anak dengan syarat: a.
diberi petunjuk yang jelas tentang cara pelaksanaan pekerjaan serta bimbingan dan pengawasan
b. dalam melaksanakan pekerjaan diberi perlindungan keselamatan
dan kesehatan kerja.
Universitas Sumatera Utara
Pasal 72 Dalam hal anak dipekerjakan bersama-sama dengan pekerjaburuh
dewasa, maka tempat kerja anak harus dipisahkan dari tempat kerja pekerjaburuh dewasa.
Pasal 73 Anak dianggap bekerja bilamana berada di tempat kerja, kecuali dapat
dibuktikan sebaliknya.
Pasal 74 Siapapun dilarang mempekerjakan dan melibatkan anak pada bentuk-
bentuk pekerjaan yang terburuk. Pelarangan dan tindakan segera untuk menghapuskan bentuk-bentuk terburuk pekerjaan anak.
meliputi: a.
Segala pekerjaan dalam bentuk perbudakan atau sejenisnya; b.
Segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, atau menawarkan anak untuk pelacuran, produksi pornografi,
pertunjukan porno, atau perjudian; c.
Segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, atau melibatkan anak untuk produksi dan perdagangan minuman keras,
narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya; dan d.
Semua pekerjaan yang membahayakan kesehatan, keselamatan, atau moral anak.
Disamping undang-undang di atas, beberapa peraturan juga telah dikeluarkan, misalnya:
1 Keputusan Presiden No. 12 Tahun 2001 tentang Susunan
Keanggotaan Komite Aksi Nasional Penghapusan Pelarangan dan tindakan segera untuk menghapuskan bentuk-bentuk terburuk
pekerjaan anak.; 2
Keputusan Presiden No. 59 Tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Pelarangan dan tindakan segera untuk
menghapuskan bentuk-bentuk terburuk pekerjaan anak.;
Universitas Sumatera Utara
3 Keputusan Presiden No. 87 Tahun 2002 tentang Rencana Aksi
Nasional untuk Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak; 4
Keputusan Presiden No. 88 Tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Eksploitasi Seksual Komersial Anak;
5 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 235 Tahun
2003 tentang Jenis-jenis Pekerjaan yang Membahayakan Kesehatan, Keselamatan atau Moral Anak;
6 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 115 Tahun
2004 tentang Perlindungan. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dikatakan bahwa pemerintah
Indonesia telah menaruh perhatian yang cukup besar mengenai upaya penghapusan pekerja anak. Akan tetapi, perlindungan hukum yang diberikan oleh
pemerintah melalui peraturan-peraturan hukum di atas, seakan-akan tidak menyentuh terhadap masalah persebaran pekerja anak jermal di Indonesia,
khususnya di daerah Pantai Timur Sumatera Utara. Hal ini terbukti dengan masih banyaknya jumlah persebaran pekerja anak jermal hingga saat ini.
B. Perlindungan Hukum terhadap Pekerja Anak Berdasarkan Hukum Internasional
Perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan terhadap subjek hukum dalam bentuk perangkat hukum baik yang bersifat preventif
maupun yang bersifat represif, baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Dengan kata lain perlindungan hukum adalah sebagai suatu gambaran dari fungsi hukum
Universitas Sumatera Utara
itu sendiri, yaitu konsep dimana hukum dapat memberikan suatu keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan dan kedamaian.
79
a. Menurut Satjipto Rahardjo, perlindungan hukum adalah adanya upaya
melindungi kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan suatu kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam rangka kepentingannya
tersebut. Berikut adalah pengertian perlindungan hukum menurut para ahli, yaitu:
80
b. Menurut Setiono, perlindungan hukum adalah tindakan atau upaya
untuk melindungi masyarakat dari perbuatan sewenang-wenang oleh penguasa yang tidak sesuai dengan aturan hukum, untuk mewujudkan
ketertiban dan ketentraman sehingga memungkinkan manusia untuk menikmati martabatnya sebagai manusia.
81
c. Menurut Muchsin, perlindungan hukum merupakan kegiatan untuk
melindungi individu dengan menyerasikan hubungan nilai-nilai atau kaidah-kaidah yang menjelma dalam sikap dan tindakan dalam
menciptakan adanya ketertiban dalam pergaulan hidup antar sesama manusia.
82
Perlindungan hukum dapat dibedakan menjadi 2, yaitu:
79
Pengertian Perlindungan Hukum Menurut Para Ahli. Sebagaimana dimuat dalam: http:tesishukum.compengertian-perlindungan-hukum-menurut-para-ahli. Diakses pada tanggal
30 Januari 2015 pukul 15.00 WIB
80
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, Cetakan Ke V, 2000, hal. 53
81
Setiono, Rule Of Law Supremasi Hukum, Surakarta : Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret,2003, hal.3
82
Muchsin, Perlindungan dan Kepastian Hukum Bagi Investor Di Indonesia, Surakarta: Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret,2003.hal.14
Universitas Sumatera Utara
a. Perlindungan Hukum Preventif
Perindungan hukum preventif merupakan perlindungan yang diberikan pemerintah dengan tujuan untuk mencegah sebelum
terjadinya pelanggaran. Hal ini terdapat dalam peraturan perundang- undangan dengan maksud untuk mencegah pelanggaran yang
dilakukan oleh pelaku usaha serta memberikan rambu-rambu atau batasan-batasan kepada pelaku usaha dalam melakukan kewajibannya.
b. Perlindungan Hukum Represif
Perlindungan hukum represif merupakan perlindungan akhir berupa tanggung jawab perusahaan, denda, penjara, dan hukuman tambahan
yang diberikan apabila sudah terjadi sengketa atau pelaku usaha melakukan pelanggaran.
1. Perlindungan terhadap Hak-hak Pekerja Anak Berdasarkan Hukum Internasional
Perlindungan anak merupakan usaha dan kegiatan seluruh lapisan masyarakat untuk menciptakan suatu kondisi yang mendukung setiap anak dapat
melaksanakan hak dan kewajibannya. Hal ini ditujukan agar setiap anak dapat melalui masa pertumbuhannya secara wajar baik fisik, mental dan sosial. Respon
terhadap perlindungan anak haruslah bersifat holistik, diketahui oleh semua pihak di semua tataran agar perlindungan hak-hak anak dihormati dan diterapkan ke
semua anak di segala keadaan tanpa adanya diskriminasi.
Universitas Sumatera Utara
Perlindungan anak diatur dalam hukum internasional, dimana hal ini bertujuan untuk memberi jaminan terhadap anak-anak bahwa hak dan kewajiban
mereka dilindungi oleh hukum. Kepastian hukum perlu diusahakan demi kelangsungan kegiatan perlindungan anak dan mencegah penyelewengan yang
membawa akibat negatif yang tidak diinginkan dalam pelaksanaan perlindungan anak.
83
Sejarah perlindungan anak Internasional, dimulai dengan adanya pernyataan hak-hak anak oleh Eglantyne Jebb semenjak tahun 1923, pada tahun
1924 Deklarasi tentang Hak-hak Anak Internasional yang pertama diadopsi oleh Liga Bangsa-Bangsa. Hal ini kemudian diikuti dengan perkembangan instrumen-
instrumen hak-hak asasi manusia berikutnya dari Perserikatan Bangsa-bangsa, seperti Deklarasi Universal Hak–Hak Asasi Manusia 1948, dan instrumen-
instrumen regional seperti Deklarasi Amerika tentang Hak-hak dan Kewajiban Secara umum, perlindungan anak khususnya pekerja anak merupakan
upaya perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia. Instrumen hukum yang merupakan landasan perlindungan Hak Asasi Manusia sebagai isu global adalah
The Universal Declaration of Human Rights, yang diadopsi oleh Majelis Umum
Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB pada tanggal 10 Desember 1948 di Paris. Deklarasi ini dapat dikatakan sebagai suatu payung hukum dalam mengatur
perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia. Secara khusus, perlindungan anak khususnya pekerja anak mengacu pada ketentuan United Nation Convention on
the Rights of the Child yang dirumuskan pada tahun 1989.
83
Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia
, Cetakan Pertama, Bandung: PT. Refika Aditama, 2008 hal. 33.
Universitas Sumatera Utara
Manusia yang dibuat pada tahun yang sama, mengakui secara lebih umum hak manusia untuk bebas dari kekerasan, abuse
84
, dan eksploitasi. Hak-hak ini berlaku bagi setiap orang termasuk anak-anak dan dikembangkan lebih jauh dalam
instrumen-instrumen seperti Kovenan Internasional tentang Hak-hak Politik dan Hak-hak Sipil 1966.
85
Konvensi Hak Anak mengatur secara detail tentang hak asasi anak dan tolak ukur yang harus dipakai pemerintah secara utuh dalam implementasi hak
asasi anak di negara masing-masing. Konvensi Hak Anak lahir dari sistem hukum dan nilai-nilai tradisional yang pluralis, dan oleh karenanya Konvensi Hak Anak
menjadi sebuah instrumen yang tidak begitu banyak dipersoalkan dan diperdebatkan oleh negara-negara anggota PBB. Ia mencerminkan hak dasar anak
dimanapun di dunia ini: hak untuk hidup, berkembang, terlindungi dari pengaruh Konvensi Hak Anak yang diadopsi oleh Majelis Umum Perserikatan
Bangsa-Bangsa pada tahun 1989 merupakan sebuah instrumen hukum internasional yang secara eksplisit meletakkan dasar-dasar mengenai hak-hak
anak secara khusus dan istimewa. Konvensi Hak Anak ini merupakan perjanjian
hak-hak asasi manusia yang paling luas diratifikasi dalam sejarah.
84
Abuse adalah perilaku yang dirancang untuk mengendalikan dan menaklukkan manusia
yang lain melalui penggunaan ketakutan, penghinaan, dan lisan atau fisik. “Abuse means To mistreat or neglect a person, particularly as to one for whom the actor has special responsibility
by virtue of a relationship, e.g., spouse, child, elderly parent, or one for whom the actor has undertaken a duty of care, e.g., nurse-patient”,
Sebagaimana dimuat dalam: http:www.yourdictionary.com. Diakses pada tanggal 1 Februari 2015 pukul 15.00 WIB.
85
Dan O’Donnel, Perlindungan Anak, Sebuah Panduan bagi Anggota Dewan Perwakilan Rakyat,
Child Protection, a handbook for Parlementarians, alih bahasa Agus Ryanto, Jakarta: UNICEF, 2006, hal. 5
Universitas Sumatera Utara
buruk, penyiksaan dan eksploitasi serta hak untuk berpartisipasi secara utuh dalam lingkup keluarga, kehidupan budaya dan sosial.
86
Konvensi Hak Anak tidak meninggalkan keraguan mengenai fakta bahwa anak berhak atas hak dan kebebasan yang sama dengan orang dewasa. Selain hal
tersebut, dalam Konvensi Hak Anak dapat ditemukan beberapa prinsip yang menjadi pedoman bagi negara peratifikasi dalam membuat peraturan perlindungan
anak, yaitu:
87
1. Prinsip atas Hak Kelangsungan Hidup dan Tumbuh Kembang.
Setiap anak memiliki hak yang melekat atas kehidupan dan negara wajib menjamin kelangsungan hidup serta perkembangan anak sampai
batas maksimal. 2.
Prinsip Non Diskriminasi Semua hak yang diakui dan terkandung di dalam Konvensi Hak Anak
harus diberlakukan kepada setiap anak tanpa pembedaan apapun, berdasarkan asal-usul, suku, ras, agama, politik, dan sosial ekonomi.
3. Prinsip Kepentingan Terbaik untuk Anak
Dalam semua tindakan yang menyangkut anak yang dilakukan oleh pemerintah, masyarakat, badan legislatif, dan badan yudikatif, maka
kepentingan yang terbaik bagi anak harus menjadi pertimbangan utama.
86
Edy Ikhsan, Beberapa Catatan tentang Konvensi Hak Anak, Medan: USU Digital Library, 2002, hal. 1
87
C. de Rover, To Serve To Protect Acuan Universal Penegakan HAM , alih bahasa Supardan Mansyur, Cetakan Pertama, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000, hal. 372
Universitas Sumatera Utara
4. Prinsip Penghargaan terhadap Pendapat Anak
Anak yang memiliki pandangan-pandangan sendiri dan mempunyai hak untuk menyatakan pandangan-pandangannya secara bebas dalam
semua hal yang memengaruhi anak. Terdapat nilai menghormati hak anak untuk berpartisipasi dan menyatakan pendapatnya dalam
pengambilan keputusan, terutama jika menyangkut hal-hal yang memengaruhi kehidupannya.
Pengakuan akan hak-hak anak tidak hanya terbatas pada Konvensi Hak Anak. Ada sejumlah instrumen internasional yang mencermati dan menjawab
masalah perlindungan anak, baik instrumen yang diterbitkan oleh Perserikatan Bangsa-bangsa maupun instrumen dari badan internasional lainnya.
88
1. Hak dasar anak diakui secara universal sebagaimana tercantum dalam
Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB. Dengan
demikian semua negara di dunia secara moral dituntut untuk menghormati, menegakkan, dan melindungi hak tersebut.
Berikut adalah pengaturan-pengaturan hukum internasional yang mengatur perlindungan tentang hak anak, antara lain:
2. Deklarasi PBB Tahun 1948 tentang Hak-hak Asasi Manusia.
3. Piagam Afrika tentang Hak-hak dan Kesejahteraan Anak, Organisasi
Persatuan Afrika yang sekarang disebut Uni Afrika The African Charter on the Rights and Welfare of the Child of the Organisation for
African Unity tahun 1993.
88
Dan O’donnel, Loc. cit., hal. 5
Universitas Sumatera Utara
4. Konvensi-konvensi
Jenewa mengenai Hukum Humaniter Internasional 1949 dan Protokol Tambahannya 1977
5. Konvensi ILO No. 138 Tahun 1973 tentang Usia Minimum untuk
Diperbolehkan Bekerja yang menyatakan bahwa secara umum seseorang yang berusia di bawah 18 tahun, tidak boleh dipekerjakan
dalam bidang-bidang pekerjaan yang berbahaya bagi kesehatan dan perkembangan mereka. Konvensi ILO No. 182 Tahun 1999 tentang
Pelarangan dan Tindakan Segera untuk Menghapus Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk bagi Anak.
6. Protokol bagi Konvensi Perserikatan Bangsa-bangsa tentang
Kejahatan Transnasional Terorganisasi untuk Mencegah, Menekan dan Menghukum Perdagangan Manusia Khususnya Wanita dan
Anakanak. 7.
Kovenan Internasional Tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya.
8. Konvensi Den Haag mengenai Perlindungan Anak dan Kerjasama
tentang Adopsi Antar Negara. 9.
Deklarasi Milenium Perserikatan Bangsa-bangsa dengan Millennium Development Goals
-nya yang ditandatangani oleh 189 negara pada tahun 2000 dan ditargetkan akan dicapai pada tahun 2015.
Universitas Sumatera Utara
2. Peran ILO dalam Memberikan Perlindungan terhadap Masalah Pekerja Anak di Dunia
ILO selaku organisasi perburuhan internasional, berusaha untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh masyarakat di dunia, khususnya bagi
kaum buruh. ILO menjalankan fungsinya sebagai pembuat standar perburuhan internasional, di mana standar perburuhan internasional tersebut berupa konvensi
convention dan rekomendasi recommandation yang menetapkan suatu standar
minimum. Konvensi-konvensi ILO merupakan traktat internasional yang perlu diratifikasi oleh seluruh negara anggota ILO, sedangkan rekomendasi ILO adalah
instrumen ketenagakerjaan yang bersifat tidak mengikat secara hukum, yang menetapkan pedoman sebagai informasi kebijakan nasional, dan oleh karena itu
tidak memerlukan ratifikasi. Dengan kata lain ILO merumuskan segala peraturan terkait dalam hal memberikan perlindungan bagi tenaga kerja khususnya pekerja
anak di dunia. Untuk melindungi dan meningkatkan penghormatan terhadap hak-hak
dasar pekerja, ILO menetapkan Deklarasi tentang Prinsip-prinsip dan Hak-hak Mendasar di Tempat Kerja pada tahun 1998. Deklarasi ini berisi empat kebijakan
dasar, yakni:
89
1 Hak pekerja untuk berserikat secara bebas dan bernegosiasi secara
kolektif; 2
Menghapuskan kerja paksa; 3
Menghapuskan pekerja anak;
89
International Labour Organization , diakses pada tanggal 10 Februari 2015 dari laman
web: http:en.wikipedia.orgwikiInternational_Labour_Organization
Universitas Sumatera Utara
4 Menghapuskan diskriminasi yang tidak adil dikalangan pekerja.
Deklarasi tersebut mewajibkan negara-negara anggota ILO untuk menghormati, meningkatkan dan mempraktikkan hak-hak mendasar yang
merupakan pokok dari konvensi-konvensi inti ILO. Berikut adalah 8 delapan konvensi inti ILO yang mengatur mengenai hak-hak dasar pekerja, antara lain:
90
1 Konvensi No. 87 Tahun 1948 tentang Kebebasan Berserikat dan
Perlindungan terhadap Hak Berorganisasi. 2
Konvensi No. 98 Tahun 1949 tentang Hak untuk Berorganisasi dan untuk Berunding Bersama.
3 Konvensi No. 29 Tahun 1930 tentang Kerja Paksa atau Wajib Kerja.
4 Konvensi No. 105 Tahun 1957 tentang Penghapusan Kerja Paksa.
5 Konvensi No. 100 Tahun 1951 tentang Pengupahan yang Setara.
6 Konvensi No. 111 Tahun 1958 tentang Diskriminasi dalam Pekerjaan
dan Jabatan. 7
Konvensi No. 182 Tahun 1999 tentang Pelarangan dan Tindakan Segera untuk Menghapuskan Bentuk-bentuk Terburuk Pekerjaan
Anak. 8
Konvensi No. 138 Tahun 1973 tentang Usia Minimum untuk Diperbolehkan Bekerja.
Dari kedelapan konvensi di atas, berikut ada 2 dua konvensi inti yang mengatur mengenai perlindungan terhadap pekerja anak. Dua konvensi tersebut
adalah:
90
ILO, 2009, Serikat PekerjaSerikat Buruh Pekerja Anak, Op. Cit., hal. 20-22
Universitas Sumatera Utara
1 Konvensi No. 138 Tahun 1973 tentang Usia Minimum untuk
Diperbolehkan Bekerja. 2
Konvensi No. 182 Tahun 1999 tentang Pelarangan dan Tindakan Segera untuk Menghapuskan Bentuk-Bentuk Terburuk Pekerjaan
Anak.. Konvensi inti di atas, mewajibkan para negara anggota ILO untuk
menghargai, memajukan dan menjalankan prinsip-prinsip dasar yang terkandung di dalamnya, dengan tanpa memandang apakah mereka sudah meratifikasinya
atau belum. Dalam menunjang pemberlakuan konvensi tersebut, ILO telah
meluncurkan suatu program yang disebut dengan International Programme for the Elimination of Child Labour
atau yang selanjutnya disebut dengan IPEC. ILO meluncurkan program IPEC pada tahun 1992 dengan tujuan untuk
menggalakkan aksi penghapusan pekerja anak di dunia, melalui penerapan langkah-langkah pencegahan dan perlindungan serta melalui tindakan penarikan
dan rehabilitasi. IPEC memiliki 3 pilar aksi utama, yakni:
91
1 Mempromosikan dan mensosialisasikan aksi ratifikasi terhadap
Konvensi 138 dan Konvensi 182; 2
Menginformasikan dan memberikan pengetahuan melalui studi kuantitatif dan kualitatif seputar masalah pekerja anak;
91
Elena Arnal, Steven Tobin, Raymond Torres, Combating Child Labour: A Review of Policies
, OECD, 2003, hal. 52
Universitas Sumatera Utara
3 Kerjasama teknis dengan mendukung program-program khusus yang
menargetkan anak-anak yang bekerja, terutama mereka yang terlibat dalam bentuk-bentuk pekerjaan terburuk.
Setiap negara yang ingin berpartisipasi dalam program ini, menandatangi MoU Memorandum of Understanding dengan pihak ILO dan dapat melakukan
langkah-langkah inisiatif terhadap penghapusan pekerja anak di negaranya sesuai dengan kerangka yang ditetapkan oleh IPEC framework of IPEC. Di antara
tahun 1999-2002, 52 negara telah menandatangani MoU tersebut. Selanjutnya, 30 negara dinyatakan telah berpartisispasi dalam rangkaian program-program IPEC
sebagai associated countries. Pada tahun 1998, IPEC membentuk Statistical Information and
Monitoring Programme on Child Labour atau yang selanjutnya disebut dengan
SIMPOC, dalam rangka mengumpulkan informasi terkait jumlah dan karakteristik pekerja anak di tiap-tiap negara. SIMPOC ditujukan untuk memastikan agar
survey terhadap perkembangan masalah pekerja anak di dunia dapat dilakukan secara berkelanjutan sehingga nantinya hasil survey tersebut dapat berguna dalam
hal penyelesaian masalah pekerja anak yang hingga saat ini, merupakan isu global yang harus kita cari penyelesaiannya secara bersama-sama.
92
Pada tahun 2003, program IPEC telah membawa dampak yang baik terkait dengan masalah pekerja anak di dunia. Hal ini dibuktikan dengan sebanyak 111
negara-negara anggota pada saat itu telah meratifikasi konvensi-konvensi inti ILO, termasuk Konvensi No. 138 tahun 1973 dan Konvensi No. 182 Tahun 1999,
92
Elena Arnal, Steven Tobin, Raymond Torres, Ibid., hal. 52
Universitas Sumatera Utara
yang berisi ketentuan-ketentuan terkait dengan masalah penghapusan pekerja anak di dunia.
93
Kedua, adalah sistem pengawasan khusus, dimana sistem pengawasan tersebut memberikan kesempatan kepada asosiasi pengusaha ataupun serikat
buruh pada suatu negara anggota untuk menyampaikan pengaduan kepada Kantor Perburuhan Internasional, apabila suatu negara anggota tidak menjalankan
Walaupun demikian, masalah utama yang menjadi perhatian adalah mengenai penerapan dari konvensi-konvensi yang telah di ratifikasi oleh negara-
negara anggota. Penerapan ketentuan konvensi yang kurang baik secara tidak langsung berdampak pada masalah persebaran pekerja anak di masing-masing
negara pula. Oleh karena itu, ILO telah menyediakan beberapa mekanisme terkait dalam hal memberikan suatu pengawasan terhadap penerapan ataupun
pemberlakuan dari konvensi-konvensi tersebut di tiap -tiap negara anggota. Pertama, adalah sistem pengawasan umum yang meliputi kewajiban bagi
para negara anggota untuk menyampaikan laporan umum mengenai langkah- langkah ataupun tindakan yang telah diambilnya dalam melaksanakan ketentuan-
ketentuan konvensi yang telah diratifikasi oleh negara tersebut. Selanjutnya, tindakan-tindakan tersebut kemudian dinilai oleh Committee of Experts on the
Application of Conventions and Recommendations CEACR yang kemudian
menyampaikan laporan tahunan terkait dengan perkembangan pelaksanaan ketentuan-ketentuan konvensi yang telah diratifikasi tersebut.
93
Elena Arnal, Steven Tobin, Raymond Torres, Op. cit., hal. 56
Universitas Sumatera Utara
ketentuan-ketentuan konvensi yang telah diratifikasinya.
94
Hal ini diatur dalam Pasal 24 dan Pasal 26 Konstitusi ILO, yang menyatakan sebagai berikut:
95
1 Setiap Negara Anggota berhak menyampaikan keluhan kepada Kantor
Perburuhan Internasional apabila Negara Anggota tersebut merasa tidak puas karena ada Negara Anggota lain yang tidak mengupayakan
terlaksananya suatu Konvensi padahal Negara itu telah meratifi kasi Konvensi tersebut bersama dengan Negara pengadu sesuai dengan
pasal-pasal terdahulu. Pasal 24
Apabila ada pengaduan yang disampaikan kepada Kantor Perburuhan Internasional oleh asosiasi pengusaha atau serikat pekerja karena ada
Negara Anggota yang dinilai gagal menggunakan wewenang yang ada dalam yurisdiksi yang dimilikinya untuk mengupayakan pelaksanaan
Konvensi yang mengikatnya, Badan Pimpinan dapat menyampaikan pengaduan ini kepada pemerintah yang diadukan, dan dapat mengundang
pemerintah yang bersangkutan untuk menanggapi pengaduan tersebut apabila dianggap perlu.
Pasal 26
2 Badan Pimpinan dapat, apabila dirasa perlu, mengkomunikasikan hal
ini terlebih dahulu kepada pemerintah yang diadukan sesuai dengan tatacara pengaduan yang digariskan dalam pasal 24 sebelum
melimpahkan pengaduan tersebut kepada Komisi Penyelidik Commission of Inquiry.
3 Apabila Badan Pimpinan merasa tidak perlu mengkomunikasikan
pengaduan itu kepada pemerintah yang diadukan, atau bila pengaduan itu telah dikomunikasikan kepada pemerintah yang bersangkutan tetapi
tidak mendapatkan tanggapan dalam jangka waktu yang oleh Badan Pimpinan dianggap cukup memadai untuk memberikan tanggapan,
maka Badan Pimpinan dapat mengangkat suatu Komisi Penyelidik untuk menyelidiki keluhan tersebut serta melaporkan hasil
penyelidikannya.
4 Badan Pimpinan dapat menjalankan prosedur serupa atas inisiatifnya
sendiri atau karena menerima keluhan dari delegasi Konferensi. 5
Dalam hal Badan Pimpinan sedang mengkaji dan mempertimbangkan hal-hal yang timbul dari pasal 25 dan 26, maka pemerintah yang
diadukan, apabila belum terwakili dalam Badan Pimpinan, berhak mengirimkan wakilnya untuk ikut serta dalam pembahasan yang
sedang dilakukan oleh Badan Pimpinan untuk menyelesaikan
94
Elena Arnal, Steven Tobin, Raymond Torres, Ibid., hal. 56
95
ILO, Konstitusi Organisasi Perburuhan Intetnasional, Jakarta: ILO Jakarta, 2012, hal. 21-22
Universitas Sumatera Utara
pengaduan ini. Tanggal diselenggarakannnya pembahasan pengaduan tersebut oleh Badan Pimpinan harus sudah diberitahukan kepada
pemerintah yang bersangkutan jauh-jauh hari sebelumnya.
Sejauh ini, tidak ada pengaduan yang dilakukan berdasarkan ketentuan Pasal 26 Konstitusi ILO, akan tetapi terdapat 2 pengaduan yang telah dilakukan
berdasarkan Pasal 24 Konstitusi ILO, terkait dengan masalah penerapan Konvensi No. 138 Tahun 1973 tentang Usia Minimum untuk Diperbolehkan Bekerja.
96
Kasus pengaduan pertama terjadi pada tahun 1984, dimana pengaduan ini diajukan oleh beberapa serikat pekerja di Kosta Rika terhadap pemerintah Kosta
Rika. Kasus pengaduan kedua terjadi pada tahun 1987, dimana pengaduan ini diajukan oleh Oil, Chemical and Atomic Workers International Union AFL-CIO
terhadap Republik Federal Jerman. Kedua kasus pengaduan ini menuduhkan pihak pemerintah tidak mengupayakan ketentuan Konvensi ILO No. 138 Tahun
1973 untuk dijalankan dengan baik. Walaupun demikian, kedua kasus tersebut pada akhirnya tidak berjalan dengan baik. Pengaduan yang disampaikan pada
kasus yang pertama, oleh komite dinyatakan tidak memiliki bukti yang cukup mengenai tuduhan atau pengaduan yang diajukan oleh beberapa serikat pekerja di
Kosta Rika terhadap pihak pemerintah Kosta Rika. Pada kasus kedua, komite memutuskan bahwa pengaduan yang diajukan AFL-CIO terhadap Republik
Federal Jerman tidak dapat diterima, dan oleh karena itu kasus tersebut ditutup.
97
Selain ILO, beberapa organisasi internasional juga menaruh perhatian yang besar terhadap persebaran pekerja anak di dunia. Yang pertama adalah
United Nations Children’s Fund atau yang selanjutnya disebut dengan UNICEF.
96
Elena Arnal, Steven Tobin, Raymond Torres, Loc. cit, hal. 56
97
Elena Arnal, Steven Tobin, Raymond Torres, Ibid., hal. 57
Universitas Sumatera Utara
UNICEF mengkaji masalah pekerja anak ini dari perspektif hak asasi manusia. Perlindungan hukum terhadap pekerja anak oleh UNICEF didasarkan pada
Konvensi Hak Anak 1989. UNICEF giat mempromosikan isu pendidikan sebagai salah satu upaya dalam melakukan penghapusan terhadap persebaran pekerja anak
di dunia. Program-program UNICEF terkait dengan upaya penghapusan pekerja anak meliputi pendidikan secara formal maupun non formal serta layanan bantuan
kepada orangtua, mempromosikan penegakan hukum yang tegas terhadap masalah perdagangan manusia khususnya anak, menyediakan layanan kepada
anak-anak jalan, dan mengubah pola pikir ataupun nilai-nilai adat dan budaya yang memperbolehkan anak-anak untuk dieksploitasi secara ekonomi.
98
Selain Bank Dunia, beberapa institusi finansial lainnya juga menaruh perhatian yang besar terhadap masalah pekerja anak di dunia. Inter-American
Development Bank Group dan The African Development Bank mempromosikan
standar-standar perburuhan internasional yang mengatur mengenai pekerja anak dalam setiap kebijakan dan program-programnya.
Selanjutnya, yang kedua adalah Bank Dunia The World Bank. Bank Dunia pada tahun 1998, telah meluncurkan Child Labour Programme. Program
tersebut ditujukan untuk mengembangkan pengetahuan serta memperkenalkan berbagai strategi untuk meningkatkan keefektifan dari program-program Bank
Dunia bagi anak-anak, khususnya melalui strategi mengurangi kemiskinan dunia.
99
98
Elena Arnal, Steven Tobin, Raymond Torres, Op. cit, hal. 51-52
99
Elena Arnal, Steven Tobin, Raymond Torres Ibid., hal. 52
Universitas Sumatera Utara
Pada prinsipnya, peran organisasi internasional terutama ILO dalam upaya melakukan penghapusan terhadap persebaran pekerja anak di dunia dapat
disimpulkan sebagai berikut: 1
Memberikan suatu kesadaran secara global mengenai masalah pekerja anak serta dampak-dampaknya terhadap perkembangan dunia dewasa
ini; 2
Menciptakan suatu standar internasional dalam hal pengaturan terkait dengan masalah pekerja anak di dunia; dan
3 Memberikan bantuan dana kepada program-program tertentu terkait
dalam upaya penghapusan pekerja anak di dunia. Atas penjelasan di atas, dapat dikatakan bahwa upaya perlindungan
maupun penghapusan pekerja anak di dunia ini bergantung pada kebijakan- kebijakan pemerintah nasional suatu negara yang terkait. Dengan kata lain, upaya
perlindungan hukum terhadap pekerja anak, pada prinsipnya berada di tangan pemerintah nasional suatu negara. Pihak-pihak internasional hanya berupaya
memberikan suatu acuan ataupun pedoman yang dipatuhi secara internasional guna memberikan suatu arah bagi pihak nasional dalam melakukan legislasi
terhadap peraturan-peraturan hukum terkait dengan masalah pekerja anak.
Universitas Sumatera Utara
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pengaturan anak sebagai pekerja berdasarkan hukum internasional telah di
atur di dalam Konvensi Hak Anak atau Convention on the Rights Of the Child
1989, Konvensi ILO No. 138 tahun 1973 tentang Usia Minimum untuk Diperbolehkan Bekerja, dan Konvensi ILO No. 182 Tahun 1999
tentang Pelarangan dan Tindakan Segera untuk Menghapuskan Bentuk- Bentuk Terburuk Pekerjaan Anak.
2. Kedudukan ILO sebagai organisasi perburuhan internasional adalah
sebagai pembuat standar perburuhan internasional, yaitu berupa konvensi-konvensi dan rekomendasi-rekomendasi. Konvensi-konvensi
ILO merupakan traktat internasional yang perlu diratifikasi oleh seluruh negara anggota ILO, sedangkan rekomendasi-rekomendasi ILO adalah
instrumen ketenagakerjaan yang bersifat tidak mengikat secara hukum, yang menetapkan pedoman sebagai informasi kebijakan nasional, dan
oleh karena itu tidak memerlukan ratifikasi. 3.
Perlindungan hukum terhadap pekerja anak telah diatur di dalam hukum internasional. ILO selaku organisasi perburuhan internasional telah
mengeluarkan konvensi-konvensi terkait dengan masalah pekerja anak, yakni Konvensi ILO No. 138 Tahun 1973 dan Konvensi ILO No. 182
Tahun 1999, dengan tujuan untuk meminimalisir jumlah pekerja anak
Universitas Sumatera Utara
dunia demi tercapainya suatu keadilan sosial. ILO juga memberikan peluang bagi serikat pekerja ataupun organisasi pengusaha di suatu
negara anggota, untuk mengajukan pengaduan kepada ILO apabila terjadi suatu pelanggaran yang dilakukan oleh pemerintah negara-negara
anggota ILO dalam menerapkan ketentuan konvensi-konvensi yang telah diratifikasinya. Namun pada prinsipnya, perlindungan hukum terhadap
pekerja anak pada kenyataannya bergantung di tangan pemerintah suatu negara, karena sesungguhnya, peran organisasi internasional hanyalah
sebagai pembentuk standar-standar internasional yang nantinya dapat digunakan sebagai pedoman bagi negara dalam melakukan legislasi
terhadap peraturan-peraturan hukum terkait dengan masalah pekerja anak.
B. Saran