Lain hal pada subjek SM dan AR yang memiliki kemampuan dalam mengontrol perilaku dengan cukup baik terlihat pada bidang mengaji subjek
memperoleh nilai A, subjek SM mendapatkan prestasi saat khataman dengan masuk pada tiga besar serta mendapatkan peringkat pertama di sekolah SMP dan
MDA, sedangkan subjek AR berusaha mengaji walau terkadang hanya memperoleh predikat B, ia telah menyelesaikan hafalan
juz „amma ketika tengah duduk di kelas VII, keinginan untuk melanjutkan sekolah umum favorit di
kotanya membuatnya lebih meningkatkan kedisplinan dalam belajar. Berdasarkan kondisi di atas, terlihat bahwa terdapat dua subjek yakni SM
dan AR memiliki kemampuan mengontrol perilaku dengan baik hal ini ditijau persentase mengaji yang berada pada posisi A atau B sehingga tidak memperoleh
takziran dari pihak pondok pesantren, berpakain dan bertutur kata yang baik ketika berhadapan dengan orang lain, serta prestasi yang diraih. Sedangkan subjek
AM, PJ dan AL memiliki beberapa catatan pelanggaran yang telah dilakukan seperti persetase mengaji pada predikat D bahkan E, berpakaian yang melanggar
aturan seperti mengenakan celana ketika berada pada lingkungan pondok, membawa HP dan keluar pondok tanpa izin baik keluar di lingkungan pondok
maupun pulang ke rumah.
4.2.2 Kemampuan Mengontrol Stimulus
Kemampuan mengontrol stimulus merupakam kemampuan untuk memahami bagaimana dan kapan stimulus yang tidak dikehendaki dihadapi.
Dalam hal ini stimulus di dapat dari dalam maupun dari luar diri sendiri, pada usia remaja yang sedang berkembang dengan keadaan jauh dari orang tua.
Letak pondok pesantren berada di tengah kota dekat dengan mall-mall yang tumbuh pesat memiliki daya tarik seperti magnet kuat bagi santri untuk mencicipi
suasana berbeda dengan menempuh berbagai cara meskipun dengan melanggar tata tertib. Kesempatan yang terbatas dengan batasan waktu tiga jam untuk
perizinan dua minggu sekali, pengaruh style remaja di luar menjadikan santri turut mengikutinya dengan mengganti seragam wajib dari pondok dengan pakaian yang
melanggar peraturan, menurut penuturan salah satu subjek, ia pernah berganti pakaian di toilet mall dengan alasan agar penampilannya sebagai santri tidak
mencolok selain itu menurut penuturan pengurus bahkan terdapat santri yang rela menggunakan taxi, mengeluarkan uang lebih untuk pergi ke mall yang berada
jauh dari lingkungan pondok untuk merasa lebih leluasa. Dari pihak pondok pesantren memberikan batasan pada santri seperti tidak diperbolehkan menonton
bioskop, bermain game, bertemu dengan lawan jenis selama berada di luar lingkungan pondok.
Dalam hal kemampuan mengontrol stimulus, keempat santri yang menjadi subjek penelitian terlihat terdapat santri yang terlihat mampu mengontrol stimulus
dengan cukup baik, subjek SM yang menilai bahwa berjalan-jalan di mall merupakan hal yang kurang bermanfaat dan beresiko misalnya karena terlalu
asyik hingga terlambat kembali ke pondok, cenderung akan berperilaku boros dengan membeli barang-barang yang tidak sesuai kebutuhan hanya
mengedepankan keinginan saja, selain itu akan berpengaruh pada semangat mengaji, belajar, jamah disebabkan oleh kondisi badan yang telah letih.
Menurut penuturan SM seringkali menolak ajakan teman-teman dekatnya meskipun hanya sekadar ke warnet, ia menuturkan pernah didiamkan oleh
temannya karena menolak ajakan pergi ke warnet. SM menuturkan selama berada di pondok, hanya pernah sekali pergi ke swalayan untuk membeli kepeluan dan
belum pernah sekali pun pergi ke mall. Subjek PJ terlihat belum cukup mampu dalam mengontrol stimulus, ketika
subjek berada di kelas VIII dikamarnya terdapat kakak tingkat yang sebagaian besar bermasalah dengan pondok menurut penuturan pihak pengurus kondisi
anggota kamar angkatan di atas PJ yang memiliki catatan pelanggaran cukup banyak bahkan kondisinya lebih memprihatinkan daripada kondisi subjek PJ,
pengaruh dari senior yang memiliki perilaku kurang baik secara tidak langsung diadopsi oleh PJ. Subjek memiliki kakak perempuan yang saat itu masih berada di
pondok yang sama meskipun sering kali dinasihati dan diberikan contoh yang baik hal ini diperkuat pendapat dari pengurus yang menyatakan bahwa kakak
perempuannya memiliki track record baik, tidak memiliki catatan pelanggaran selama enam tahun di pondok. Berdasarkan rekapulasi dari sie Al Qur‟an subjek
PJ pernah mendapatkan predikat E dengan persentase 0.0 karena selama delapan minggu tidak mengaji pada bulan April, Mei dan Juni. Ketika PJ tidak mengaji Al
Qur‟an ia mengisi waktu dengan mengobrol teman-temannya, bermalas-malasan di kamar. PJ menuturkan alasan mengapa tidak mengaji memang karena malas
dan terpangaruh oleh teman-temannya yang juga tidak berangkat ngaji, saat ini setelah masuk pada ajaran baru di kelas IX subjek merasakan penyesalan dan
dilanda kekhawatiran tidak dapat mengikuti khatamam juz „amma. Subjek
menuturkan pernah melakukan pelanggaran blandang atau keluar tanpa izin dengan alasan jalan-jalan bersama teman-temannya.
AM saat duduk di kelas VII dan VIII berada pada situasi tanpa pengawasan dari kakak tingkat dimana dalam satu kamar diisi oleh satu angkatan sehingga
tidak ada sosok yang disegani di kamar menjadikannya bebas dalam melakukan apapun, subjek AM dalam kemampuan mengontrol stimulus kurang baik, ia
sering pulang tanpa pamit dengan dalih diminta untuk mengajar TPA di rumahnya. Ia terlihat belum dapat membatasi tindakannya tersebut, pihak pondok
pernah menegur subjek dan membicarakan dengan orangtuanya. Meskipun telah dikomunikasikan dengan orang tua AM bahwa apa yang dilakukan subjek
melanggar tata tertib namun subjek terkadang masih melakukannya. Orang tua AM diberikan pengertian dari pihak pengurus, bahwa saat ini kewajiban AM
adalah belajar agama di pondok dengan sebaik-baiknya dan akan ada saatnya untuk membagi ilmunya di masyarakat, pihak mengurus meminta kerja sama yang
baik terhadap pengawasan subjek ketika berada di rumah. Ketika terjadi pelanggaran subjek kedapatan membawa hand phone dan
dilakukan penindakan dari pihak pengurus, pemanggilan orang tua serta pemberian sanksi berupa meminta tanda tangan dari seluruh elemen pondok
pesantren. Orang tua AM terkejut mendapati anaknya melakukan hal tersebut, ibu subjek menemani AM sowan
guna memenuhii tuntutan ta‟ziran yang diberikan pihak pondok. Pihak pengurus menyayangkan hal ini terjadi mengingat kondisi
ekonomi keluarga AM, ia akan kehilangan materi karena penghancuran barang bukti hand phone. Meskipun memiliki beberapa catatan pelanggaran, AM
berusaha menjalankan kewajibannya untuk sekolah, telah mampu menyelesaikan target khataman. Semenjak masuk pada ajaran baru kelas IX subjek bertekad
memperbaiki kesalahan yang pernah dibuatnya, bergaul dengan orang-orang baru yang dapat memberikan pengaruh positif terhadapnya.
Lain hal dengan subjek AR, meskipun kerap berkunjung ke mall tidak lantas memicu dirinya untuk melanggar peraturan seperti blandang, menggunakan
pakaian yang tidak diperbolehkan seperti menggunakan celanaa jeans, menonton bioskop dsb. Ia berusaha untuk menekan hal-hal beresiko. Sedangkan subjek AL
merasa terbebani awalnya merasa tidak kuat karena berasal dari daerah desa yang jauh dari tempat hiburan sehingga hal-hal tersebut terasa asing namun seiring
penyesuaian dengan keadaan, pergaulan dengan teman dekat mau tidak mau harus dihadapi, karena hal tersebut bersinggungan langsung dengan kehidupannya di
pondok. Subjek menuturkan tindakan yang ia lakukan banyak terpengaruh oleh teman-teman dekatnya.
Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara, berbagai macam kemampuan mengontrol stimulus yang di terima ketiga yakni AM, PJ dan AL
subjek kurang dapat memberikan filter terhadap hal-hal yang diperoleh dari luar dirinya, belum adanya kesadaran tegas kemampuan untuk mencegah atau
menjauhi stimulus secara tegas. Sedangkan subjek SM dan AR memiliki kemmapuan mengontrol stimulus dengan baik.
4.2.3 Kemampuan Mengantisipasi suatu Peristiwa atau Kejadian