b. Bersiikap pasrah
5. Kemampuan
mengambil keputusan
SM a.
Mempertimbangkan dengan
matang keputusan yang akan diambil
b. Meminta pendapat dari orang
terdekat seperti wali kamar dan teman dekat
c. Berani menerima resiko dari
keputusan yang dia ambil seperti meminta maaf kepada ketika
merasa melakukan kesalahan. Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara, terlihat
bahwa kelima subjek telah mampu mengambil keputusan dengan cara yang tepat, dengan keadaan jauh
dari orang tua menuntut subjek bersikap mandiri dalam pengambilan keputusan dengan Mempertimbangkan
masukan dari teman terdekat atau wali kamar. keadaan jauh dari orang tua menuntut subjek bersikap mandiri
dalam pengambilan keputusan
AM a.
Mampu mempertimbangkan
dengan matang keputusan yang akan diambil
b. Meminta pendapat dari orang
terdekat seperti teman dekat dan pendapat dari diri sendiri
PJ a.
Mempertimbangkan dengan
matang keputusan yang akan diambil
b. Meminta pendapat dari orang
teman terdekat c.
Tidak bergantung pada orang tua AR
a. Meminta masukan dari teman
dekat b.
Mempertimbangkan jalan keluar dengan mendengarkan kata hati
AL a.
Meminta masukan pada teman
dekat b.
Meluapkan masalah dengan menangis, merenung
6. Faktor Kontrol
Diri SM
Motivasi untuk masuk di pondok pesantren berasal dari diri sendiri
Santri yang masuk di pondok pesantren karena dorongan orangtua kurang memiliki keinginan untuk
menjalankan kewajiban dengan sungguh-sungguh, kurangnya kesadaran diri pada santri untuk mematuhi
aturan yang diterapkan di pondok, sedangkan santri yang memiliki keinginan sendiri untuk masuk di
pondok pesantren cenderung akan mematuhi aturan yang berlaku. Subjek yang memiliki kontrol diri yang
baik memiliki kesadaran diri terhadap tujuan masuk di pondok pesantren, adanya rasa tanggung jawab
terhadap harapan orangtua untuk menuntut ilmu dengan baik agar memiliki bekal agama yang dapat berguna di
kemudian hari, adanya pemahaman bahwa manfaat dari aturan yang berlaku merupakan bagian dari tempaan
yang harus dijalani dengan baik. AM
Dorongan orangtua untuk masuk ke pondok pesantren
PJ Motivasi
yang muncul
dari latar
belakang keluarga
dengan basic
pendidikan pesantren, adanya keinginan mondok karena keluarga besar berada di
pondok pesantren
AR Keluarga besar memiliki latar belakang
pondok pesantren, memiliki keinganan sendiri
untuk masuk
ke pondok
pesantren AL
Dorongan orangtua untuk masuk ke pondok
pesantren, subjek
kurang memilki minat ynag kuat terhadap
pesantren
7. Faktor
eksternal: lingkungan
SM a.
Terlahir di lingkungan agamis b.
Pola asuh orang tua yang disiplin dan memegang teguh ajaran
agama c.
Dibesarkan di lingkungan pondok pesantren sejak duduk di bangku
sekolah dasar d.
Memiliki teman-teman dekat Kelima subjek memperoleh pengaruh dari faktor
ekternal berupa lingkungan, pergaulan dengan teman, memberikan pengaruh besar dalam membentuk kontrol
diri santri hal ini karena terbentuknya interaksi yang intens antara subjek dengan teman dekatnya dalam
menjalankan aktivitas mereka akan bersama- sama, mereka menemukan kecocokan Pola kehidupan 24 jam
bersama dengan teman sebaya dan jauh dari orang tua,
yang patuh pada peraturan membuat santri nyaman dengan pola pergaulan yang
telah terbentuk sehingga kedekatan hubungan dengan teman sebaya secara tidak langsung secara kuat.
Kuatnya hubungan ini menjadikan remaja banyak terpengaruh oleh pola perilaku teman sebayanya berupa
sikap, pembicaraan, minat, penampilan, dan tingkah laku lebih besar daripada pengaruh keluarga
AM a.
Terlahir di lingkungan agamis b.
Orang tua berperan aktif dalam mengembangkan ilmu agama di
lingkungan c.
Teman-teman dekat
pernah terlibat kasus pelanggaran tata
tertib d.
Lingkungan kamar
kurang kondusif
PJ a.
Keluarga besar berlatar belakang pesantren
b. Berada pada kamar yang terdapat
kakak tingkat dengan berbagai macam kasus pelanggaran
c. Teman dekat pernah terlibat
kasus pelanggaran tata tertib AR
a. Berasal dari keluarga yang
berkecimpung dalam
dunia pendidikan
b. Teman dekat kurang disiplin
dalam menjalankan kewajiban AL
a. Memiliki teman dekat yang
mengajak ke arah negatif b.
Teman sebaya memberikan pengaruh kuat
c. Mendapat perhatian penuh dari
orang tua
Berdasarkan tabel di atas, gambaran kontrol kontrol diri santri putri jenjang pendidikan SMP di pondok pesantren Al-Muayyad Surakarta, terdapat tiga
kontrol diri yakni kontrol diri santri terhadap aturan, kontrol diri santri terhadap norma dan kontrol diri santri terhadap kondisi sosial. Penjelasan mengenai kontrol
diri santrii yang menjadi subjek penelitian sebagai berikut; Terdapat lima subjek, dari kelima subjek terdapat dua subjek yakni SM dan
AR yang memiliki kontrol diri yang baik terhadap aturan terlihat pada subjek tersebut mampu mengendalikan dorongan yang dimiliki secara tepat atau dalam
teoeri kualitas kontrol diri subjek SM dan AR berada pada appropriate control hal ini terlihat pada tidak adanya perilaku yang bertentangan dengan tata tertib seperti
tidak mengenakan pakaian yang melanggar ketentuan, mampu mengontrol stimulus yang diterima dari luar dirinya dengan tepat. Sedangkan ketiga subjek
yakni AM, PJ, dan AL berdasarkan jenis kualitas kontrol diri berada pada kualitas under control hal ini terlihat pada subjek yang memiliki kecenderungan bertindak
tanpa berpikir panjang atau dalam bertindak tidak memperhitungkan dengan matang hal ini di buktikan dengan beberapa takziran yang di peroleh berkaitan
dengan kasus pelanggaran tata tertib pada bidang mengaji, berpakaian, ketidaksiplilan dalam berjamaah, keluar pondok tanpa izin dan pelanggaran
membawa HP. Takziran yang diberikan berupa menulis sholawat Nariyah sebanyak 300x
jika predikat mengaji berada pada posisi D dan E, pengguntingan pakaian yang kurang sesuai yakni dengan ketentuan pakaian batas minimal sepanjang rentangan
tangan sampai ibu jari, memperoleh teguran dan pembinaan oleh pihak pengurus,
membersihkan lingkungan pondok, membayar uang denda Rp 25.000,- per hari jika pulang tanpa izin, penghancuran barang bukti berupa HP, meminta tanda
tangan pada seluruh elemen pondok dan pemanggilan orang tua. Kemampuan dalam mengontrol stimulus yang di peroleh dari lingkungan
ketiga subjek kurang dapat memberikan filter terhadap hal-hal yang diperoleh dari luar dirinya, belum adanya kesadaran tegas kemampuan untuk mencegah atau
menjauhi stimulus secara tegas. Beragam kemampuan mengantisipasi suatu peristiwa atau kejadian yang dimiliki oleh kelima subjek seperti dengan
membatasi interaksi dengan lingkungan di luar pondok pesantren untuk mengantisipasi pengaruh yang ditimbulkan, memberikan filter terhadap apa yang
diterima dari luar, namun terdapat subjek yang belum mengantisipasi peristiwa atau kejadian dengan baik hal ini terlihat saat subjek mengabaikan resiko yang
akan diterimanya akibat dari pelanggaran yang dilakukan. Subjek penelitian berada pada kondisi remaja awal dengan beberapa
karakteristik seperti labil, menjadi sensitif dan reaktif terhadap situasi sosial, rasa ingin tahu serta keinginan mencoba hal baru. Namun dari aspek pengambilan
keputusan terlihat bahwa kelima subjek telah mampu mengambil keputusan sendiri dengan keadaan jauh dari orang tua menuntut subjek bersikap mandiri
dalam pengambilan keputusan dengan mempertimbangkan masukan dari teman terdekat atau wali kamar.
Faktor internal berupa usia dan kematangan yang dimiliki oleh kelima subjek belum mencapai pada kematangan emosi dan kesadaran tanggung jawab
sosial hal ini terlihat pada mengenal cara-cara mengeskpresikan perubahan secara
wajar, belum dapat mempelajari cara-cara yang tepat dalam memperoleh hak dan memenuhi kewajiban dalam lingkungan sehari-hari, namun subjek telah mampu
menghargai nilai-nilai persahabatan dan keharmonisan dalam kehidupan sehari- hari nampak pada subjek dapat menyadari keragaman latar belakang teman sebaya
dan bekerja sama dengan baik. Aspek kontrol diri santri yang kuat terdapat pada lingkungan, pada hal ini
lingkungan yang memberikan pengaruh kuat adalah teman sebaya, peranan teman sebaya sangatlah penting bagi perkembangan remaja baik secara psikis maupun
sosial. Teman sebaya dapat merupakan sumber afeksi, simpati, pemahaman, dan panduan moral, tempat bereksperimen dan setting unttuk mendapatkan otonomi
dan idependensi dari orang tua serta menjadi media dalam usaha pengarahan moral dan perilaku santri. Pada masa remaja individu seringkali mengahadapi
benturan antara tuntuan diri dan tuntutan lingkungan. Konflik antara benturan antara tuntutan lingkungan dengan kebutuhan dalam diri remaja ini akan
menimbulkan emosi-emosi negative. Remaja dengan kontrol diri yang rendah akan cenderung untuk mengambil jalan pintas yang berujung pada pelanggaran
peraturan. Individu yang mendapatkan dukungan sosial teman sebaya yang baik
disertai dengan kotrol diri yang baik pula akan memiliki sikap yang positif dalam berperilaku di lingkungannya. Karakteristik remaja yang masih membutuhkan
dukungan dari orang lain sebagai bentuk pemberian motivasi yang dapat memperkuat perilaku santri putri, dengan demikian santri putri lebih dapat
mengontrol perilaku negatifnya dan lebih terarah untuk menjadi individu yang
bertanggung jawab dan siap secara mental dalam menanggapi proses-proses sosial di lingkungan pondok pesantren.
Adanya dukungan sosial dari teman sebaya tanpa disertai dengan kontrol diri yang baik menjadikan remaja cenderung nyaman dengan teman sebayanya,
sehingga santri merasa lebih bebas dalam mengeluarkan perasaan dan pendapat atau pemikirannya, namun kurang dapat mengendalikan emosi, stimulus yang
kerap menyebabkan terjadinya konflik akibat perilau negatif yang muncul. Tanpa dimilikinya kontrol diri yang baik, konflik yang terjadi kurang terendali, sehingga
kemungkinan untuk melakukan pelanggaran akan peraturan yang berlaku. Pelanggaran yang terjadi dapat dilakukan oleh siapa saja begitu pula oleh remaja
yang berlatarbelakang sebagai santri pondok pesantren, perubahan mencolok pada dirinya baik secara aspek psikis maupun fisik sehingga menimbulkan reaksi
emosional dan perilaku radikal. Banyaknya peraturan yang diberlakukan di pesantren dapat pula berpotensi menimbulkan peluang adanya pelanggaran
terhadap peraturan tersebut. Faktor yang mempengaruhi terbentuknya kontrol diri sehingga ada yang
lemah dan kuat antara lain adalah penerapan tata tertib, latar belakang santri, sistem pembelajaran baik di pesantren maupun pembelajaran formal,
kepemimpinan, serta interaksi sosial santri di luar pondok. Faktor psikolgis yang dimungkinkan turut menyumbang pengaruh ialah religiusitas, hal ini dilihat dari
lingkungan tempat tinggal berada di pondok pesantren yang tentunya mendapatkan tambahan pengetahuan-pengetahuan mengenai ajaran agama,
sehingga aspek religiusitas santri menjadi lebih baik. Ketika individu telah
memiliki nilai religiusitas yang baik, secara tidak langsung inividu tersebut mampu menjadikan ajaran agama sebagai mekanisme tingkah laku sehari-hari
sehingga dapat diasumsikan individu tersebut dapat berperilaku normatif dan terhindar dari kecenderungan kenakalan remaja.
Santri membutuhkan dukungan sosial yang bersumber dari orang dewasa seperti guru, pengasuh, pengurus pondok, orang tua, sehingga adanya dukungan
sosial lebih dapat efektif dalam membentuk pola perilau dan moral yang positif pada dirinya. Subjek penelitian berada dalam sistem pendidikan pesantren
berasrama, kondisi demikian membawa konsekuensi mengenai hubunan intim yang terbentuk lama dengan teman sebaya. Pola kehidupan 24 jam bersama
dengan teman sebaya dan jauh dari orang tua, membuat santri nyaman dengan pola pergaulan yang telah terbentuk sehingga kedekatan hubungan dengan teman
sebaya secara tidak langsung secara kuat. Kuatnya hubungan ini menjadikan remaja banyak terpengaruh oleh pola perilaku teman sebayanya berupa sikap,
pembicaraan, minat, penampilan, dan tingkah laku lebih besar daripada pengaruh keluarga.
4.3 Keterbatasan Penelitian